10 FAEDAH Tentang KITAB
Al-Hafizh
Ibnu Jama’ah al-Kinani asy-Syafi’i mengatakan: “Termasuk adab seorang alim
adalah menyibukkan diri dengan menulis bila telah memiliki keahlian, karena
menulis dapat memperluas wacana ilmiyahnya tentang berbagai bidang ilmu dan
menelaah kitab-kitab ulama.
Dan
hendaknya bagi seorang yang ingin mengarang karya tulis untuk memilih suatu
pembahasan yang manfaatnya besar dan sangat di butuhkan oleh manusia, lebih baik
lagi bila pembahasan tersebut belum pernah dibahas sebelumnya, dengan memilih
kata-kata yang jelas, tidak terlalu panjang sehingga membosankan dan tidak juga
terlalu ringkas sehingga”.1
Alangkah
bagusnya ucapan seorang penyair:
Ketika
saya menulis saya yakin
Bahwa tanganku akan binasa dan tulisanku
kekal
Dan
saya tahu bahwa Allah pasti menanyakanku
Aduhai, apa nanti jawabannya?2
1. Tadzkirotus Sami’ wal Mutakallim hlm. 54.
2.
Al-Ghurar
‘Ala Thurar
2/246, Muhammad Khair Ramadhan
Yusuf.
SEMANGAT
MEMBACA DAN MENULIS KITAB
Al-Imam
Al-Muzani membaca kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i sebanyak lima puluh
kali.1
Abdullah
bin Muhammad membaca kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah sebanyak dua puluh tiga
kali.2
Ibnul
Jahm apabila dia mengantuk pada selain waktu tidur, maka dia mengusir ngantuknya
dengan membaca kitab-kitab hikmah sehingga ngantuknya hilang.3
Ibnu
Tabban membaca kitab sepanjang malam. Ibunya pernah melarang dan menyuruhnya
tidur, maka dia menyembunyikan sebuah lampu, apabila ibunya tidur dia menyalakan
lampu dan meneruskan untuk membaca.4
Muhammad
bin Ahmad bin Qudamah menulis dengan tangannya beberapa kitab yang banyak
sekali, di antaranya Tafsir Al-Baghowi, Al-Mughni, Hilyah Abu
Nu’aim, Al-Ibanah Ibnu Baththoh, dan Al-Khiroqi serta mushaf dengan
jumlah yang banyak.5
Imam
Ismail al-Jurjani menulis setiap malam sembilan puluh lembar kertas dengan
tulisan yang bagus dan hati-hati.6
1.
Lihat
Muqoddimah Ar-Risalah hlm. 4.
2.
Dzail
Thobaqot Hanabilah
2/411.
3.
Al-Hayawan
al-Jahizh
1/53.
4.
Tartibul
Madarik
Al-Qodhi Iyadh 1/78.
5.
Dzail
Thobaqot Hanabilah
2/53.
6.
Siyar
A’lam Nubala’
13/54.
TAFSIR
JALALAIN
Sebagian ulama Yaman berkata: “Saya
mnghitung huruf-huruf Al-Qur’an dan Tafsir al-Jalalain, ternyata saya
mendapatinya sama hingga sampai surat Al-Muzammil. Dan mulai surat al-Mudatsir
tafsir lebih banyak daripada Al-Qur’an. Dari sini, maka boleh membawa Tafsir
Al-Jalalain tanpa wudhu”.1
1.
Kasyfu
Zhunun ‘an Asamil Kutub wal Funun
1/308.
KITAB
BUKAN BANTAL
Nuaim bin Naim pernah berkata: Imam Ahmad bin
Hanbal pernah ditanya: Apakah seorang boleh meletakkan kitab di bawah kepalanya?
Beliau bertanya: Kitab apa? Penanya menjawab: Kitab hadits. Imam Ahmad berkata:
Kalau memang dia khawatir untuk dicuri maka boleh, adapun menjadikannya sebagai
bantal maka tidak boleh”.1
1.
Thobaqotul
Hanabilah
1/391.
MEWASPADAI
KITAB-KITAB BID’AH
Imam Abu Zur’ah pernah ditanya tentang
Harits al-Muhasibi dan kitab-kitabnya, maka beliau berkata kepada penanya:
“Waspadalah dirimu dari kitab-kitab ini! Ini adalah kitab-kitab bid’ah dan
sesat, peganglah hadits”. Dikatakan padanya: “Dalam kitab-kitab ini terdapat
pelajaran”. Dia menjawab: Barangsiapa yang baginya Al-Qur’an tidak ada
pelajaran, maka tidak ada pelajaran baginya juga dalam kitab-kitab ini“.
Kemudian dia berkata: “Alangkah cepatnya manusia menuju kepada
bid’ah”.1
Aduhai,
alangkah miripnya hari ini dengan kemarin! Lantas, bagaimanakah kiranya, bila
Imam Abu Zur’ah mendapati kitab-kitab pada zaman sekarang yang berisi
penyimpangan dan kesesatan seperti kitab-kitab Sayyid Quthub, An-Nabhani,
Al-Ghozali, Al-Qorodhawi, al-Kautsari, As-Saqqof, al-Buthi, Muhammad Surur dan
kitab-kitab pergerakan lainnya.2
1.
Tarikh
Baghdad
8/218.
2.
Bayanu
Manhaj Salaf fii Mua’malati Ahlil Bida’ wal Ahwa’
hlm. 144 karya Salim bin Ied al-Hilali.
WALIMAH
KITAB FATHUL BARI
Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqolani mengarang kitab Fathul Bari Syarh Shohih Bukhori selama
seperempat abad lebih, beliau memulai pada awal tahun 817 H dan selesai pada
awal Rojab tahun 842 H, belum lagi tambahan-tambahan yang beliau cantumkan
setelah itu sehingga selesai sebelum wafatnya pada tahun 852
H.
Beliau
menempuh metode menakjubkan dalam mengarang kitabnya. Awalnya melalui imla’
selama lima tahun, kemudian beberapa muridnya yang cerdas berkumpul dan
mengusulkan agar dibukukan syarahnya tersebut. Akhirnya, beliapun menulis dengan
tangannya sendiri sedikit demi sedikit, sehingga kitabnya telah dikoreksi dan
diteliti secara jeli.
Tatkala
selesai karya syarah Bukhori tersebut, Al-Hafizh Ibnu Hajar mengadakan sebuah
walimah besar-besaran pada hari Sabtu 8 Sya’ban tahun 842 H. Dalam acara
tersebut, dibacakan majlis akhir dari Fathul Bari dan walimah itu dihadiri oleh
pembesar ulama, tokoh, penuntut ilmu dan kaum muslimin.
Al-Biqo’i
menyebutkan bahwa orang-orang pasar baik kaum laki-laki maupun wanita keluar
untuk rekreasi. Lanjutnya: “Sampai-sampai saya mengira bahwa tidak ada seorang
tokohpun di Mesir kecuali hadir dalam walimah tersebut. Hari itu adalah hari
yang istimewa, belum ada sepertinya di
zaman itu. Pada kesempatan tersebut, dilantunkan syair-syair indah berisi pujian
kepada penulis dan kitabnya, Fathul Bari dijual dengan harga tiga ratus
dinar.1
1.
Manhaj
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani fil Aqidah
hlm. 102-103 oleh Muhammad Ishaq Kandu.
MAHAR KITAB
Abu
Bakar Al-Kasyani adalah seorang tokoh ulama yang beruntung, dia berguru kepada
Imam Abu Bakar As-Samaragandi sekaligus menikah dengan putrinya yang
terkenal pintar dan ahli ibadah. Tahukah
anda sebab pernikahannya?! Al-kisah, Fathimah adalah seorang wanita yang cantik
jelita dan pandai sekali, dia hafal kitab karya ayahandanya At-Tuhfah fi
Al-Fiqih, banyak para raja yang hendak meminangnya, tetapi sang ayah tidak
merestuinya.
Tatkala
Al-Kasyani datang belajar kepadanya dan nampak kepandaiannya dalam bidang fiqih
sehingga dia mengarang kitab Al-Bada’i sebagai penjelasan dari kitab
At-Tuhfah fil Fiqih. Tatkala dia menyodorkan kepada sang guru, karuan aja
sang guru sangat bergembira lalu menikahkannya dengan putrinya serta menjadikan
maharnya adalah kitab tersebut. Oleh karena itu, para fuqoha’ pada masanya
mengatakan: “Dia mensyarah (menulis penjelasan) kitab Tuhfah-nya dan mendapatkan
putrinya”.1
Dikisahkan
juga bahwa apabila Al-Kasyani salah, maka istrinya yang menegur dan
meluruskannya. Fatwa yang keluar ditanda tangani olehnya dan ayahnya. Tatkala
sudah menikah dengan Al-Kasyani, maka ditanda tangani olehnya, ayahnya dan
suaminya.2
1.
Thobaqotul
Fuqoha’
hlm. 102,
2.
Al-Fawaid
Al-Bahiyyah
hlm. 158, dinukil dari Huququl Mar’ah hlm. 280 oleh DR. Nawwal binti
Abdul Aziz.
BAGAIMANA
MENELAAH KITAB?
Syaikh
Ibnu Utsaimin berkata: “Menelaah kitab terbagi menjadi dua
macam:
Pertama:
Menalaah dengan tadabbur (memahami dan menghayati). Hal ini perlu hati-hati dan
tidak tergesa-gesa.
Kedua:
Hanya sekedar menelaah saja dengan membaca isi kitab dan pembahasan yang
terdapat di dalamnya. Hal ini cukup dengan tela’ah sekilas. Dan cara yang paling
utama dalam membaca kitab adalah memahami dan menghayati makna-makna yang
terkandung serta meminta bantuan kepada yang mengerti agar dapat
memahaminya”.1
1.
Kitabul
Ilmi
hlm. 89.
PERPUSTAKAAN
KITAB BUKAN DEKOR
Hendaknya
bagi kita untuk memiliki sebuah perpustakaan yang berisi kitab-kitab penting
yang sangat kita butuhkan. Namun, jangan jadikan perpustakaan kita hanya sekedar
sebagai pajangan belaka, tetapi jadikan tujuan kita untuk mengambil faedah dari
kitab-kitab tersebut dengan membaca dan menelaahnya.
Sungguh,
betapa banyak orang yang memiliki sebuah perpustakaan yang berisi ratusan dan
ribuan kitab tetapi dia tidak mengerti tentang isi kitabnya sendiri!!! Ada
seorang ulama pernah mengunjungi perpustakan model seperti ini, tetapi setelah
dia mengetes pemiliknya ternyata dia tidak pernah membaca dan menelaah
kitab-kitabnya sendiri, maka sang alim-pun menyindirnya: “Kitab-kitabmu banyak
sekali tetapi airmu sedikit sekali”!!!
Al-Hafizh
As-Sakhowi menceritakan bahwa ada seseorang pernah datang kepada Al-Hafizh
Al-’Iraqi, memprotesnya tatkala beliau menghukumi suatu hadits dengan palsu
padahal hadits tersebut tercantumkan dalam kitab-kitab hadits!! Al-Hafizh
Al-’Iraqi akhirnya meminta kepadanya untuk menghadirkan kitab tersebut untuk
dikoreksi. Lelaki itupun pergi untuk mengambil kitabnya, ternyata kitab yang
dibawanya adalah kitab yang khusus mencantumkan hadits-hadits palsu yaitu
Al-Mau’dhu’at oleh Ibnul Jauzi.1
1.
Fathul
Mughits
1/294. Lihat pula Min Buthunil Kutub 1/17 oleh Yusuf al-’Atiq dan
Ma’alim fi Thoriq Tholabil Ilmi hlm. 179 oleh Abdul Aziz
As-Sadhan.
BEROBAT
DENGAN MEMBAKAR KITAB
Dalam
biografi Imam Ash-Shon’ani diceritakan bahwa suatu saat beliau pernah terkena
mencret, keluarganya telah berusaha mencarikan obat untuknya tetapi belum
membuahkan hasil. Tiba-tiba beliau diberi dua kitab yaitu Al-Insan Al-Kamil oleh
Abdul Qodir al-Jili dan Al-Madhmun Bihi Ala Ahlihi karya
Al-Ghozali.
Ash-Shon’ani
berkata: “Saya yakin kitab ini bukan karyanya tetapi dusta”. Lanjutnya:
“Kemudian saya menelaah dua kitab tersebut, ternyata saya mendapati kekufuran
yang amat nyata, maka saya perintahkan agar dua kitab tersebut dibakar lalu
apinya digunakan untuk membuat roti untukku. Beliaupun kemudian memakan roti
tersebut dengan niat kesembuhan. Setelah itu, beliau tidak pernah sakit
sedikitpun.1
1.
Kutub
Hadzaro Minha Ulama
1/45 oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman.
Ustadz Abu Ubaidah al-Atsari حفظه الله
Labels:
Renungan
Keine Kommentare: