Memulai Dakwah Dengan Tauhid Solusi Tepat Memperbaiki Ummat
“Sesungguhnya tidak ada seorang nabipun sebelumku melaikan wajib baginya 
untuk menunjukkan kebaikan yang dia ketahui kepada ummatnya dan memperingatkan 
mereka dari kejelekan yang dia ketahui.” (Riwayat 
Muslim di dalam Kitabul Imarah, Bab Wujubul Wafa’ bi Bai’atil Awal fal Awal no: 
1844 dan selainnya)
Maka para 
Nabi membawa setiap kebahagiaan dan perkara yang membahagiakan manusia, akan 
tetapi mereka memulai dari perkara yang terpenting, kemudian perkara penting 
berikutnya.
Barangsiapa 
memperhatikan Al Qur’an, niscaya dia akan melihat bahwa dakwah setiap Nabi 
memiliki kesamaan yang sangat erat dalam permasalahan pokok yang agung; 
diantaranya (kesamaan dalam masalah) tauhid, penetapan tentang kenabian, 
penetapan adanya hari kebangkitan dan pembalasan.
Namun inti 
tema dakwah mereka dan menjadi sebab pergolakan antara mereka dengan umatnya 
adalah tauhid, yaitu tauhidul ibadah (mengesakan ibadah hanya kepada Allah). 
Karena tidak akan engkau lihat di dalam Al Qur’an, pertentangan antara nabi 
dengan ummatnya dalam perkara Tauhid Rubiyyah (keyakinan bahwa hanya Allah 
sebagai pencipta, pemberi rezki dan pengatur alam semesta) dan Tauhid Asma’ wa 
Sifat. Tiada keraguan sedikitpun bahwa mereka mendustakan dan mengingkari hari 
kebangkitan, akan tetapi yang sangat mereka dustakan adalah dakwah kepada 
pemurnian agama hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Maka engkau lihat 
ini adalah dakwah seluruh para Nabi.
Sebagaimana 
Allah terangkan dalam kitab-Nya, perkara yang didahulukan oleh para Nabi adalah 
memperbaiki Tauhid, memperbaiki kekurangan pada Tauhidul Ibadah. Karena yang 
dilakukan pertamakali oleh Syaitan ketika merencanakan tipu dayanya kepada bani 
Adam –setelah dia mengatur tipu dayanya kepada Adam dengan menjerumuskannya 
memakan buah pohon (di surga)- adalah tipu daya dalam perkara Tauhidul 
Ibadah.
Dikala 
syetan membujuk kaum Nuh ‘alaihissalam agar menggantungkan gambar 
orang-orang shaleh dan membuat patung-patung mereka, maka merekapun 
melakukannya. Tatkala generasi (pertama) yang mengenal orang-orang shaleh itu 
teah tiada, syetan datang kepada mereka pada kesempatan yang lain seraya 
berkata: “Tidaklah ditancapkan patung orang-orang shaleh ini melainkan untuk 
diibadahi.”
Nuh 
‘alaihissalam senantiasa mendakwahi kaumnya selama 950 tahun, sebagaimana Allah 
kisahkan dalam kitab-Nya yang mulia. Jadilah kaum Nuh sebagai kaum yang jelek, 
paling dhalim dan paling melempaui batas. Nuh ‘alaihissalam mendakwahi kaumnya 
selama 950 tahun namun tidaklah beriman kepadanya kecuali sedikit. Berapa banyak 
generasi dan abad yang telah dilalui oleh Nuh? Sembilan ratus lima puluh tahun. 
Toh demikian tidaklah menambah mereka kecuali penentangan dan 
kesombongan. Maka Nuh mendoakan kejelekan, sehingga Allah Tabaraka wa 
Ta’ala membinasakan mereka. Dan Allah mengeluarkan dari anak cucu Nuh, 
berupa anak cucu yang tunduk kepada Allah. Namun syetan menyambar mereka dengan 
sangat cepat, kemudian menjerumus-kan mereka ke dalam lumpur kesyirikan terhadap 
Allah ‘azza wa jalla.
Demikianlah. Setiapkali datang seorang Nabi, yang dengan diutusnya Nabi 
tersebut Allah selamatkan Bani Adam, maka tidaklah waktu berlalu sebentar saja 
kecuali syetan akan datang dan mengelabui dengan tipudaya seperti yang dilakukan 
terdadap kaum Nuh. Syetan akan senantiasa melancarkan tipudaya ini sampai hari 
kiamat.
Maka 
sepantasnya bagi siapapun yang siap berdakwah kepada Allah ‘azza wa jalla agar 
menjadikan dakwahnya seperti dakwahnya para Nabi ‘alaihimussalatu wassalam 
disaat menghadapi berbagai tipudaya syetan terhadap bani Adam ini, yaitu dengan 
caranya para Rasul. Hadapilah beragam tipudaya ini dengan mengawalinya melalui 
perbaikan Tauhid Masyarakat, baik masyarakat Islam atau non Islam, karena telah 
terdapat penyelewengan yang sangat jauh dalam perkara (tauhid) 
ini.
Da’i yang 
ikhlas, yang ingin menelusuri jejak para Nabi dan ingin memperbaiki keadaan umat 
dengan perbaikan yang benar, yang pertama harus dia obati adalah penyelewengan 
dalam perkara tauhid. Apabila engkau melihat seorang da’i berjalan di atas 
petunjuk dan bimbingan. Dan apabila engkau melihat ada seorang da’i berbelok ke 
kanan, ke politik, atau ke yang lainnya, maka tidak ragu bahwa orang ini berada 
dalam kebimbangan. Tidak ragu lagi, dia melenceng dari dakwah yang disyariatkan 
dan diwajibkan oleh Allah terhadap seluruh Nabi, mulai Nabi yang pertama hingga 
Nabi yang terakhir. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Sungguh 
Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rasul (agar menyerukan:) 
beribadahlah kepada Allah dan Jauhilah Thagut.” (An Nahl: 
36)
Apakah yang 
dimaksud dengan thagut di ayat ini? Karena saat ini ada yang memaknakan thogut 
pada ayat ini berbeda dengan makna thogut yang dimaukan oleh Al 
Qur’an.
“Jauhilah 
togut” adalah: (Jauhilah) peribadahan kepada berhala-berhala dan jauhilah 
perbuatan syirik kepada Allah ‘azza wa jalla.
Maka 
perbaikilah (ummat ini) dengan menghancurkan toghut-toghut dalam jiwa manusia. 
Setelah abik aqidah ummat manusia, maka akan baik sisi kehidupan mereka. Jika 
seseorang ridho Allah sebagai Rabb dan sesembahannya yang benar, dan tidak ada 
sesembahan yang bernar kecuali Dia, niscaya dia tidak akan tunduk kepada 
undang-undang timur dan barat selama-lamanya, karena ia ridho Allah sebagai 
Rabbnya, Islam sebagai agamanya. Sehinga ia akan membuang undang-undang dan 
peraturan-peraturan buatan manusia.
Adapun 
kalau engkau mengawali (perbaikan Ummat) dengan hanya memperbaiki masalah 
politik dan menyibukkan pemuda dengan masalah seperti ini, berarti engkau 
menutupkan tabir terhadap dakwah para Nabi. Ini merupakan kesalahan yang fatal 
yang menimpa para da’i. Yang segera mereka dapatkan –disebabkan dakwah yang 
seperti ini- adalah dampak negatif. Bukanlah aku orang yang- demi Allah- lebih 
tahu, lebih sayang, dan lebih cemburu dibandingkan Allah dan Rasul-Nya 
‘alaihishshalatu wassalam dari apa yang aku kira.
Jalan untuk 
perbaikan ummat merupakan perkara yang sangat jelas. Ummat disetiap zaman dan 
ummat Islam dari abad ke abad membutuhkan perbaikan akidah, karena kerusakan 
pada masalah aqidah merayap kedalam tubuh kaum muslimin di setiap abad, baik 
dalam tauhid asma’ wa sifat –yang aku kira ummat-ummat sebelumnya tidak 
menyeleweng- maupun dalam hal tauhid ibadah. Apabila engkau berjalan 
mengelilingi negara-negara di dunia, negara manapun yang engkau jumpai, niscaya 
engkau akan melihat penyelewengan aqidah mereka dan melihat amalan-amalan mereka 
di sekeliling kuburan. Yang mana mereka seharusnya malu terhadap Yahudi, Nashara 
dan para penyembah patung.
Kenapa kita 
berpura-pura bodoh terhadap perkara ini semua, dan pergi mendidik para pemuda 
dengan pendidikan politik saja. Sedangkan kesyirikan di hadapan mereka. 
Kesyirikan yang diperangi para nabi, yang telah menghabiskan masa hidup mereka 
demi memerangi kesyirikan. Dan Allah membinasakan banyak ummat adalah karena 
(ummat tersebut) menyelisihi para nabi dalam masalah ini, bukan karena masalah 
politik atau yang lainnya. Allah membinasakan mereka karena menyelisihi para 
nabi dalam masalah ini.
Wahai para 
pemuda Islam, janganlah sampai kalian tertipu dengan roti politik, ambisi dan 
penggodanya. Hendaklah kalian memegang teguh manhaj/metode para 
nabi.
Sehingga 
engkau akan melihat, siapa saja yang memperbaiki (ummat) dengan jujur dan 
ikhlas, serta mengetahui Islam dengan sebenarnya, maka dia akan mengawali 
pengobatannya pada perkara (tauhid) ini.
Contohnya 
Ibnu Taimiyah, ia datang dalam keadaan lumpur khurafat dan kebid’ahan-kebid’ahan 
sudah mengendap di tengah-tengah ummat Islam, baik masyarakatnya maupun 
pemerintahnya. Maka beliau mengobati berbagai penyelewengan yang barupa 
kesyirikan (dalam ibadah) dan penyelewengan dalam masalah Asma’ dan sifat. 
Datang pula Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah tokoh dan mujaddid 
sejati kedua setelah Ibnu Taimiyah. Beliau memulai berdakwah seperti yang 
dilakukan para Nabi dan orang-orang yang melakukan 
perbaikan.
Sedangkan 
orang-orang yang membawa berbagai macam bendera dakwah ini (politik dan 
sebagainya), dan tidak komitmen serta tidak mengetahui perkara tauhid, tidak 
mengetahui bahaya syirik serta tidak mengetahui dengan jelas seluruh perkara 
ini, mereka mendidik dalam lingkungan yang tidak disirami aqidah. Mereka 
mendapati pergolakan politik yang terjadi antar partai, sehingga mereka 
membentuk partai-partai (baru) yang membawa misi-misi Islam (namun) tidak 
mengenal dakwah para nabi. Maka mereka datang seraya menerapkan politik mereka 
kepada para pemuda negeri tauhid (Saudi Arabia) dalam keadaan para pemudanya 
tidak mengetahui tauhid dan bahaya syirik. Sangat disayangkan dakwah mereka yang 
menyelisihi manhaj para nabi ‘alaihimushshalatu wassalam tersebar di negeri 
tauhid.
Demi Allah 
ini adalah perang pemikiran terhadap markas anak-anak tauhid. Sudah sekian tahun 
kita berusaha memberantasnya, agar keadaan kembali seperti semula. Akan tetapi 
para pemuda tertipu –sangat disayangkan- mereka terikat dengan orang-orang yang 
membawa lari mereka ketampat yang jauh dari kedudukan para Rasul 
‘alaihimushshalatu wassalam, serta kedudukan orang-orang yang melakukan 
perbaikan. Wajib atas para pemuda untuk sadar dan mengatahui pentingnya 
tauhid.
Demi Allah 
kami tidak melihat adanya wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas 
diri) pada mayoritas para pemuda di atas tauhid. Engkau akan dapati mayoritas 
pemuda berloyalitas kepada para pemuja kuburan dan musuh tauhid serta yang 
memerangi para pembawa bendera tauhid dan putra-putra tauhid. Orang-orang bodoh 
itu tidak mengerti tentang tauhidullah dan dakwah para nabi, serta tidak 
mengetahui kedudukan dakwah ini. Tatkala ingris mendirikan partai-partai di 
negeri barat dan negeri-negeri kaum muslimin, barupa partai ba’ts, komunis, 
sosialis dan sebagainya. Maka berkatalah mereka para “Politikus 
Islam”: “Kita harus membentuk partai-partai politik.” Dan mereka 
masuk ke pergolakan antar parpol dan pemerintah. Seluruhnya berkisar pergolakan 
politik, sedangkan Islam, Islam dan Islam hanya sebagai simbol saja. Mereka 
mendapati sekulerisme, komunisme, ba’tsi terpampang di negeri-negeri Islam, 
sehingga mereka mengatakan: “Kita mengangkat syiar-syiar Islam,” maka merekapun 
mengangkat syiar-syiar Islam namun kosong isinya. Demi Allah kosong dan mati, 
karena kosong dari perhatian terhadap tauhid serta permusuhan terhadap 
syirik.
Maka engkau 
akan melihat sumber-sumber dakwah seperti ini, yang memerangi negeri ini, 
terlumuri oleh syirik dan tidak menghasilkan perubahan sedikitpun di 
negeri-negeri arab. Sampai hari-hari ini telah mati pentolan-pentolan pencetus 
dakwah semacam ini, di atas khurafat dan kebid’ahan. Bahkan mereka pergi ke 
kuburan-kuburan dengan mempersembahkan nadzar-nadzar, bunga-bunga dan ruku’ 
kepada kuburan-kuburan ini. Syirik menurut mereka tidak berbahaya 
selama-lamanya, tauhid tidak ada nilainya, bahkan memandang bahwa tauhid memecah 
belah ummat. Kenapa putra-putri tauhid tidak memikirkan tipu daya dan petaka 
ini, yang membuat mereka bercerai-berai, bertikai, dan tercabik-cabik karena 
dakwah yang kosong (palsu) ini.
“Dan 
tidaklah Kami untus seorang Rasulpun sebelum engkau, melainkan Kami wahyukan 
kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Aku. Maka 
ibadahilah Aku.” (Al 
Anbiya: 25)
La ilaha 
illallah menurut 
pengertian mereka adalah La Hakima illallah (Tidak ada hakim kecuali 
Allah). Perkara yang paling khusus dari kekhususan Uluhiyyah (menurut mereka) 
adalah tidak ada hakim kecuali Allah. Tafsir semodel ini akan membuatmu 
memandang kesyrikan di depanmu seakan engkau tidak melihat apa-apa. Syirik yang 
diperangi para Rasul akan dianggap sepele. Tafsir seperti ini adalah 
penyimpangan terhadap makna La ilaha illallah.
Kemudian 
dalam rangka tipu daya, mereka membagi tauhid menjadi empat (Tauhid Rububiyyah, 
Asma wa Sifat, Uluhiyyah, ditambah satu dengan Tauhid Hakimiyyah). Setelah 
beberapa hari berjalan, mereka menyelundupkan makna-makna yang mendasar terhadap 
La ilaha ilallah berupa tauhid Hakimiyyah. Pahamilah tipudaya-tipudaya 
politik!
La ilaha 
illallah maknanya adalah La ma’buda bihaqqin illallah (Tidak ada sesembahan yang 
benar kecuali Allah). Apa saja 
ibadah itu? (Diantaranya ialah) sholat, puasa, zakat, haji, menyembelih kurban, 
nadzar, tawakkal, pengharapan, cinta, takut (dari adzab Allah). Ini semua hanya 
dipersembahkan kehadirat Allah. Tidak boleh diperuntukkan kepada 
selain-Nya.
Adapun 
tidak ada hakim kecuali Allah, maka ini tidak masuk ke dalam makna la ilaha 
illallah selama-lamanya. Karena makna La ilaha illallah adalah tidak 
ada sesembahan yang benar kecuali Allah. ‘Abid dan ma’bud, Allah 
sebagai ma’bud (Yang diibadahi), sedangkan para mahluk adalah ‘abid 
(yang beribadah).
Ibadah 
adalah perbuatan para mahluk. Pahamilah ini!! Ibadah adalah perbuatan para 
mahluk untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dia ruku’, sujud, tunduk, menangis, 
bertawakkal, mengharap dan takut. Ini semua adalah sifat-sifat dan perbuatan 
para mahluk, bukan sifat Al Kholiq (Pencipta), Allah Maha Tinggi dari yang 
demikian itu. Maka jika kita mengatatakan: tidak ada hakim kecuali Allah, 
berarti sama maknanya dengan: Tidak ada yang menyembah kecuali Allah (La ‘abida 
illallah). Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari yang demikian itu. Pahamilah, 
ini adalah penafsiran yang bathil. Yang menjungkir balikkan kaum muslimin adalah 
tafsiran-tafsiran rusak terhadap La Ilaha Illallah. Demi Allah, kaum muslimin 
terjungkir balik dengan adanya tafsiran-tafsiran bathil dari kalangan ahlul 
kalam, filsafat dan selain mereka.
Mereka 
mengatakan La ilaha Illallah maknanya adalah La Kholika Illallah, La 
Raziqa Illallah, La Muhyi Illallah La Mumita Illallah: “Tidak ada Yang 
menciptakan kecuali Allah, Tidak ada pemberi Rezeki kecuali Allah, Tidak ada 
yang menghidupkan kecuali Allah, Tidak ada Yang Mematikan kecuali Allah.” Engkau 
akan lihat (orang yang menafsirkan La Ilaha Illallah dengan tafsiran 
salah tadi) dia menyembah kuburan, menyembelih kurban, nadzar dan sujud 
kepadanya. Dia akan berdalih:
“Wahai 
saudaraku, aku tidak menyembahnya. Aku tidak meyakini bahwa dia bisa menolak 
madhorot dan mendatangkan manfaat, karena yang menolak madhorot dan memberi 
manfaat adalah Allah. Aku tidak mengatakan bahwa ia Pencipta, karena aku yakin 
bahwa Pencipta adalah Allah.”
Akan tetapi 
dia tidak paham bahwa perbuatan-perbuatan yang dia lakukan untuk takarrub/ 
mendekatkan diri kepada orang-orang mati adalah ibadah. Amalan-amalan orang itu 
menafikan La Ilaha Illallah. Mereka memahami La Ilaha Illallah 
dengan pemahaman yang jelek, salah dan sangat jauh dari inti makna La Ilaha 
Illallah yang diemban oleh para Nabi. Sehingga mereka menyembelih 
dipersembahkan kepada selain Allah, nadzar dan istighotsah kepada selain Allah, 
serta mereka terjerumus di berbagai bentuk-bentuk kesyirikan, karena apa? Karena 
kebodohan mereka terhadap makna La Ilaha Illallah.
Lalu ketika 
datang perpolitikan –di masa sekarang ini- digabungkanlah makna yang baru (yakni 
La Ilaha Illallah) kepada tafsiran-tafsiran yang rusak diatas, maka 
manusia bertambah binasa.
Demi Allah, 
seandainya bukan karena sebab sisa-sisa kekuatan dakwah Al Imam Muhammad bin 
Abdul Wahhab dan manhaj Salafy –di negeri ini- niscaya sekarang engkau akan 
melihat penduduk negeri ini sujud kepada kuburan-kuburan. Akan tetapi inilah 
yang menjaga mereka. Namun sewaktu-waktu –jika tidak dipertahankan perkara ini- 
bisa berbahaya. Masalah ini bukan perkara remeh, sehingga kita dapat tidur, dan 
membiarkan orang-orang mempermainkan akal-akal para pemuda, lalu berbasa-basi 
serta mendiamkan mereka. Akan tetapi hendaknya kita memerangi dan memblokir 
penyelewengan politik ini yang digunakan untuk menghancurkan negeri ini, negeri 
tauhid.
Muhammad 
bin Abdul Wahhab, saudara-saudaranya, putra-putranya dan pembelanya telah 
mengorbankan segala apa yang mereka punyai untuk memperbaiki makna La ilaha 
illallah. Maka datanglah politik jahiliyyah ini hendak menghapus pengorbanan 
besar ini dan ingin meletakkan penggantinya dengan makna-makna politis dari 
orang-orang yang tidak mengenal dakwah para nabi, bahkan memerangi, merendahkan 
kedudukannya dan memalingkan manusia dari dakwah para nabi ini. Karena memang 
para politikus adalah para khurafiyun (ahli khurafat) dan kuburiyun (penyembah 
kuburan). Para politikus yang meletakkan perkara-perkara ini mayoritasnya adalah 
para kubury dan khurafy musuh-musuh dakwah Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. 
Karena itulah mereka membuat aliran-aliran yang berbahaya untuk melenyapkan 
dakwah ini.
Demi Allah 
mereka telah mengikat anak-anak negeri ini, dan telah mengerahkan kesungguhan 
serta makar yang tidak pernah mereka kerahkan sebelumnya diseluruh belahan dunia 
manapun. Engkau dapati anak-anak negeri ini menebarkan dakwah-dakwah ini ke 
seluruh alam dan mempersiapkan harta-harta untuk itu. Seandainya diperuntukkan 
di jalan Allah, niscaya akan berubah keadaan mayoritas para 
khurafiyin.
Demi Allah, 
seandainya tidak ada perang makar ini, niscaya engkau akan melihat alam islami 
berbeda keadaannya dengan keadaan dimana mereka hidup sekarang ini, berupa 
kerendahan dan kelemahan. Karena menusia lebih dahulu mengenal dakwah Imam 
Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.
Orang-orang 
sunny, Rafhidhah dan ahlud dholal lainnya telah membuat makar terhadap Muhammad 
bin Abdul Wahhab. Daulah (pemerintahan) barat dan timur telah membuat makar 
terhadap dakwah Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. Tidaklah mustahil, pada 
orang-orang yang memerangi negeri ini telah ada kesepakatan untuk memerangi 
dakwah ini. Kesepakatan politik Brithonia (ingris) Musuh besar dakwah 
tauhid ini. Di India dan Pakistan, mereka perangi dakwah ini lebih dari 100 
tahun. Tidak pernah mereka memerangi dakwah manapun semisal perang yang 
dilancarkan kepada dakwah ini.
Oleh karena 
itu engkau lihat, tokoh-tokoh dakwah politik tidak ada tempat bernaung kecuali 
di Ingris, saling membantu memerangi negeri tauhid ini. Ingris menaungi mereka 
karena prinsip-prinsip politik mereka ini dan mereka mentertawakan anak-anak 
kita dan memperdagangkan dakwah-dakwah penuh dosa yang memerangi dakwah tauhid. 
Aliran-aliran dan tipu daya ini nyaris menyirnakan dakwah 
tauhid.
Demi Allah 
yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali Dia. Sungguh aku pernah berziarah 
ke Yaman 14 atau 14 tahun sebelum ini. Dinukilkan kepadaku dari salah seorang 
yang memerangi (dakwah ini) dia berkata:
“Sungguh 
aku telah melumatkan dakwah salafiyyah di tempat yang paling dalam di dalam 
rumahnya.”
Demikian 
mereka datang untuk melumatkan dakwah salafiyyah di dalam rumahnya, dan dia 
memandang bahwa mereka telah berhasil untuk melaksanakan target 
mereka.
Wahai 
anak-anak tauhid! Jangan sampai orang-orang khufafy dan kubury mentertawakan 
kalian. Demi Allah seandainya mereka mengimani tauhid dan mengimani dakwah para 
nabi dan mengetahuinya dengan sebenar-benarnya, niscaya mereka tidak memulai 
(dalam dakwah) melainkan tauhid dan memulai memperbaiki penduduknya. Karena 
sangat banyak sekali dari para penduduk yang tenggelam dalam kesyirikan dan 
kebid’ahan, dan mereka saling menopang untuk menguatkan dan mengokohkan 
khurafat-khurafat ini.
Pergilah ke 
Mesir, negeri cikal bakal dakwah Ikhwanul Muslimin. Pergilah bertepatan dengan 
hari raya Al Badawi, niscaya engkau akan lihat pimpinan-pimpinan Ikhwanul 
Muslimin ikut serta pada perayaan-perayaan syirik ini yang orang-orang yahudi 
sudah bosan dengan acara-acara itu. Pergilah ke Pakistan sumber dakwahnya 
Maududi, niscaya engkau akan lihat petaka dan berbagai bentuk kesyirikan dari 
kalangan pengagung berhala khurafiyin dan kuburiyin dan selain mereka. Engkau 
tidak akan lihat dakwah Maududi menggerakkan orang yang diam untuk memberantas 
kekufuran dan kesyirikan ini. Dan ia hanya –Barakallahu fik- menyibukkan manusia 
dengan politik.
Kemudian 
politik semacam ini membuat mereka saling berkoalisi dengan para komunis. 
Bersaudara dengan Rafidhah dan golongan-golongan syirik demi mencapai 
target-target politik mereka. Belum juga kita sadar, telah lewat di hadapan kita 
teriakan-teriakan, dakwah-dakwah dan peringatan-peringatan, namun hal itu tidak 
menambahn mayoritas kita melainkan kesombongan dan lari karena bangga dengan 
khurafat dan kebathilan yang dipunyai orang-orang ini.
Bacalah 
tafsiran-tafsiran mereka terhadap Li ilaha illallah, dengan makna “Tidak ada 
pencipta, tidak ada pemberi rezeki, tidak ada yang wujud, tidak ada yang 
menerangkan dan tidak ada yang menetapkan dan menambahkan, tidak ada yang 
behukum kecuali Allah.” Sehingga bertambah jauhlah manusia dari mentauhidkan 
Allah dan dari dakwah para Nabi ‘alaihimushshalatu wassalam. Oleh sebab itulah 
mereka meremehkan tauhid dan setengah jam untuk mempelajari tauhid, 10 menit 
cukup untuk Tauhid. Semua ini memalingkan manusia dari Tauhid dan menganggap 
enteng bahkan merendahkannya. Permainan apa ini? Da’i besar yang menyeru kepada 
kesesatan dan penyelewengan politik ini mereka juluki da’i dakwah para 
nabi. Dan Allah mensucikan mereka (para nabi) dari sangkaan mereka. 
Sedangkan da’i tauhid mereka juluki para budak dan jasus (intel). Subhanallah! 
Para da’i Tauhid mereka juluki dengan pembantu dan jasus?!
Tuduhan-tuduhan ini muncul dari para komunis dan sekuleris di 
negeri-negeri lain pada masa penjajahan Ingris dan mereka tularkan ke 
negeri-negeri tauhid sampai ke para Ulama Tauhid. Maka para Ulama Tauhid 
(menurut mereka0 sebagai para Jasus (intel) dan para buruh. Dan pemerintahnya 
adalah kafir. Pemerintahan Islam yang menerapkan Kitabullah dan Sunnah Ar Rasul 
shallallahu’alaihi wa sallam mereka anggap kafir dan dibidik dari setiap tempat. 
Seandainya Saddam, Khumaini dan Musuh apapun datang untuk memerangi negeri ini, 
niscaya mereka berdiri disampingnya. Kenapa? Karena mereka bodoh tentang Tauhid, 
masakin (orang-orang yang perlu dikasihani)! Mereka tidak mengenal 
kedudukan Tauhid.
Ya Akhi 
(wahai saudaraku)! Tauhid yang dipelajari di SD, SMP, SMA dan Universitasmu 
adalah nikmat yang agung. Ya Akhi, saat ini yang seperti itu (kecuali disini) tidak didapati di seluruh dunia dan juga penghormatan terhadap para Ulama 
Tauhid. Ya Akhi apa yang engkau inginkan? Ya akhi, demi Allah ada 
kesalahan-kesalahan penguasa negeri ini maka benarkanlah dengan lemah 
lembut.
Adapun 
kalau engkau anggap mereka kafir lantas memerangi mereka. Sedangkan orang 
(ulama) yang menasehati mereka (para penguasa) dan berhubungan dengan mereka 
engkau anggap sebagai buruh dan intel. Ya Allah! Ini adalah kebinasaan demi Rabb 
langit. Demi Allah ini adalah tipu daya para musuh Allah. Mereka ambil anak-anak 
ingusan yang masih di gendongan para ibu mereka, kemudian menanamkan 
pemikiran-pemikiran jelek dan kotor yang meremehkan tauhid dan orang-orangnya. 
Demi Allah, sesungguhnya kami tahu bahwa mereka yang memerangi (negeri ini) 
mendatangkan seorang yang miskin (dunia dan akhertnya) ini dari rusia, pertama 
kali yangmereka ajarkan kepadanya adalah mencela ulama dan mengkafirkan 
pemerintahan negeri ini. Dia (seorang miskin ini) datang dalam keadaan tidak 
mengetahui Tauhid, pokok-pokok Islam dan tidak pula cabang-cabangnya. Awal mula 
yang mereka ajarkan adalah menanamkan kebencian terhadap akidah tauhid dan 
orang-orangnya. Semua ini tipudaya. Sekarang, siapakah yang memahami ucapan ini? 
Di sana ada orang-orang yang tidak memahami ucapan ini. Wahai saudara-saudaraku, 
pelajarilah dan perhatikanlah dakwah para nabi, pelajarilah Al 
Qur’an.
Aku 
mencukupkan sekian dalam pembahasan tauhidul ibadah. Aku menginginkan kalian 
untuk membaca AL Qur’an. Al Qur’an penuh berisi pengagungan terhadap Allah ‘azza 
wa jalla. Seluruh pengagungan ini membimbingmu untuk beribadah hanya kepada 
Allah, membimbingmu untuk mengerti makna La ilaha illallah dengan 
sebenar-benarnya sehingga engkau akan memuliakannya.
Ayat-ayat 
Al Qur’an ini dan ayat-ayat-Nya yang kauni (yaitu berupa para makhluk) 
dibawakan Allah untuk menerangkan kemuliaan dan keagungan-Nya. Seluruh ayat itu 
bertujuan agar engkau mengibadahi-Nya dengan Tauhid Ibadah (memurnikan 
Ibadah. Seluruh dalil-dalil dan bukti-bukti ini adalah bantahan bagi orang yang 
melenceng dari Tauhidul Ibadah. Inilah dalil-dalil dan bukti-buktinya, bacalah 
firman Allah ‘azza wa jalla:
“Wahai 
manusia Ibadahilah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang 
sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (Al 
Baqarah: 21)
Kemudian 
Dia membawakan dalil-dalil untuk menerangkan bahwasanya Allah adalah 
satu-satunya sesembahan Yang Haq, yang mengharuskanmu untuk mengibadahinya saja. 
Dia membawakan dalil-dalil dan menerangkan bahwasanya Dialah yang mencurahkan 
nikmat-nikmat kepadamu dan kepada manusia.
(“Ibadahilah Rabb kalian yang telah menciptakan 
kalian”).
Dialah yang 
menciptakanmu dari air mani kemudian dari ‘alaqah, lantas memberikanmu 
pendengaran dan penglihatan serta akal.
(“Yang 
telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian 
bertaqwa.”)
(“Yang 
telah menjadikan bagi kalian bumi sebagai hamparan.”
Ya 
Allah!
“Dan langit 
sebagai atap dan menurunkan dari langit air, maka keluarlah dengan air itu 
berbagai buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian, maka janganlah kalian 
menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu dalam keadaan kalian mengetahui (itu 
semua).” (Al 
Baqarah: 22)
Demi Allah 
seandainya engkau sodorkan ayat ini kepada mereka –orang-orang kafir-, niscaya 
mereka akan mengatakan kepadamu, “Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha 
Pencipta dan Pemberi Rezeki.” Semua orang memahami ucapan ini, akan tetapi 
mayoritas mereka menentang dan enggan untuk berpegang teguh terhadap tauhidul 
ibadah, yang dengannya diutus seluruh para Nabi. “Dan Kami turunkan dari 
langit air, maka keluarlah dengan air itu berbagai macam buah-buahan sebagai 
rezeki bagi kalian.” Berapa banyak nikmat dengan sebab turunnya air hujan, 
biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan, yang engkau hidup dan berlalu 
dengan menikmatinya, lalu engkau pergi menyembah 
selain-Nya.
Sekarang 
seorang muslim hidup di tengah berbagai kenikmatan ini, namun dia mendatangi dan 
tunduk kepada badawi dan menjadikannya sebagai sekutu bagi Allah, kepada Rifa’i, 
‘Abdul Qadir, Si Fulan dan Si Fulan. Engkau dapati dia terjerumus kepada syirik 
dalam ibadah dan Rububiyyah sehingga meyakini bahwa para wali mengetahui perkara 
ghaib dan mempunyai pengaruh terhadap alam semesta.
Keyakinan 
semacam ini tidaklah bercokol pada benak pikiran Abu Lahab dan Abu Jahal, 
kok bisa-bisanya masuk kepada kaum Muslimin? Yang memasukkannya adalah 
para zindik. Karena tidak ada agama yang lebih dihinakan dibanding semua agama 
oleh Yahudi, Nasrani, Majusi dan penyembah berhala daripada agama yang dibawa 
oleh Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Maka tidaklah mereka ini dengki 
terhadap suatu ajakan yang melebihi kedengkiannya terhadap ajaran Islam. 
Mulailah orang-orang Majusi, Yahudi, orang-orang zindik dari kalangan Yahudi dan 
Nashara serta selain mereka membuat makar terhadap Islam. Mereka mendatangi kaum 
muslimin dengan membawa akidah-akidah keberhalaan –na’udzubillah- terkadang 
keyakinan itu lebih parah dari apa yang ada pada penyembah berhala. Berupa 
keyakinan bahwa pra wali mengetahui perkara ghaib dan mengatur alam 
semesta.
Apabila 
engkau membaca biografi ‘Abdul Qadir –yang ada pada orang-orang sesat itu- 
engkau akan dapati dia lebih agung daripada Allah ‘azza wa jalla. Dan apabila 
engkau baca biografi Badawi dan Rifa’i, engkau akan dapati keduanya lebih agung 
dari Allah ‘azza wa jalla. Maha Tinggi dan Maha Besar Allah dari apa yang 
dinyatakan orang-orang yang dzolim. Dari mana keyakinan tersebut datang? Datang 
dari bisikan para zindik dari kalangan Yahudi dan Nashara. Dan juga karena ahlul 
kalam dan para filosof memalingkan kaum Muslimin dari makna la ilaha illallah, 
serta mekna-makna tauhid. Dongeng-dongeng ini laris yang terkadang orang-orang 
Yahudi dan Nasrani meremehkannya, demi Allah laris di tengah-tengah para 
khurafy.
Kemudian 
yang semisal dengan ayat-ayat ini, firman Allah ‘azza wa 
jalla:
 “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan 
bumi, pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi 
orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 190)
“Orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan 
dalam keadaan meletakkan lambung-lambung mereka dan memikirkan penciptaan langit 
serta bumi (seraya mengatakan): Wahai Rabb kami, tidaklah Engkau ciptakan ini 
sia-sia, Maha Suci Engkau dan jangalah kami dari adzab neraka.” (Ali 
Imran: 191)
Banyak ayat 
yang menerangkan keagungan Allah dan bahwasanya Dia sajalah yang berhak untuk 
diibadahi. Karena apa yang engkau lihat baik di atas, di bawah, di kanan, dan 
kirimu berupa gunung-gunung, langit-langit, bintang-bintang, planet-planet, 
seluruhnya adalah ciptaan Allah dan diatur oleh-Nya. Allah tundukkan semuanya 
untuk membantumu agar engkau memurnikan ibadah, yang tujuan Allah menciptakanmu 
adalah untuk itu (ibadah).
“Allah 
datangkan setiap apa yang kalian minta dan jika kalian hitung nikmat-nikmat 
Allah, niscaya kalian tidak mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat 
dhalim dan kufur.” (Ibrahim: 
34)
Allah 
membawakan kepadamu ayat-ayat dan bukti-bukti ini, namun engkau masih saja 
bingung di kegelapan kejahilan, lantas datang seorang yang mulhid (menyeleweng 
keyakinannya), zindik dan politikus, panipu untuk memalingkanmu dari dakwah 
tauhid. Akhirnya engkau mengekor di belakangnya.
Saudara-saudara perhatikan Al Qur’an dan tadaburilah! Al  Qur’an memupuk keimanan, Al Qur’an menebar 
kateuhidan. Jika engkau memahami Al Qur’an, niscaya engkau akan menjadi pengikut 
para Rasul dalam agama, akidah dan manhaj mereka. Allah ‘azza wa jalla 
berfirman:
“Allah 
telah mensyariatkan bagi kalian agama, sebagaimana yang telah Allah wasiatkan 
kepada Nuh dan yang Kami wahyukan kepadamu serta apa yang telah Kami wahyukan 
kepada Ibrahim, Musa dan Isa agar kalian menegakkan agama dan janganlah 
bercerai-berai padanya.” (Asy 
Syura: 13)
Agama 
adalah tauhid. Tagakkanlah tauhid ini. Apabila engkau telah menegakkan tauhid, 
berarti akan lurus segala sesuatu yang ada pada dirimu. Dan apabila engkau 
memuliakan tauhid, wala (loyalitas), dan bara’ (berlepas diri) di atasnya, maka 
akan lurus segala sesuatu yang ada pada dirimu. Janganlah engkau letakkan tauhid 
di keranjang sampah dan wala’ dan bara’ di atas selainnya.
Aku 
mengetahui mayoritas manusia mengetahui tauhid namun dengan pengertian yang 
campur baur, sehingga dicampakkan di kotak sampah. Sehingga dia berloyalitas dan 
benci di atas dasar selain tauhid. Yang demikian tidaklah benar, karena Al Wala’ 
dan Al Bara’ haruslah berdiri di atas tauhid.
“Sungguh 
telah ada bagi kalian suri tauladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang 
yang bersamanya tatkala mereka berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya kami 
berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah dari selain Allah. 
Kami mengingkari kalian dan telah tampak antara kami dengan kalian permusuhan 
dan kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman hanya kepada 
Allah.” (Al 
Mumtahanah: 4)
“Engkau 
tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling 
cinta kepada para penentang Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka bapak-bapak 
mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau keluarga mereka. Mereka 
itulah yang (Allah) ukir dalam hati-hati mereka keimanan, dan Allah tolong 
dengan ruh (bantuan) dari-Nya. Allah masukkan mereka kedalam surga-surga yang 
mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah ridha 
terhadap mereka, merekapun ridha terhadap Allah. Mereka itulah golongan Allah. 
Ketahuilah golongan Allah lah yang mendapatkan keberuntungan.” (Al 
Mujadalah: 22)
Hal ini 
tidak akan dicapai oleh orang yang meremehkan dan mencela tauhid, berwala’ dan 
bara’ di atas pemikiran-pemikiran politik yang menyimpang. Pensifatan ini tidak 
diberikan kepada mereka, namun diberikan kepada mereka yang mengimani tauhid 
dengan sebenarnya, memuliakan tauhid, sehingga dia berwala’ dan bara’ karena 
tauhid ini.
Demi Allah 
wala’ dan bara’ pada mayoritas manusia –saat ini- bukan diatas tauhid. Wala’ dan 
Bara’ bukan karena akidah, namun wala’ dan bara’, karena si fulan dan si fulan. 
Sedangkan si fulan dan si fulan manusia yang paling sesat dari agama Allah dan 
dari makna La ilaha Illallah. Loyalitas karena si fulan dan si fulan adalah 
petaka. Ini merupakan kehancuran yang menimpa ummat. Wahai para pemuda negeri 
ini, wahai para pemuda muslim di setiap tempat, kenalilah dakwah dan manhaj para 
Rasul. Ketahuilah bahwa perkaranya bukanlah kita diminta untuk memilih, namun 
ini adalah kewajiban yang sudah paten bagi setiap orang yang menyeru kepada-Nya 
dengan jujur, agar ia mengawali dakwahnya dengan dakwah menyeru kepada 
tauhid.
Buktinya: 
Allah mensyariatkan manhaj (metode) ini bagi seluruh rasul dari yang paling awal 
hingga yang paling akhir. Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam memulai dakwah 
tauhid 13 tahun lamanya. (Selama itu) beliau tidak menyerukan syariat-syariat 
lain. Belum disyariatkan shalat –rukun Islam terpenting- melaikan sesaat sebelum 
hijrah. Zakat tidak disyariatkan melainkan di era madinah, yang menunjukkan 
pentingnya tauhid, karena ia sebagai pondasi. Ar Rasul shallallahu’alaihi wa 
sallam tidak bergeser sehelai rambut pun ketika para musyrikin Quraisy 
mendatanginya yang sanggup memenuhi apapun permintaannya.
Beliau 
menginginkan kekuasaan? Mereka penuhi. Mau wanita Quraisy tercantik? Mereka 
nikahkan. Mau harta? Mereka beri. Namun beliau berkata: “Aku tidak menginginkan 
dari kalian kecuali (dakwah) ini.” Beliau membaiat manusia dan berjihad di atas 
tauhid, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Aku 
diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat La ilaha illallah 
wa anna Muhammadan Rasulullah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila 
mereka telah melakukan hal itu, maka terlindungi dariku darah-darah dan 
harta-harta mereka.”
Makna La 
ilaha illallah bukanlah “Tidak ada hakim kecuali Allah”! Namun (yang benar 
adalah) “Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah.”
Rasulullah 
shallallahu’alaihi wa sallam tetap memusatkan dakwahnya pada syahadat La 
ilaha illallah. Bahkan ketika fitnah kemurtadan muncul, Umar tidak mendapati 
argumen/ hujjah untuk menghalangi Abu Bakar yang memerangi mereka (orang-orang 
murtad), kecuali dengan ucapannya:
“Bagaimana 
kita memerangi suatu kaum yang mengucapkan La ilaha illallah? Sungguh aku telah 
mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintah 
untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat La ilaha illallah wa anna 
Muhammadan Rasulullah.”
Dan Abu 
Bakar hanya menghafal kalimat ini juga karena sering kalinya ‘alaihisshalatu 
wassalam mengulang-ulanginya dan memfokuskan dakwah tauhid. Kemudian Abu 
Hurairah dan Jabir mendengar kesempurnaan hadits tersbut, shalat dan zakat 
sampai akhir hadits. Adapun Abu Bakar dan Umar tidaklah mendengar 
(kelanjutannya). Demi Allah seandainya keduanya mendengar, niscaya Umar tidak 
menghalangi Abu Bakar dan pasti Abu Bakar menjawabnya dengan sisa penggalan 
hadits tersebutradhiyallahu’anhum jami’an. Ini diantara dalil bahwa 
seorang yang alim besar dan mulia terkadang ada yang luput dari suatu ilmu yang 
ilmu itu diketahui oleh orang yang lebih rendah kedudukannya daripada dia –hal 
ini ada- barokallahu fikum.
Diantara 
ayat-ayat yang menunjukkan tentang keagungan Allah Tabaraka wa ta’ala, 
bahwa segala sesuatu mengagunggan Allah. Dia ‘azza wa jalla 
berfirman:
“Tidaklah 
dari sesuatupun melainkan bertasbih dan memuji-Nya.” (Al Isra: 
44)
Dan 
berfirman:
“Tidakkah 
engkau melihat apa yang ada dilangit-langit dan bumi, matahari, bulan, 
bintang-bintang, ginung-gunung, pepohonan, binatang-binatang melata dan banyak 
dari manusia sujud kepada Allah? Dan banyak dari manusia telah ditentukan adzab 
atasnya. Dan barangsiapa yang Allah hinakan, maka tiada seorangpun yang  memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa 
yang Dia kehendaki.” (Al Hajj: 
18)
Segala 
sesuatu tunduk kepada Allah, segala sesuatu bertasbih kepada-Nya dengan rela 
ataupun tidak. Seorang kafir rendahpun tundu kepada Allah tabaroka wa ta’ala. 
Allah ciptakan dia sesuai dengan kehendak-Nya. Allah jadikan dia seorang fakir, 
kaya, sakit, sehat dan celaka. Allah perbuat padanya sesuai kehendak-Nya. Maka 
ia dari sisi ini tunduk kepada-Nya. Maka ia dari sisi ini tunduk kepada Allah, 
membenarkan Allah, baik dalam keadaan mau ataupun enggan. Benda-benda mati, 
pepohonan, binatang-binatang melata tunduk kepada-Nya. Ini menunjukkan atas 
keagungan Allah tabaraka wa ta’ala. Segala sesuatu mengagungkan 
Allah.
Wahai akhi, 
agungkanlah Allah dengan mentauhidkan dan mengikhlaskan agama hanya untuk Allah. 
Dengan inilah seluruh para Nabi ‘alaihimusshalatu wassalam di 
utus.
Dari 
perkara yang bisa mengokohkan aqidah tauhid adalah kita mengetahui asma’ 
(nama-nama) dan sifat Allah. Allah ‘azza wa jalla 
berfirman:
“Dan Allah 
memiliki nama-nama yang indah maka berdoalah dengannya.” (Al A’raf: 
180)
Dan 
berfirman:
“Dialah 
Allah yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali dia, Dialah Raja, Yang Maha 
Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, 
Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci 
Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Al Hasyr: 
23)
“Dan Dialah 
Allah Yang membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Segala 
yang ada di langit-langit dan bumi bertasbih pada-Nya. Dan Dialah Yang Maha 
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Hasyr: 
24)
Mayoritas 
manusia terbolak balik dalam memahami tauhid, termasuk asma’ dan sifat Allah, 
akibat tipudaya para filosof, tipudaya orang-orang Jahmiyyah yang terpengaruh 
para filosof, Mu’tazilah dan selain mereka. Mereka tertelungkup dalam masalah 
ini. Sehingga mereka mengingkari istiwa (ketinggian Allah) di atas ‘Arsy dan 
nama-nama Allah. Jahmiyyah mengingkari nama-nama Allah, sedangkan Mu’tazilah 
mengingkari sifat-sifat-Nya, ketinggian Allah dan keberadaan Allah di atas 
‘Arsy-Nya. Hal ini menjerumuskan mereka kepada aqidah hulul dan wihdatul wujud 
(keyakinan yang menganggap Allah menyatu dengan mahluk-Nya), karena (menurut 
mereka) mereka mensucikan Allah dari keadaan-Nya di atas alam semesta dan para 
mahluk-Nya.mereka mengatakan: “Sesungguhnya Allah di setiap tempat.” Dan 
berkata: “Tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan dan tidak di kiri, tidak 
di dalam dan tidak pula di luarnya serta tidak, tidak...”
Bisa jadi 
mereka menyatakan bahwa Allah merupakan sesuatu yang tidak ada, atau menyetu 
pada segala sesuatu. Ini merupakan puncak pelecehan terhadap Allah Rabb semesta 
alam. Mereka mengesankan kepada manusia dan pengikut mereka yang jahat, bahwa 
mereka merupakan orang-orang yang mensucikan Allah. Kenapa? Mereka mengatakan: 
“Karena kalau kita menetapkan Allah berada di atas ‘arsy, berarti kita 
menetapkan Dia punya jasad, dan istiwa’ (di atas ‘arsy) berkonsekuensi Allah 
memiliki jasad, dan -menurut mereka- bisa jadi Allah lebih besar dari pada arsy 
atau lebih kecil atau juga lebih sangat besar lagi... dan seterusnya. (Semuanya 
itu adalah) omong kosong. Mereka menafikan dari Allah tajsim (berbentuk 
jasad) tetapi terjerumus ke dalam ta’thil (menafikan sifat-sifat 
Allah).
Ahlussunnah 
mengatakan: “Istiwa (tingginya Allah di atas ‘arsy) sesuai dengan kemuliaan-Nya 
tidak seperti istiwanya para mahluk (di kursi dan 
seterusnya).”
Sebagaimana 
firman Allah ‘azza wa jalla:
“Tidak ada 
sesuatupun yang serupa dengan-Nya (Allah). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha 
Melihat.” (Asy 
Syura: 11)
Ahlussunnah 
merupaka orang-orang yang Allah beri petunjuk untuk mengambil ayat ini tatkala 
menusia berselisih paham. Mereka mengambil ayat ini dan ayat lain yang 
semisalnya sebagai kaidah di dalam iman terhadap asma’ dan sifat serta 
perbuatan-perbuatan Allah ‘azza wa jala. “Tidak ada sesuatupun yang semisal 
dengan-Nya” baik di dalam Dzat-Nya, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Maka 
mereka mensucikan Allah dari penyerupaan terhadap para mahluk, dan menetapkan 
bagi Allah apa yang Dia tetapkan bagi diri-Nya Jalla wa ‘Ala dari nama-nama, 
sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya sembari mensucikan Allah dari 
penyerupaan dari para mahluk. Maka ayat tersebut menyatakan: “Tetapkanlah 
nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla seperti 
firman-Nya:
“Dan Dia 
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dan mereka 
menafikan tasybih (penyerupaan dengan mahluk) berpatokan kepada 
firman-Nya:
“Tidak ada 
sesuatupun yang semisal dengan-Nya.”
Sesatlah 
orang-orang musaybbhihah (orang-orang yang menyerupakan Allah dengan mahluk-Nya, 
ahmad) tatkala mengatakan: “Sesungguhnya Allah mempunyai nama-nama seperti 
nama-nama kita, punya penglihatan seperti penglihatan kita, dan beristiwa 
seperti istiwanya kita... dan seterusnya.”
Orang-orang 
mu’athilah dating seraya menafikan dari Allah Tabaraka wa ta’ala permisalan 
dengan para mahluk dan tenggelam di dalamnya sampai menjerumuskan mereka untuk 
menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Sebagian mereka menafikan sifat-sifat 
Allah dan tidak menafikan nama-nama-Nya. Sebagian mereka menetapkan nama-nama 
dan menetapkan sebagian sifat-sifat, serta menafikan lainnya, seperti 
Asy’ariyah.
Yang jelas 
bahwa perang pemikiran sudah lama datang dari musuh-musuh Islam. Sedangkan 
gambaran pada benak manusia sekarang bahwa perang pemikiran baru datang pada 
masa sekarang. Karena apa? Karena mereka tidak mengingkari khurafat-khurafat, 
kebid’ahan-kebid’ahan dan penta’thilan (pembuangan) sifat-sifat Allah. Mereka 
tidak menganggap itu semua sebagai kemungkaran, karena ini adalah aqidah mereka. 
Sehingga mereka terbayang bahwa perang pemikiran baru muncul di masa kini. 
Kasihan mereka! Mereka datang memerangi negeri tauhid dengan khurafat dan 
kebid’ahan-kebid’ahan mereka. Ghazwul fikri muncul pada masa Ma’mun, pada masa 
Jahm bin Shofwan. Sejak saat itulah bermunculan beragam tipu daya terhadap 
islam. Pertama kali dengan menta’thilkan nama-nama dan sifat-sifat Allah serta 
mengingkari aqidah-aqidah Islam... dan seterusnya. Dan akhirnya tipudaya itu 
dilontarkan oleh tangan-tangan orang-orang Sufi dalam perkara tauhidul Ibadah. 
Dari sanalah timbul penta’thilan asma’ dan sifat-sifat Allah dan pengingkaran 
sebagian besar aqidah-aqidah islam. Pada puncaknya ahlul kalam 
mentahrifkan (memaknakan dengan makna yang bathil) La ilaha Illallah, 
orang-orang Sufi terpengaruh, sehingga klimaksnya timbul kerusakan yang parah 
yaitu terjatuh pada kesyirikan. Demi Allah, jika engkau pergi ke beberapa 
negara, niscaya engkau lihat bangunan-bangunan di bangun di atas kuburan, yang 
dulu orang jahiliyyah tidak mengenal bangunan di atas 
kuburan.
Pergilah 
engkau ke sebagian negeri, lihat bangunan (di atas kuburan) dan pohon-pohon yang 
digantungkan padanya, kain-kain yang diyakini di dalamnyua ada barakah. Engkau 
lihat kuburan-kuburan, anjing, keledai dan hewan-hewan lain diibadahi dari 
selain Allah. Ini adalah pelanggaran besar. Dakwah-dakwah politik –demi Allah- 
melihat hal ini namun justru mengiyakannya. Dakwah-dakwah tersebut keluar sangat 
jauh dari dakwah danmanhaj para Nabi serta dahwah tauhid. Padahal inilah poros 
pembicaraan seluruh kerasulan. Mereka (dai-dai politik) pergi sangat jauh ke 
pertikaian-pertikaian politik dengan nama “Islami.”
Kami 
membicarakan hal ini bukan untuk mencari muka manusia, kami hanya ingin memberi 
penerangan kepada orang yang tertipu dengan simbol-simbol ini yang menimbulkan 
kehancuran kaum muslimin dan tidak memberi manfaat apa-apa. Demi Allah, 
simbol-simbol ini tidaklah menambah kaum muslimin melainkan bencana. Dan 
tidaklah menambah di sisi Allah kecuali kerendahan dan kehinaan sampai mereka 
kembali kepada manhaj para nabi dan aqidah yang benar. Hingga mereka memperbaiki 
hal itu di sekolah-sekolah, universitas-universitas, rumah-rumah, akal-akal dan 
ahti-hati mereka. Apabila mereka memperbaiki aqidah-aqidah ini dan amal-amal 
dibangun di atasnya, maka bergembiralah akan datangnya pertolongan Allah, 
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun jika tetap enggan dan tetap memegang 
simbol-simbol rusak semacam ini, maka demi Allah ummat hanya bertambah rendah 
dan hina.
Lihatlah 
tindakan musuh-musuh Islam dan perhatikanlah sikap kaum muslimin. La haula wa 
la quwwata illa billah. Mereka sekarang sudah mencapai jumlah milyaran, 
namun seperti buih, buih di lautan kecuali yang Allah beri taufik, karena apa? 
Demi Allah karena mereka menyia-nyiakan tauhid, maka Allah tidak peduli mau di 
lembah mana mereka hancur. Mereka di kuasai oleh manusia-manusia yang paling 
rendah: Orang-orang Yahudi, Hindu dan Nashara. Orang-orang yahudi yang 
ditimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan di manapun berada. Demi Allah 
mereka menghinakan kaum muslimin. Sekarang mereka menginjak-injak kepala kaum 
muslimin dengan kaki-kaki mereka. Orang-orang hindu lebih rendah dari mereka 
(Yahudi). Demi Allah mereka melecehkan kaum muslimin. Apa solusinya? Kembali 
kepada Tauhid. Bagaimana Allah akan menolong kalian, sedangkan berhala-berhala 
yang ada pada kalian lebih banyak daripada berhala-berhala yang ada pada 
orang-orang Nashrani dan Yahudi?! Bagaimana Allah akan menolong kalian, 
sedangkan mayoritas mereka menyakini bahwa para wali mengetahui perkara ghaib 
dan mengatur alam semesta?! Kalian tunduk bersimpuh kepada mahluk yang lemah, 
yang membutuhkan bantuan. Mereka adalah orang-orang yang tidak menguasai bagi 
diri-diri mereka madharat, manfaat, kematian, kehidupan dan kebangkitan. Demi 
Allah, mereka tidak menguasai bagi diri-diri mereka sedikitpun dari perkara 
itu.
Tatkala 
Allah berkata kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa 
sallam:
“Katakanlah 
aku tidak menguasai bagi diriku manfaat, tidak pula bahaya, kecuali apa yang 
Allah kehendaki.” (Al A’raf: 
188)
Maka apa 
yang engkau inginkan setelah ini? Ucapan ini hak atau bathil? Yang tersirat pada 
orang-orang kubury (pengagung kuburan) ini mengatakan: “Tidak, ucapan ini tidak 
benar” –walaupun mereka tidak mendustakannya secara ucapan lisan-, akan tetapi 
kenyataannya mereka tidak menerima ucapan ini, tidak menerima, bahkan 
mengatakan: “Para wali bisa menolak madharat dan mendatangkan manfaat, Rasul 
bisa menolak madharat dan mendatangkan manfaat.” Ya akhi jadi engkau menentang 
Al Qur’an apabila aqidahmu demikian. Apabila engkau meyakini hal ini. Sedangkan 
Allah mengkafirkan perbuatan ini. Dia berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku tidak menguasai bagi kalian madharat tidak 
pula petunjuk.” (Al Jin: 
21)
Apa yang 
engkau inginkan? Tidak menguasai bagi dirinya, orang lain, putrinya, tidak pula 
yang lainnya. Beliau bersabda kepada mereka:
“Aku tidak 
bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah.”
Beliau 
berkata:
“Hai Bani 
Abdi Manaf, hai sekalian orang-orang Quraisy, -atau kaliamt semisal ini- belilah 
diri-diri kalian. Aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) 
Allah. Wahai Bani Abdi Manaf aku tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari 
(adzab) Allah. Wahai Abbas bin Abdul Mutholib, aku tidak bermanfaat sedikitpun 
bagi kalian dari (adzab) Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, aku tidak 
bermanfaat sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah. Wahai Fathimah bintu 
Rasulullah, mintalah harta kepadaku sekehendakmu, aku tidak bermanfaat 
sedikitpun bagi kalian dari (adzab) Allah.” 
(Diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam Tafsir bab Wa andzir ‘Asyirataka wal 
aqrabin No. 4771 dan Muslim di dalam Al Iman bab Wa andzir ‘Asyirataka wal 
Aqrabin No. 206 dan lain-lain)
Apa yang 
engkau inginkan setelah ini? Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa 
sallam untuk mengatakan:
“Tidaklah 
aku ini melainkan hanya seorang pemberi peringatan dan pemberi kabar gembira 
bagi kaum yang beriman.” (Al A’raf: 
188)
Dan 
berfirman:
“Aku 
hanyalah seorang pemberi peringatan yang sangat jelas.” (Asy 
Syu’ara’: 115)
Inilah 
kepentinganku. Allah mewahyukan kepadaku dan aku menyampaikannya. Aku 
memberitakan kabar gembira dengan surga bagi oran-orang beriman dan 
memperingatkan orang-orang kafir dari neraka. Inilah yang aku miliki dan aku 
mampu. Adapun menolak madharat, mendatangkan manfaat, memberi kebahagiaan, 
mecelakakan, memberi petunjuk, dan menyesatkan maka seluruhnya hanya bagi Allah 
Rabb semesta alam.
“Jika aku 
mengetahui perkara ghaib, niscaya aku akan memperbanyak 
kebaikan.” (Al A’raf: 
188)
“Kakanlah: 
Aku tidak mengatakan kalian di sisiku ada perbendaharaan Allah dan aku tidak 
mengetahui yang ghaib serta aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa aku seorang 
malaikat.” (Al An’am: 
50)
Apa yang 
engkau inginkan setelah keterangan ini? Apa gunanya keterarangan ini bagi kaum 
muslimin di hari-hari ini? Datang para da’i kejelekan dan para da’i pembawa 
fitnah berupaya menyimpangkan tauhid dan dalil-dalilnya. Demi Allah berupaya 
menyipangkan. Menurut pandangan mereka, tauhid memecah belah ummat. Mereka 
nyatakan dengan lisan, baik tersirat maupun tersurat: “Apabila kita menyeru 
kepada Tauhid, siapa yang akan datang mendatangi kami? Kami ingin sampai ke 
kursi, apabila kami mengatakan: Tauhid, Tauhid, maka manusia lari dari kami, 
sehingga kami tidak sampai (ke kursi kekuasaan). Kami ingin mempersatukan 
manusia. Orang Rafidhah saudara kami, orang Nashrani saudara kami, Khurafy 
Kubury saudara kami, dan seluruhnya saudara kami, hingga kami cepat sampai ke 
kursi. Baiklah, mereka sampai, lalu apa yang mereka perbuat? Persatuan agama dan 
muktamar persatuan agama-agama dan selainnya. Ini cukup bagi 
kalian.
Bahwasanya 
tatkala jamaah-jamaah yang menyeru kepada kursi-kursi ini hendak menampakkan apa 
yang diharapkan oleh manusia, mereka tidak memberimu penerapan syariah, tidak 
pula akidah, namun justru membangun gereja-gereja, kuburan-kuburan, dan 
mendeklarasikan muktamar penyetuan agama. Para politikus itu berkumpul, tiap 
bangsa dan negeri ikut serta dalam muktamar persatuan agama-agama. Ini 
menunjukkan bahwa dakwah-dakwah ini rusak dan jelek dasarnya, misi dan visinya. 
Apabila mereka telah mnecapai yang diinginkan, maka berputarlah 
punggung-punggung mereka dari syiar-syiar Islam yang dulu mereka 
serukan.
Permisalan-permisalan ini bisa disaksikan dan dirasakan. Demi Allah, 
pemuda-pemuda tauhid di kalangan kita tidak mengingkari perkara-perkara ini, 
karena apa? Karena sudah dirubah akal dan pikiran mereka. Aku tidak mendengar 
pengingkaran mereka terhadap arogansi para politikus ini. Berulang kali 
permainan semacam ini terjadi di beberapa negeri. Namun engkau tidak mendengar 
pengingkaran dari para politikus yang masih ada sedikit kebenaran pada agama dan 
interaksi mereka terhadap seruan-seruan politik semacam ini walaupun menyeru 
kepada persatuan agama-agama, pembangunan gereja-gereja, dan kuburan-kuburan. 
Walaupun dan walaupun. Inilah pelajaran. Seorang yang jujur dan ikhlas dalam 
agamanya, apabila dia tertipu kemudian jelas baginya ternyata orang tersebut 
mengajak kepada kehancuran, dia akanmneghindarinya dan akan berjalan diatas 
jalan islam. Adapun kalau engkau terus mengikutinya, menutupi aib-aibnya, dan 
membela (kesalahan-kesalahannya), ini adalah kesalahan.
Dakwah-dakwah yang semacam ini, bukan dakwah para nabi –ia (dakwah para 
nabi) mengatakan: “Tauhid didahulukan.” Tapi dia mengatakan: “Politik 
terlebih dahulu. Ekonomi, tasawwuf dan khurafat terlebih dahulu.” Hal ini 
tidak ada nilainya. Dari dakwah-dakwah ini, kaum muslimin hanya mendapatkan 
kematian, kehancuran dan kesia-siaan. Kehidupan yang baik dan bahagia di dunia 
maupun di akherat terletak pada tauhid, di atas makna La ilaha illallah Muhammad 
Rasulullah. Jika demikian Allah akan menolong, memuliakan dan memberikan 
kewibawaan kepada kita masih juga melanjutkan jalan yang digariskan para 
penyeleweng, para kuburiyyun dan khurafiyun, maka demi Allah kita hanya menunggu 
dari Allah kerendahan dan kehinaan.
“Barangsiapa yang direndahkan oleh Allah, maka tidak ada yang 
memuliakannya. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.” 
(Al Hajj: 18)
Aku 
mencukupkan sampai disini, aku meminta kepada Allah tabaraka wa ta’ala untuk 
mempersiapkan para dai yang jujur dan ikhlas sehingga memuliakan dakwah para 
nabi dan menyeru kepadanya, mengorbankan jiwa dan raga, yang mahal maupun yang 
murah untuk meninggikan kalimat La ilaha illallah, dan semoga Allah memberikan 
manfaat kepada kaum muslimin dengan adanya mereka, mengangkat keadaan kaum 
muslimin dan mengembalikannya ke jaman keemasannya, yang Allah memuliakan, 
mengangkat serta menjadikan mereka sebagai pimpinan-pimpinan ummat dan sebagai 
sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia, tidaklah mereka mendapatkan 
kecuali dengan memurnikan La ilaha illallah Muhammad Rasulullah, beramar ma’ruf 
nahi munkar dan beriman kepada Allah. Aku memohon kepada Allah agar menjadikan 
kami dan kalian termasuk mereka. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi 
kita Muhammad, keluarganya, dan para shahabatnya.
Syaikh Robi' bin Hadi Al Madkholi
Labels:
Aqidah

 
 
 
 
 
AntwortenLöschenTidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman . . . . . !!
"Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah." QS. 4. An-Nisaa' : 138-139
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman ? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka AZAB yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan." (QS.58.: 14-15)
"Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang FASIQ." QS. 5. Al-Maa-idah : 80-81.
“Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu". Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. ( QS Al-Hasyr ayat 11)
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)” (al-Qur’an Surah al-Nisa ayat 107-109)
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (QS.9: 73)
Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS.9 ayat 84)