AKHLAK

[Akhlak][grids]

Aqidah

[Aqidah][twocolumns]

FIQIH

[Fiqh][bleft]

Dakwah Salafiyyah


Sebuah pertanyaan tentang dakwah Salafiyyah yang dijawab oleh Syaikh al-Albani.

Soal:
Mengapa dinamakan Salafiyyah? Apakah Salafiyyah merupakan dakwah Hizbiyyah, ataukah sebuah dakwah yang mengajak kepada kelompok atau madzhab tertentu? Apakah Salafiyyah sebagai kelompok jamaah atau firqah baru dalam Islam?


Jawab:
Kata 'Salaf adalah sebuah kata yang telah dikenal dalam bahasa Arab dan bahasa syari'at ini. Adapun pembahasan kita yang terpenting di sini adalah Salaf dari segi syar'i (menurut
istilah agama). Telah shahih dari Nabi صلي الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda kepada Sayyidah Fatimah di saat beliau sakit (ketika beliau) akan meninggal:
"Bertakwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik orang yang mendahuluimu adalah aku." (HR. Muslim.2450)


Para ulama banyak menggunakan kata 'Salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung. Cukup kami berikan sebuah contoh yang merupakan hujjah bagi mereka dalam memerangi bid‟ah-bid‟ah:
"Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti jejak Salaf, dan segala kejelekan tertumpu pada bid'ah para khalaf"
Namun demikian, ada sebagian orang yang mengaku berilmu mengingkari penisbatan kepada Salaf ini dengan beranggapan bahwa penisbatan tersebut tidak memiliki dasar. Ia berkata: "Tidak boleh seorang muslim mengatakan: 'Saya adalah seorang Salafi.' Seolah-olah dia berkata: 'Tidak boleh seorang muslim berkata: 'Saya seorang pengikut Salafush Shalih dalam 'aqidah, ibadah dan akhlaq. Seandainya ini yang dimaksud, maka tidak diragukan lagi-bahwa pengingkaran tersebut mengharuskan seseorang berlepas diri dari Islam yang sebenarnya, yang menjadi pijakan para Salafush Shalih yang berada di bawah kepemimpinan Rasulullah ,صلي الله عليه وسلم
sebagaimana yang diisyaratkan oleh sebuah hadits mutawatir dalam kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan lainnya, Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Sahabat), kemudian generasi yang datang sesudah mereka (generasi Tabi'in), kemudian yang datang sesudah mereka (para pengikut Tabi'in)."
Maka tidak dibolehkan bagi seorang muslim berlepas diri dari penisbatan kepada Salafush Shalih. Adapun jika ia berlepas diri dari penisbatan kepada selain Salaf, tidak mungkin bagi seorang ulama untuk menisbatkannya kepada kekufuran atau kefasikan. Apakah orang yang mengingkari penisbatan kepada salaf dikira bahwa dia tidak bernisbat kepada salah satu diantara aliran yang ada, baik aliran yang berhubungan dengan aqidah atau fiqih? Dia sendiri adalah
orang yang bermadzhah Hanafi, As-Syafi‟I, Maliki atau Hanbali yang termasuk kategori Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal, orang yang menisbatkan dirinya kepada aliran 'aqidah Asy'ari atau pada madzhab yang empat, tidak diragukan lagi bahwa ia telah menisbatkan dirinya kepada orang-orang yang tidak ma'shum (tidak terpelihara dari kesalahan dan kekeliruan) meskipun di antara
mereka ada para ulama yang benar. Nah mengapa penisbatan kepada manusia-manusia yang tidak ma'shum, tidak diingkari?. Orang yang menisbatkan dirinya kepada Salafush Shalih berarti dia -secara umumtelah menisbatkan dirinya kepada sesuatu yang terpelihara, Nabi صلي الله عليه وسلم telah
menyebutkan salah satu di antara tandatanda Firqatun Najiyah (golongan yang selamat) adalah berpegang teguh pada ajaran Rasulullah صلي الله عليه وسلم dan para sahabatnya. Maka barangsiapa yang berpegang teguh pada (tuntunan) Salafush Shalih, tidak diragukan lagi bahwa ia berada di atas petunjuk Rabbnya. Penisbatan diri kepada salah seorang mulia dan memudahkannya (untuk menempuh) jalan yang selamat. Yang demikian itu tidak dimiliki oleh mereka yang menisbatkan dirinya kepada selain Salaf. Karena penisbatan kepada selain Salaf tidak terlepas dari dua hal:
1. Penisbatan kepada seorang yang tidak ma'shum (tidak terlepas dari kesalahan dan kekeliruan).
2. Penisbatan kepada pengikut yang tidak ma'shum tersebut, dengan demikian berarti mereka tidak ma'shum pula.

Sebaliknya para Sahabat Nabi صلي الله عليه وسلم sebagai sebuah komunitas, mereka adalah ma'shum (terpelihara dari kesalahan dan kekeliruan). Dan Rasulullah صلي الله عليه وسلم yang memerintahkan kita antuk berpegang teguh kepada Sunnah para Sahabatnya setelah beliau. Kami akan terus dan senantiasa terus berupaya agar pemahaman kami pada al-Qur'an dan Sunnah صلي الله عليه وسلم sesuai dengan manhaj (pemahaman) Sahabat nya, agar kami pun terpelihara dari penyimpangan ke kiri alau ke kanan dan dari penyimpangan dengan pemahaman kami sendiri yang khusus, tanpa berdalih pada Kitab Allah عزّوجلّ dan Sunnah .صلي الله عليه وسلم Kemudian, ada sebuah pertanyaan:
"Mengapa tidak cukup bagi kami dengan berintisab hanya kepada al-Qur'an dan as- Sunnah saja?" 
Sebabnya kembali pada dua
hal:
1. Keterkaitan dengan nash-nash al-Qur'an dan al-Hadits.
2. Realita yang ada pada kelompok-kelompok Islam.

Sebab pertama, bahwasanya kami jumpai dalam ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah صلي الله عليه وسلم sebuah perintah untuk laat kepada 'sesuatu yang lain' disamping perintah untuk taat kepada al-Kitab dan as-Sunnah, sebagaimana dalam firman Allah سبحانه و تعال
"Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu." (QS. An-Nisaa': 59) 
Dengan demikian, seandainya ada seorang penguasa yang dibai'at (dinobatkan) oleh kaum Muslimin, maka kita wajib mentaatinya sebagaimana kewajiban mentaati al-Qur'an dan as-Sunnah, padahal bisa saja penguasa tersebut dan yang berada di sekelilingnya melakukan suatu kesalahan, namun wajib ditaati sebagai upaya menolak terjadinya kerusakan yang ditimbulkan akibat perselisihan pendapat. Kewajiban taat tersebut harus dengan syarat yang sudah diketahui, yaitu:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah.”1
1 Lihat Ash-Shahihah 179 


Allah سبحانه و تعال : berfirman:

"dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, niscaya Kami akan biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Neraka Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembalinya." (QS. An-Nisaa': 115)
Sesungguhnya Allah سبحانه و تعال Mahasuci dari perbuatan yang sia-sia. Maka tidak diragukan lagi bahwa penyebutan 'sabiilul mukminin', jalan orang-orang yang beriman (pada ayat di atas,Pent), tentunya untuk suatu hikmah dan manfaat yang sangat besar artinya. Disebutnya 'sabiilul mukminin' untuk menunjukkan (kepada kita) bahwa ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu dalam mengikuti Kitab Allah عزّوجلّ dan Sunnah Rasul-Nya صلي الله عليه وسلم harus sesuai dengan apa yang difahami oleh kaum Muslimin yang pertama masuk Islam, mereka itu adalah para Sahabat kemudian yang datang sesudah mereka (para Tabi'in) dan yang datang sesudah mereka (Tabi'ut Tabi'in). Inilah yang selalu diseru oleh dakwah Salafiyyah dan dijadikan fokus perhatiannya dalam dakwah dan manhaj tarbiyyahnya. Sesungguhnya dakwah Salafiyyah benarbenar pemersatu ummat, sedang dakwah dakwah yang lainnya memecah belah ummat. Allah عزّوجلّ berfirman:
"Jadilah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. At-Taubah: 119)
Sedangkan orang yang membedakan antara al-Qur'an dan as-Sunnah di satu sisi dan Salafush Shalih pada sisi yang lain, bukanlah ia seorang yang benar/jujur sama sekali. Sebab kedua (realita yang ada pada kelompok-kelompok Islam, Pent), bahwasanya kelompok-kelompok Islam yang ada sekarang ini, tidak menoleh sama sekali untuk mengikuti 'sabiilul mukminin' (jalan orangorang yang beriman) yang tersebut pada ayat di atas. Padahal mengikuti jalan orang-orang tersebut, dikokohkan oleh sebagian haditshadits Rasulullah صلي الله عليه وسلم , seperti hadits tentang tujuh puluh tiga golongan yang semuanya berada di Neraka, kecuali satu golongan yang selamat, dan beliau صلي الله عليه وسلم menggambarkan golongan tersebut adalah:
“Mereka yang pijakannya sama dengan apa yang menjadi pijakanku dan pijakan para Sahabatku pada hari ini."2
Hadits ini serupa dengan ayat di atas yang menyebut sabiilul mukminin. Demikian pula hadits 'Irbadh bin Sariyah yang di dalamnya berbunyi:

2 Lihat Ash-Shahihah 203 dan 1492

"Maka hendaklah kalian memegang teguh Sunnahku dan Sunnah para Khalifah sesudahku yang berada di atas petunjuk lagi pula diberi petunjuk sepeninggalku."
Dalam hadits ini terdapat dua Sunnah, Sunnah Rasulullah صلي الله عليه وسلم dan Sunnah para Khalifah pengganti Rasul yang berada diatas petunjuk. Sedangkan kita, orang-orang yang datang
kemudian- harus merujuk/ kembali kepada Kitab Allah عزّوجلّ , Sunnah صلي الله عليه وسلم . dan jalannya orang-orang yang beriman (para Sahabat). Dan tidak boleh berkata bahwasanya kita bebas leluasa dalam memahami al-Qur‟an dan as-Sunnah tanpa mengacu kepada apa yang menjadi pijakan para Salaf pendahulu kita yang shalih. Di zaman ini, harus ada penisbatan yang dapat membedakan secara cermat, maka tidak cukup kita berkata: "Saya seorang muslim atau aliranku Islam," karena setiap golongan berkata demikian. Seorang Rafidhah, seorang Khawarij Ibadhiyyah, seorang yang beragama Ahmadiyyah Qadyaniyyah dan lainnya (semuanya berkata: "Saya seorang muslim,). Lalu apakah yang membedakan-mu dengan mereka?. Jika kamu berkata: "Saya seorang muslim yang berdasarkan al -Quran dan as-Sunnah". tidaklah mencukupi. Sebab kelompok kelompok seperti Asy-'ariyyah, Maturidiyyah dan Hizbiyyun, juga mengaku bahwa mereka mengikuti kedua pedoman tersebut." Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa penyebutan yang jelas, terang dan dapat membedakan adalah dengan mengatakan: "Saya seorang muslim yang berasaskan al-Qur'an dan as-Sunnah yang berada di atas manhaj (jalan) Salafush Shalih." Singkatnya anda berkata: "Saya adalah seorang Salafi." Atas dasar itu semuanya merupakan suatu kebenaran yang tiada tempat pelarian darinya, bahwa tidaklah mencukupi hanya dengan bersandar kepada al-Qur'an dan as-Sunnah tanpa disertai metode Salaf yang menjelaskan keduanya dalam pemahaman, gambaran dalam ilmu dan amal serta dalam dakwah dan jihad.
Sementara itu, kita pun mengetahui bahwa para Sahabat رضي الله عنهم tidak fanatik pada suatu madzhab/aliran atau orang tertentu. Oleh sebab itu tidak ada di antara mereka seorang 'Bakri' (yang menisbatkan dirinya kepada Abu Bakar رضي الله عنه . Pent) atau ‘Umari’ atau 'Ustmani’ atau „Alawi’. Bahkan di antara mereka, siapa saja yang mendapat
kemudahan untuk bertanya kepada Abu Bakar رضي الله عنه atau kepada 'Umar رضي الله عنه atau kepada Abu Hurairah رضي الله عنه , ia langsung bertanya kepadanya. Hal itu karena mereka percaya bahwasanya tidak boleh mengikuti secara murni dan ikhlas, kecuali hanya kepada
seorang saja, yaitu Rasulullah صلي الله عليه وسلم yang tidak mengucapkan sesuatu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tidak lain kecuali wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
"Walaupun kita menerima kritikan para pengritik, lalu kita pun menamakan diri kita sebagai seorang muslim saja tanpa bernisbat kepada Salafiyyah, padahal Salafiyyah adalah penisbatan yang mulia dan benar, apakah mereka akan berlepas diri pula dari penamaan atau penisbatan diri mereka kepada kelompok, aliran atau thariqat mereka, yang mana semua itu tidak syar'i dan tidak benar?"
Cukuplah perbedaan-perbedaan ini antara kami dan kalian, karena setiap bejana pasti memercikkan apa yang ada di dalamnya. Hanya Allah سبحانه و تعال pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan kepada-Nya-lah kami mohon pertolongan.[]





Keine Kommentare: