PACARAN dalam Kacamata I S L A M
Sebuah
fitnah besar menimpa pemuda-pemudi pada zaman sekarang. Mereka terbiasa
melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk maksiat di sisi Alloh
سبحانه و تعالى. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”, yaitu hubungan
pranikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Biasanya hal ini
dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama rekan kerja atau yang lainnya.
Sangat disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di masyarakat kita.
Apalagi sebagian besar stasiun televisi banyak menayangkan sinetron tentang
pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral kaum
muslimin. Namun, anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya
memiliki seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan
pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal perbuatan ini
merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat perbuatan
haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang perlu untuk membahasnya pada
kesempatan ini.
Ta’aruf
Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak
orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk
ber-ta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui
jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget
lagi dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi
Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa
arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan
setan.
Tidakkah
mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat
(berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (laki-laki dan perempuan
bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah
dilarang dalam Islam. Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana
tertuang dalam sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو
مَحْرَمٍ
“Sekali-kali
tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita
itu bersama mahromnya.” (HR. al-Bukhori: 1862, Muslim:
1338)
Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqolani رحمه الله berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur
dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.”
(Fathul Bari: 4/100)
Oleh
karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang laki-laki tetap
harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya itu
tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan
diperistrinya, bebas surat-menyurat, bebas bertelepon, bebas ber-SMS, bebas
chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut masih tetap
ajnabiyyah baginya hingga berlangsungnya akad
nikah.
Adakah
Pacaran Islami?
Ada
lagi pemuda-pemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat terhadap
Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan terpengaruh
dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan istilah “pacaran
islami” dalam pergaulan mereka. Mereka hendak tampil beda dengan pacaran-pacaran
orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan. Masing-masing
menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan
hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan
berdzikir kepada Alloh سبحانه و تعالى serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah
katanya!
Ketahuilah,
pacaran yang diembel-embeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka.
Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah
mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang
wanita ajnabiyyah atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang
diharamkan?! Camkanlah firman Alloh عزّوجلّ:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُل
لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah
(wahai Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu
lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hen-daklah mereka
menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” ....
(Q.S. an-Nur [24]: 30-31)
Tidak
tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki?
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ
النِّسَاءِ
“Tidaklah
aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada
fitnahnya wanita.” (HR. al-Bukhori: 5096)
Segeralah
Menikah Bila Sudah Mampu
Para
pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera
menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah
seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu
maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
“Wahai
generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka segeralah
menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara
pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena
puasa menjadi benteng (dari gejolak berahi).” (HR. al-Bukhori:
5066)
Al-Imam
Nawawi رحمه الله menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adaiah mampu berkumpul
dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari:
9/136)
Dengan
menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh عزّوجلّ yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan
pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat berahi manusia terhadap
lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari
ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan
memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban
suci itu.
Nasihat
Janganlah
ikut-ikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua, jangan
biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan biarkan
mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab1 atau malah memakai baju ketat yang membuat
pria terfitnah dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh سبحانه و تعالى:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan Jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Alloh adaiah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.
al-Ahzab [33]: 59).
Wallohu
A’lam.
1.
Jilbab
ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka, dan
dada.
Ustadz Muklis Abu Dzar خفظه الله
Labels:
Nasihat
Keine Kommentare: