10 FAEDAH seputar DAKWAH
:: Kaidah Penting ::
Al-Hafizh Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah رحمه الله berkata: "Mengingkari
kemungkaran memiliki empat tingkatan:
Pertama: Apabila kemungkaran tersebut hilang dan berganti
sebaliknya.
Kedua: Apabila mengecil sekalipun tidak hilang
seluruhnya.
Ketiga: Apabila berganti dengan kemungkaran
semisalnya.
Keempat: Apabila berganti kepada yang lebih parah
darinya.
Tingkatan pertama dan kedua disyari'atkan, tingkatan ketiga perlu
pertimbangan, dan tingkatan keempat hukumnya haram."
Lanjut beliau: "Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -semoga
Alloh menerangi kuburnya- berkata: Pada zaman pasukan Tatar, aku bersama para
kawanku pernah melewati orang-orang yang lagi asyik minum khomer. Seorang kawan
mengingkari mereka namun aku menegurnya seraya kukatakan kepadanya:
"Sesungguhnya Alloh mengharamkan khomer karena menghalangi manusia dari
mengingat Alloh dan mengingat sholat. Dan mereka, apabila minum khomer, maka
mereka tidak membunuh, menawan anak-anak, dan merampok harta; jadi biarkan saja
mereka." (I'lam Muwaqqi'in 4/339-340)
:: Adab Berdialog ::
Pernah dikatakan kepada Hatim al-Ashom:1 "Engkau adalah orang 'ajami (bukan
Arab), kamu juga tidak fashih, namun kamu selalu menang dalam berdebat, apa
rahasianya?!" Dia menjawab: "Saya memiliki tiga kunci dalam berdebat:
1. aku bergembira apabila lawanku benar
2. aku sedih bila dia salah,
3. dan aku menjaga diriku untuk tidak menyakitinya."
Tatkala ucapan ini sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله, beliau berkomentar:
"Subhanalloh! Alangkah cerdasnya orang ini!!" (al-Muntadham fi Tarikhi
Muluk wal Umam, Ibnul Jauzi, 11/254)
1.
Al-Ashom
adalah gelar yang artinya tuli. Konon ceritanya, ada seorang wanita bertanya
kepadanya tentang suatu permasalahan, namun secara tidak sengaja wanita itu
kentut bersuara sehingga si wanita merasa malu. Untuk menjaga perasaannya, Hatim
berpura-pura tidak mendengar seraya berkata: "Keraskanlah suaramu." Wanita itu
pun merasa senang karena dia menduga Hatim tidak mendengar suara kentutnya.
Setelah itu Hatim terus menjadi tuli. (al-Muntadhom
11/253)
:: Pujian dan Celaan ::
Imam Ibnu Hazm رحمه الله berkata: "Sebuah cara yang
paling manjur untuk mendapatkan ketenangan adalah mengabaikan omongan orang dan
memperhatikan ucapan Sang Pencipta alam. Barangsiapa yang menyangka bahwa
dirinya bisa selamat dari celaan manusia, maka dia telah
gila.
Seorang yang mencermati secara seksama -sekalipun ini pahit rasanya-
niscaya akan mengetahui bahwa celaan manusia kepadanya justru lebih baik
daripada pujian mereka, sebab pujian kalau memang benar maka bisa menyeretnya
lupa daratan dan menimbulkan penyakit 'ujub (bangga diri) yang akan
merusak keutamaannya, namun apabila pujian itu tidak benar dan dia bergembira
dengannya, maka berarti dia gembira dengan kedustaan. Sungguh ini kekurangan
yang sangat.
Adapun celaan manusia, kalau memang benar maka hal itu dapat
mengeremnya dari perbuatan yang tercela, dan ini sangat bagus, semuanya pasti
menginginkannya kecuali orang yang kurang akalnya. Namun apabila celaannya tidak
benar dan dia sabar, berarti dia mendapatkan keutamaan sabar, dan akan mengambil
pahala kebajikan orang yang mencelanya sehingga dia akan menuai pahala kelak di
hari kiamat hanya dengan perbuatan yang tidak memberatkan. Sungguh ini adalah
kesempatan berharga, semuanya pasti menginginkannya kecuali orang yang gila."
(Mudawah Nufus hal. 80-81)
:: Indahnya Cobaan ::
Imam adz-Dzahabi رحمه الله menceritakan dalam
Siyar A'lam Nubala 8/80-81 tentang cobaan yang menimpa Imam Malik bin
Anas رحمه الله karena suatu fatwanya, di
mana beliau dipanggil oleh pemimpin saat itu, lalu dilucuti bajunya, dicambuki,
dan ditarik tangannya hingga terlepas tulang bahunya, tetapi semua itu malah
menjadikan beliau setelah itu dalam ketinggian derajat. Imam adz-Dzahabi
رحمه الله berkomentar: "Demikianlah
buah cobaan yang terpuji, ia mengangkat derajat seorang hamba dalam hati
orang-orang yang beriman!!"
:: Jangan Tergesa-gesa!! ::
Hendaknya setiap juru dakwah saling menyayangi dan saling memaafkan
antara sesama. Bila ada suatu kabar miring tentang saudaranya, janganlah dia
tergesa-gesa menanggapinya. Hendaknya dia memeriksa kebenarannya terlebih
dahulu, karena betapa banyak kabar yang ternyata hanya sekedar gosip semata,
yang justru kerapkali meretakkan hubungan antara para juru dakwah!!! Rosululloh
صلى الله عليه وسلم bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا
سَمِعَ
"Cukuplah seseorang dianggap berdusta apabila dia menceritakan setiap
yang dia dengar." (HR. Muslim: 5)
Dahulu dikatakan:
وَمَا آفَةُ الأَخْـبَارِ إِلاَّ
رُوَاتُهَا
"Tidaklah ada kecacatan
sebuah kabar melainkan dari perowi-perowinya."1
Dan apabila berita tersebut memang benar, maka kedepankanlah
husnuzhon (baik sangka) kepada saudaramu dalam memahami ucapan atau
perbuatannya. Amirul Mu'minin Umar bin Khoththob رضي الله عنه berkata:
"Janganlah engkau menyangka jelek suatu kalimat yang keluar dari
saudaramu sesama muslim sedangkan engkau masih bisa mendapatkan ruang kebaikan
dalam memahaminya." (Dikeluarkan al-Mahamili dalam al-Amali:
460)
1.
Ghoyah
Nihayah
1 263, sebagaimana dalam an-Nazho'ir
Bakar Abu Zaid hal. 301.
:: Jangan Sedih ::
Saudaraku, janganlah engkau sedih hati dengan sedikitnya orang yang
menghadiri pengajianmu atau mendengarkan ceramahmu! Ingatlah selalu hadits Nabi
صلى الله عليه وسلم:
عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ
الرُّهَيْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ
مَعَهُ أَحَدٌ
“Dinampakkan kepadaku semua umat, lalu saya melihat ada seorang nabi
bersama tiga hingga sembilan pengikutnya, ada seorang nabi bersama satu atau dua
pengikut, dan ada seorang nabi yang tidak memiliki satu pun pengikut.”1 (HR. Bukhori: 5704, Muslim:
220)
Mahmud bin Syukri al-Alusi رحمه الله berkata: "Seorang alim
tidaklah berkurang kedudukannya hanya dikarenakan sedikitnya murid sebagaimana
nabi tidaklah berkurang kedudukannya dikarenakan sedikitnya pengikut."
(al-Misku wol ldzkhir hal. 198)
Sekalipun hanya beberapa orang yang ingin belajar kepadamu, maka
ajarilah mereka ilmu yang Alloh anugerahkan kepadamu, semoga Alloh
melipatgandakan pahala bagimu. Ingatlah selalu kisah-kisah para ulama sebelum
kita yang jauh lebih alim daripada kita.
Imam Malik رحمه الله berkata: "Aku mendatangi
Nafi' رحمه الله ketika usiaku masih kecil bersama seorang temanku, beliau pun turun
untuk mengajariku. Beliau duduk setelah Shubuh di masjid, namun tidak ada
seorang pun yang datang kepadanya." (Siyar A'lam Nubala
8/107)
Imam Atho' bin Robah رحمه الله, dia adalah seorang yang
paling dicintai manusia, namun yang hadir di majelisnya hanyalah delapan atau
sembilan orang saja." (Siyar A'lam Nubala 5/84, lihat Ma'alim fi
Tholabil Ilmi, Abdul Aziz as-Sadhan hal. 310)
1.
Syaikh
al-Albani
رحمه الله berkata: "Dalam hadits ini terdapat dalil
yang sangat jelas bahwa banyak dan sedikitnya pengikut bukanlah timbangan benar
atau salahnya seorang da'i." Lanjutnya: "Dalam hadits ini juga terdapat
pelajaran bagi para da'i dan mad'u (yang didakwahi), seorang da'i hendaknya
terus maju dalam kancah dakwah tanpa menghiraukan sedikitnya orang yang menerima
dakwahnya, karena kewajibannya hanyalah menyampaikan. Demikian pula bagi orang
yang didakwahi, hendaknya tidak sedih karena sedikitnya orang yang menerima
dakwah, atau meragukan dakwah yang benar, apalagi menolaknya hanya dengan alasan
sedikitnya pengikut (diiringi anggapan) seandainya dakwah yang benar tentu akan
diikuti banyak orang!!" (Lihat Silsilah ash-Shohihah
1/2/755-756)
:: Dakwah Dengan Tulisan ::
Imam Ibnul Jauzi رحمه الله berkata: "Saya memandang
bahwa manfaat menulis lebih banyak daripada manfaat mengajar, karena kalau
mengajar mungkin hanya kepada beberapa orang tertentu saja, sedangkan tulisan
dibaca dan diambil manfaat oleh sekian banyak orang yang tak terhitung
jumlahnya, bahkan mungkin oleh mereka yang kini belum lahir ke dunia. Bukti akan
hal ini bahwa manusia lebih banyak mengambil manfaat dari kitab-kitab para ulama
pendahulu daripada dari pelajaran guru-guru mereka.
Oleh karena itu, hendaklah orang yang dikaruniai Alloh ilmu
meluangkan waktunya dalam menulis karya yang bermanfaat, sebab tidak semua orang
yang membuat karya berarti bermanfaat, karena tujuan tulisan bukan hanya sekedar
mengumpulkan sana-sini, tetapi itu adalah anugerah yang Alloh berikan kepada
hamba pilihan-Nya sehingga dia mengumpulkan masalah yang berserakan dan
menjelaskan masalah yang masih rumit ... inilah tulisan yang bermanfaat.
Hendaknya menulis dilakukan di tengah-tengah umur, karena awal umur untuk
menuntut ilmu dan akhir umur sudah mengalami keletihan." (Shoidhul
Khothir hal. 386)
:: Cita-Cita Kita::
مُنَايَ مِنَ
الـــــــــــــــدُّنْـيَـــــــــــــــــــــــــا
عُلُــــــــــــــــــــــــوْمٌ
أَبُــــــــــــــــــــــــــــــثُّهَا
وَأَنْشُــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــرُهَا فِيْ
كُلِّ بَـــــــــــــــــــــــادٍ
وَحَــــــــــــاضِــــــــــــــرِ
دُعَا إِلَــــــــــــــــــــى الْقُـــــــــــــرْآنِ
وَالــــــــــــــــسُّـــــــــــــــــــــــــــــنّةِ
الَّتِيْ
تَنَاسَـــــــــــــــــــــــــى رِجَلٌ ذِكْرَهَا فِـي
الْــــــــــــــــــــــــــــمَحَاضِرِ
وَقَدْ
أَبْــــــــــــــــــــــــــــــدَلُـــــــــــــــــــــــوْهَا
بِــــــــــــــــــالْـــــــــــــجَرَائِدِ تَارَةْ
وَتِلْــــــــــــــــفَازُهُمْ رَأْسُ
الــــــــــــــــــــــــشُّــــــــــــرُوْرِ
الــــــــــــــمَنَاكِرِ
وَمِذْيَــــــــــــــــــــــــــــــــــاعُهُمْ
أَيْـــــــــــضًا فَلاَ تَنْــــــــــــــــسَ
شَــــــــــرَّهُ
فَكَمْ ضَاعَ مِنْ وَقْتٍ بِــــــــــــــــــــــهَا
بِالـخَـــــــــــــسَــــــــــــائِرِ
Cita-citaku di dunia adalah menyebarkan ilmu
ke pelosok desa dan kota
Mengajak manusia kepada al-Qur 'an dan Sunnah
yang kini banyak dilalaikan manusia.1
Mereka menggantinya dengan koran
dan televisi mereka sumber kerusakan dan
kemungkaran
Dan siaran mereka juga, jangan kamu lupakan
kejelekannya
Betapa banyak waktu hilang sia-sia karenanya.2
1.
Siyar
A'lam
Nubala 18/206.
Adz-Dzahabi رحمه الله berkomentar: "Syair Ibnu Hazm ini indah
sekali, sebagaimana engkau lihat sendiri."
2. Mawarid
Zhom'an (3/4),
dari Madarik Nazhor Abdul Malik ar-Jazairi (246).
:: Peran Dakwah Wanita ::
Dakwah bukan hanya tugas kaum lelaki saja, para saudari kita dari
kaum wanita juga memikul beban dakwah di pundak mereka dan hendaknya mereka
berperan dalam penyebaran dakwah sesuai medan dan kemampuannya. Hal ini telah
disadari dan diamalkan oleh para wanita salaf terdahulu.1 Kisah berikut bisa dijadikan sebagai
renungan:
Qotadah رحمه الله berkata: "Seusai Umar bin
Khoththob رضي الله عنه keluar dari masjid bersama
Jarud al-Abdi, tiba-tiba ada seorang wanita menunggu di jalan. Umar pun
mengucapkan salam kepadanya dan wanita itu pun menjawabnya, seraya mengatakan:
"Wahai Umar! Ingatlah masa lalumu, dulu di masa kecil engkau biasa dipanggil
Umair di pasar Ukadh, kamu suka berkelahi dengan anak-anak, lalu waktu berputar
sehingga engkau dipanggil Umar, kemudian waktu berputar sehingga kini engkau
dipanggil Amirul Mu'minin, maka bertaqwalah kepada Alloh dalam mengurusi rakyat,
dan ketahuilah bahwa seorang yang takut ancaman maka sesuatu yang jauh akan
menjadi dekat, dan barangsiapa yang takut mati maka dia akan takut ketinggalan."
Mendengarnya, Umar menangis, lalu al-Jarud berkata: "Wahai hamba
Alloh, engkau telah membuat Amirul Mu'minin menangis, alangkah beraninya
dirimu!" Umar رضي الله عنه berkata: "Apakah engkau
mengenalnya?!; Dia adalah Khoulah binti Hakim, istri Ubadah bin Shomith, yang
ucapannya didengar oleh Alloh dari atas langit-Nya, maka Umar pun lebih berhak
untuk mendengarkan ucapannya!!" (Tarikh Madinah
al-Munawwaroh,2 Umar bin
Syabbah3,
2/773)
1.
Lihat
buku al-Ijabah li
Irodi Ma Istadrokathu Sayyidah Aisyah 'ala Shohabah
oleh az-Zarkasyi dan buku Mas'uliyah Nisa' fil Amri
bil
Ma'ruf
wa
Nahyi anil Munkar
oleh DR. Fadhl Ilahi. Dalam dua buku ini banyak sekali disebutkan potret
kisah-kisah para wanita salaf dalam berdakwah dan menegakkan amar ma'ruf nahi
munkar.
2.
Demikian
judul kitab ini tercetak pada tahun 1403 H, namun penelitian menunjukkan bahwa
judul ini hanyalah dari penerbit, bukan dari penulis aslinya, judul kitab ini
yang benar adalah Akhbar Madinah sebagaimana disebutkan oleh para ulama
yang menukilnya seperti adz-Dzahabi dalam Siyar 12/371, Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari 1/571, dll. (Lihat pula Juz'
fi
Ziyaroh Nisa' lil
Qubur
oleh Syaikh Bakar Abu Zaid
رحمه الله hal. 9)
3.
Demikian
tanda harokatnya, dengan memfathah syin dan mentasydid ba ,
sebagaimana dalam Tahdzib Asma' wa Lughot 2/335 oleh Imam Nawawi
رحمه الله.
:: Dakwah Kepada Jin ::
Alloh berfirman:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron [3]: 104)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin رحمه الله berkata: "Firman-Nya:
'Mereka menyerukan kebaikan' mencakup kepada semua yang bisa ditujukan dakwah
kepadanya baik dari jenis manusia maupun jin. Oleh karena itu, objek dalam ayat
ini tidak disebutkan agar cakupannya umum." (Tafsir Surat Ali Imron
2/6)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata dalam Majmu'
Fatawa (19/40-43): "Kesimpulannya, apabila jin mengganggu manusia, maka
hendaknya dikabarkan pada mereka tentang hukum Alloh dan rosul-Nya, dan
ditegakkan hujjah dan amar ma'ruf nahi munkar pada mereka sebagaimana halnya
ditegakkan kepada manusia,1
karena Alloh berfirman:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإِنسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ
مِّنكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنذِرُونَكُمْ لِقَاء يَوْمِكُمْ
هَـذَا
“Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu
rosul-rosul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku
dan memberi peringatan terhadap pertemuanmu dengan hari ini?!” (QS. al-An'am
[6]: 130).[]
1.
Ibnu
Muflih رحمه الله berkata dalam al-Furu (1/607):
"Syaikhuna (Ibnu Taimiyyah رحمه الله) apabila didatangkan kepada beliau seorang
yang kesurupan, maka beliau menasehati jin yang mengganggunya, memerintah dan
melarangnya. Apabila jin tersebut mau meninggalkan orang yang kesurupan maka
beliau mengikat janji dengannya agar tidak kembali lagi. Dan apabila jin
bersikukuh tidak mau meninggalkannya, maka beliau memukulnya hingga keluar."
(Lihat pula Fathul Mannan fi Jam'i Kalami Syaikhil
Islam 'anil jan,
Masyhur bin Hasan Salman 2/482)
Ustadz Abu Ubaidah al-Atsari حفظه الله
Labels:
Fiqh
Keine Kommentare: