BAHAGIA DENGAN HUSNUL KHATIMAH, CELAKA DENGAN SU'UL KHATIMAH
"Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya". [HR Bukhari dan selainnya]
Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang
shalih sangat merisaukannya. Mereka melakukan amal shalih tanpa putus,
merendahkan diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap
istiqamah sampai meninggal. Mereka berusaha merealisasikan wasiat Allah
عزّوجلّ:
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri)". [QS. Ali Imran : 102]
Imam Muslim رحمه
الله meriwayatkan sebuah hadits dalam Shahih-nya, dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash رضي الله عنهما , dia
mengatakan:
"Saya mendengar Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya kalbu-kalbu keturunan Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah laksana satu hati, Allah membolak-balikannya sesuai kehendakNya,” kemudian beliau صلي الله عليه وسلم berdoa: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatanMu".
Itulah pentingnya kondisi tutup usia.
Sementara itu, kondisi seseorang pada detik-detik terakhir kehidupannya ini,
tergantung amal perbuatan pada masa lampau. Barangsiapa yang berbuat baik di
saat waktu dan usianya memungkinan, maka insya Allah akhir hidupnya baik. Dan
jika sebaliknya, maka sudah tentu kejelekan yang akan menimpanya. Allah tidak
akan pernah menzhaliminya, meskipun sedikit.
Mengingat pentingnya masalah ini dan keharusan
memperhatikannya, maka dengan memohon kepada Allah, tulisan ini kami angkat
untuk menjadi pengingat kita semua.
Husnul Khatimah
Husnul khatimah adalah akhirnya yang baik.
Yaitu seorang hamba, sebelum meninggal, ia diberi taufiq untuk menjauhi semua
yang dapat menyebakan kemurkaan Allah سبحانه و
تعالي. Dia bertaubat dari dosa dan maksiat, serta
semangat melakukan ketaatan dan perbuatan-perbuatan baik, hingga akhirnya ia
meninggal dalam kondisi ini.
Dalil yang menunjukan makna ini, yaitu hadits
shahih dari Anas bin Malik رضي الله عنه, ia berkata, Rasulullah صلي الله عليه
وسلم bersabda :
"Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah memanfaatkannya”. Para sahabat bertanya,”Bagaimana Allah akan memanfaatkannya?” Rasulullah menjawab,”Allah akan memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum dia meninggal.” [HR Imam Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan al Hakim dalam Mustadrak]
Husnul khatimah memiliki beberapa tanda, di
antaranya ada yang diketahui oleh hamba yang sedang sakaratul maut, dan ada pula
yang diketahui orang lain.
Tanda husnul khatimah, yang hanya diketahui
hamba yang mengalaminya, yaitu diterimanya kabar gembira saat sakaratul maut,
berupa ridha Allah sebagai anugerahNya. Allah سبحانه و
تعالي berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah," kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". [Fushilat : 30].
Kabar gembira ini diberikan saat sakaratul
maut, dalam kubur dan ketika dibangkitkan dari kubur. Sebagai dalilnya, yaitu
sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم :
"Barangsiapa yang suka bertemu Allah, maka Allahpun suka untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak suka bertemu Allah, maka Allah pun benci untuk bertemu dengannya”. ‘Aisyah bertanya,”Wahai Nabi Allah! Apakah (yang dimaksud) adalah benci kematian? Kita semua benci kematian?” Rasulullah menjawab,”Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang mukmin, apabila diberi kabar gembira tentang rahmat dan ridha Allah serta SurgaNya, maka ia akan suka bertemu Allah. Dan sesungguhnya, orang kafir, apabila diberi kabar tentang azab Allah dan kemurkaanNya, maka ia akan benci untuk bertemu Allah, dan Allahpun membenci bertemu dengannya”.
Mengenai makna hadits ini, al Imam al
Khatthabi mengatakan :
“Maksud dari kecintaan hamba untuk bertemu Allah, yaitu ia lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Karenanya, ia tidak senang tinggal terus-menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna kebencian adalah sebaliknya”.
Imam Nawawi berkata,
”Secara syari’at, kecintaan dan kebencian yang diperhitungkan adalah, saat sakaratul maut, saat taubat tidak diterima (lagi). Ketika itu, semuanya diperlihatkan bagi yang sedang naza’ (proses pengambilan nyawa), dan akan nampak baginya tempat kembalinya.”
Tanda-Tanda Husnul Khatimah
Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah
disimpulkan oleh para ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait.
Di sini kami bawakan sebagian tanda-tanda tersebut, di antaranya :
- Mengucapkan kalimat syahadat saat akan meninggal. Dalilnya adalah hadits riwayat al Hakim dan selainnya, bahwasannya Rasullullah صلي الله عليه وسلمbersabda : "Barangsiapa yang akhir ucapannya لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , maka ia masuk surga".
- Meninggal dengan kening berkeringat. Berdasarkan hadits riwayat Buraidah bin al Hashib رضي الله عنه, bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda : "Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening" [HR. Ahmad dan Tirmidzi]
- Meninggal pada malam Jum`at atau siangnya. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda : "Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum`at atau malam Jum`at, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur". [HR Ahmad dan Tirmidzi]
- Mati syahid di medan jihad di jalan Allah, atau mati saat menempuh perjalanan untuk peperangan di jalan Allah, mati karena tertimpa sakit tha’un (pes), atau mati karena tenggelam. Dalilnya adalah hadits riwayat Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bahwasanya beliau صلي الله عليه وسلم bersabda: “Siapakah orang yang syahid menurut kalian?” Para sahabat menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid”. Rasulullah bersabda,”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari umatku sedikit,” mereka bertanya,”Kalau begitu, siapa wahai Rasulullah?” Beliau n menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Orang yang mati di jalan Allah, maka ia syahid. Orang yang mati karena sakit tha’un, maka ia syahid. Barangsiapa yang mati karena sakit perut, maka ia syahid. Dan orang yang (mati) tenggelam adalah syahid”.
- Mati karena tertimpa reruntuhan. Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi صلي الله عليه وسلم, beliau bersabda: "Orang yang mati syahid ada lima, (yaitu) : orang yang (mati) terkena penyakit tha’un, sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang terkena reruntuhan dan orang yang syahid di jalan Allah".
- Tanda husnul khatimah, yang khusus bagi wanita, ialah meninggal saat nifas, ataupun meninggal saat sedang hamil. Dalilnya, hadits riwayat Imam Ahmad dan selainnya, dengan sanad yang shahih dari ‘Ubadah bin ash Shamit رضي الله عنه, bahwa Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم menyebutkan beberapa syuhada’, di antaranya : "Dan wanita yang dibunuh anaknya (karena melahirkan) masuk golongan syahid, dan anak itu akan menariknya dengan tali pusarnya ke Surga."
- Meninggal karena terbakar dan radang selaput dada. Sebagai dalilnya, Rasulullah صلي الله عليه وسلم pernah menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita radang selaput dada, yaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput yang ada di bagian dalam tulang-tulang rusuk. Adapun haditsnya diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya.
- Diantara dalil yang menjelaskan jenis kematian syahid yang lain adalah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan an Nasaa-i dan selain keduanya, bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, maka ia syahid. Dan barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid”.
- Meninggal karena sedang ribath (menjaga wilayah perbatasan) di jalan Allah Ta`ala. Berdasar hadits riwayat muslim dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda: "Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik daripada puasa beserta shalat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus mengalir, dan akan diberikan rizki baginya, dan ia terjaga dari fitnah".
- Meninggal dalam keadaan melakukan amal shalih. Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda : "Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah karena mencari wajah (pahala) Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surg. Barangsiapa berpuasa karena mencari wajah Allah kemudian amalnya diakhiri dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa bershadaqah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga. (HR Imam Ahmad dan selainnya)".
Demikian beberapa tanda husnul khatimah yang
telah disimpulkan dari berbagai nash. Syaikh Muhammad Nashirudin al Albani
رحمه الله mengingatkan hal
itu di dalam kitab beliau, Ahkamul Janaiz.
Akan tetapi, ketahuilah wahai
saudara-saudaraku, bahwa terlihatnya salah satu di antara tanda-tanda itu pada
satu mayit, bukan berarti dia pasti menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan,
itu sebagai pertanda baik baginya. Sebagaimana jika tanda-tanda itu tidak pada
satu mayit, maka janganlah divonis bahwa seseorang ini tidak baik. Semua ini
merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah عزّوجلّ.
Penyebab Husnul Khatimah
- Faktor terpenting, yaitu kontinyu melakukan ketaatan dan bertakwa kepada Allah. Intinya ialah merealisasikan tauhid, menjauhi hal-hal yang diharamkan, dan segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya. Tindakan yang paling diharamkan adalah syirik, baik syirik besar maupun syirik kecil. Allah عزّوجلّ berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar". [QS. An Nisaa`: 48].
- Hendaknya berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diwafatkan dalam keadaan beriman dan bertakwa.
- Hendaknya mengerahkan segala kemampuan dalam memperbaiki diri, secara lahir dan batinnya, niat dan maksudnya diarahkan untuk memperbaiki diri. Ketentuan Allah di alam ini telah berlaku. Allah memberikan taufik kepada orang yang mencari kebenaran. Allah akan mengokohkannya di atas al haq serta menutup amalnya dengan al haq itu.
Su`ul Khatimah
Su’ul khatimah (akhir yang buruk) adalah, meninggal dalam keadaan
berpaling dari Allah عزّوجلّ, berada di atas murkaNya serta meninggalkan kewajiban dari
Allah. Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir
kehidupan yang menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjauhkan kita darinya. Terkadang nampak pada sebagian orang yang
sedang sakaratul maut, tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti : menolak
mengucapkan syahadat, justru mengucapkan kata-kata jelek dan haram, serta
menampakkan kecendrungan padanya, dan lain sebagainya. Kami perlu menyebutkan sebagian contoh nyata
kejadian tersebut. Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qayyim
رحمه الله dalam kitabnya, al
Jawaabul Kaafi, bahwa ada seseorang saat sakaratul maut, dia diingatkan,
“Ucapkanlah : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ “ Lalu orang itu menjawab: “Apa gunanya bagiku. Aku pun tidak
pernah mengerjakan shalat karena Allah, meskipun sekali,”akhirnya ia pun tidak
mengucapkannya. Al Hafizh Rajab رحمه
الله dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, menukil dari salah satu
ulama, ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rawwad, beliau berkata:
“Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal ditalqin (diajari)
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ .
Akan tetapi, ia mengingkarinya pada akhir ucapannya. Kemudian Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bertanya kepadanya tentang orang
ini. Ternyata ia seorang pecandu khamr (minuman keras). Selanjutnya Syaikh
‘Abdul ‘Aziz berkata:
“Takutlah kalian terhadap perbuatan-perbuatan dosa, karena perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya”.
Hal serupa juga diceritakan oleh al Hafizh adz
Dzahabi رحمه الله, ada
seorang yang bergaul dengan pecandu khamr, maka saat ajal akan tiba, dan ada
seseorang yang datang untuk mengajarinya syahadat, ia malah mengatakan :
“Minumlah dan beri aku minum,” kemudian ia meninggal.
Al ‘Alamah Ibnul Qayyim رحمه الله bercerita mengenai seseorang yang diketahui gemar musik dan
mendendangkannya. Tatkala wafat menjemputnya, dia diingatkan, katakanlah
:لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ,
(tetapi) dia justru mulai mengigau dengan lagu sampai kemudian mati tanpa
mengucapkan kalimat tauhid.
Beliau رحمه
الله juga berkata: “Sebagian pedagang mengabarkan
kepadaku tentang karib-kerabatnya yang hampir meninggal, sementara mereka di
sisinya. Mereka mentalkinkan لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
, namun ia mengigau “ini murah, ini barang bagus, ini
begini dan begitu,” sampai ia meninggal dan tanpa bisa melafazhkan kalimat
tauhid”.
Berikut ini, kami bawakan keterangan Ibnul
Qayyim رحمه الله. Komentar
ini dibawakan setelah menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau رحمه الله berkata:
“Subhanallah, betapa banyak orang yang
menyaksikan ini mendapatkan pelajaran? Apabila seorang hamba, pada saat sadar,
kuat, serta memiliki kemampuan, dia bisa dikuasai setan, ditunggangi perbuatan
maksiat yang diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah
عزّوجلّ, menahan lisannya
dari dzikir, dan (begitu pula) anggota badannya dari mentaatiNya, lalu bagaimana
kiranya ketika kekuatannya melemah, hati dan jiwanya kacau karena sakitnya
naza’ (tercabutnya nyawa)
yang sedang dia alami? Sementara saat itu, setan mengerahkan seluruh kekuatan
dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya untuk mencuri kesempatan.
Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu, hadir setan yang terkuat, sementara
si hamba dalam kondisi paling lemah. Siapakah yang selamat?
Pada saat kondisi ini:
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki". [QS. Ibrahim : 27].
Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari
mengingat Allah, (selalu) memperturutkan nafsunya dan melampaui batas, bagaimana
mungkin diberi petunjuk agar husnul khatimah? Orang yang hatinya jauh dari Allah
عزّوجلّ, lalai dariNya,
mengagungkan nafsunya, menyerahkan kepada syahwatnya, lisannya kering dari
dzikir, serta anggota badannya terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat,
maka mustahil diberi petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul
khatimah).
Su`ul Khatimah Mempunyai Dua
Tingkatan
- Tingkatan terbesar dan terjelek.
Yaitu orang yang hatinya penuh dengan keraguan
dan penentangan saat sakaratul maut, kemudian ia mati dalam keadaan seperti ini.
Maka, hal ini akan menjadi penghalang antara dia dan Allah.
- Tingkatan yang lebih rendah.
Yaitu orang yang hatinya cenderung kepada
urusan dunia atau keinginan syahwatnya, lalu keinginan ini tergambar di dalam
hatinya saat sakaratul maut. Biasanya, seseorang meninggal dalam kondisi yang
biasa ia lakoni pada kehidupan nyatanya. Jika jelek, maka akhirnya juga jelek.
Semoga Allah melindungi kita dari keduanya.
Sebab-Sebab Su`ul Khatimah
Dari uraian ini, maka nampak jelas, bahwa
penyebab su’ul khatimah
adalah, lawan dari penyebab husnul khatimah yang telah disebutkan.
Penyebab utamanya adalah kerusakan aqidah. Di
antara penyebabnya juga adalah, rakus terhadap dunia, mencarinya dengan
cara-cara haram, berpaling dari jalan kebaikan, serta terus-menerus melakukan
perbuatan maksiat.
Penutup
Semoga Allah melindungi kita dari
su’ul khatimah. Seseorang
yang amalan lahirnya baik, serta batinnya juga senantiasa bersama Allah, jujur
dalam perkataan dan perbuatan, maka dia tidak akan mengalami su’ul khatimah. Sebaliknya, su’ul khatimah akan dialami oleh orang yang
aqidahnya rusak, amalan lahirnya pun rusak, berani melakukan dosa-dosa besar,
bahkan mungkin dia melakukan itu sampai ajal menjemput tanpa sempat
bertaubat.
Karena itu, selayaknya bagi orang yang berakal
agar mewaspadai ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan haram, dan
mengharuskan hati, lisan serta anggota badannya untuk mengingat Allah
عزّوجلّ dan tetap taat
kepada Allah سبحانه و تعالي
di manapun berada.
Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai
penutup amal kami. Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah
hari terbaik kami sebagai hari kami menjumpaiMu.
Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk
melaksanakan berbagai kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran.
Khalid bin 'Abdurrahman asy Syayi'
Labels:
Fiqh
Keine Kommentare: