AKHLAK

[Akhlak][grids]

Aqidah

[Aqidah][twocolumns]

FIQIH

[Fiqh][bleft]

Suro dan Asyuro

"Suro bulan keramat." Itulah keyakinan sebagaian besar saudara-saudara kita yang notabenenya muslim. Sepintas, perkara ini tampak sepele namun kenyataannya tidak, lantaran perkara sudah masuk dalam wilayah syirik sedangkan syirik adalah dosa yang terbesar.

Bulan Muharrom Dalam Pandangan Islam

Bulan Muharrom dalam kalender Jawa disebut Suraadalah bulan Alloh yang sangat agung. Ia adalah bulan pertama dalam kalender Islam (Hijriah) dan termasuk bulan haram. Alloh berfirman:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Alloh adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Alloh pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana me­reka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bah­wasanya Alloh beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah [9]: 36)
Dari Abu Bakroh رضي الله عنه bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Satu tahun itu dua belas bulan. Di antaranya ada em­pat bulan haram. Tiga bulan berturut-turut: Dzulqo'dah, Dzulhijjah, dan Muharrom. Satunya lagi adalah bulan Rojab yang terletak di antara Jumada Tsani dan Sya'ban." (HR. al-Bukhori: 2958)
Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: "Alloh membuka ta­hun dengan bulan haram, dan menutup tahun de­ngan bulan haram pula. Setelah Romadhon, tidak ada bulan yang lebih agung di sisi Alloh daripada Muhar­rom." (Latho'iful-Ma'arif kar. Ibnu Rojab hlm. 79)
Keagungan dan kemuliaan bulan ini bertambah de­ngan penyandaran bulan ini kepada Alloh. Nabi صلي الله عليه وسلم menyebutkan bulan Muharrom dengan nama Syahrulloh (bulan Alloh). Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1163)
Al-Hafizh Ibnu Rojab رحمه الله berkata: "Nabi menamai Muharom Syahrulloh. Penyandaran bulan ini kepada Alloh menunjukkan keutamaannya. Alloh tidak akan menyandarkan sesuatu pada diri-Nya kecuali makhluk-Nya yang khusus." (Latho'iful-Ma'arif' hlm. 81)
Demikianlah keagungan bulan Muharrom. Lantas, atas dasar apakah sebagian orang meyakini bahwa Muharrom bulan keramat?

Amalan Sunnah Pada Bulan Muharrom

Mendapati bulan Muharrom merupakan sebuah kenikmatan. Bulan ini sarat pahala dan merupakan ladang bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan hari esoknya. Seorang mukmin me­ngawali tahun dengan ketaatan agar bisa melangkah dengan pasti sepanjang tahun tersebut.
Abu Utsman an-Nahdi1 berkata: "Para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: sepuluh hari terakhir Romadhon, sepuluh hari pertama Dzulhijjah, dan sepuluh hari pertama Mu­harrom." (Latho'iful-Ma'arif hlm. 80) Inilah amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan Muharrom:
  1. Puasa
Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1982)
Yang dimaksud "puasa" di sini adalah puasa secara mutlak. Dianjurkan memperbanyak puasa sunnah pada bulan ini, utamanya ketika hari Asyuro'. Akan tetapi, tidak boleh berpuasa pada seluruh hari bulan Muharrom, karena Rosululloh صلي الله عليه وسلم tidak pernah ber­puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Romadhon2 saja. (Syarah Shohih Muslim kar. an-Nawawi: 8/303)
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "(Puasa Asyuro) ini adalah puasa yang paling afdhol bagi orang yang hanya berpuasa pada bulan ini saja. Sedangkan bagi yang terbiasa berpuasa terus pada bulan lainnya, yang afdhol adalah puasa Dawud." (Kitab as-Siyam min Syarhil-'Umdah kar. Ibnu Taimiyyah: 2/548)
  1. Memperbanyak amal sholih
Perbuatan dosa pada bulan ini akan dibalas dengan dosa yang besar, perbuatan baik pun akan diberi gan­jaran yang melimpah. Siapa saja yang beramal sholih pada bulan ini akan menuai pahala yang besar seba­gai kasih sayang dan kemurahan Alloh.3 Ini adalah keutamaan yang besar, kebaikan yang banyak, tidak bisa dikiaskan. Sesungguhnya Alloh adalah pemberi nikmat, pemberi keutamaan menurut kehendak-Nya dan kepada siapa saja yang Dia kehen­daki. Tidak ada yang dapat menentang hukum-Nya dan tidak ada yang yang dapat menolak keutamaan-Nya. (at-Tamhid kar. Ibnu Abdil Barr: 19/26, Fathul-Bari kar. Ibnu Hajar: 6/5)
  1. Taubat
Taubat adalah kembali kepada Alloh dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepa­da perkara yang Dia senangi, menyesali dosa yang telah berlalu dan meninggalkannya seketika itu serta bertekad untuk tidak mengulanginya kembali. Taubat adalah tugas seumur hidup.4
Maka kewajiban seorang muslim bila terjatuh ke dalam dosa adalah segera bertaubat, karena dia tidak tahu kapan kematian menjemput. Juga, perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan maka dosanya akan besar pula, sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya. Maka segeralah bertaubat kepada Alloh. (Lihat Majmu' Fatawa kar. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah: 34/180) 

Sejarah Puasa Asyuro'

Asyuro' adalah hari kesepuluh Muharrom.1 Ia adalah hari yang mulia. Ia menyimpan sejarah yang mendalam. Ibnu Abbas berkata: "Nabi صلي الله عليه وسلم tiba di Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa Asyuro'. Nabi bertanya:
"Puasa apa ini?" Mereka menjawab: "Hari ini adalah hari yang baik, hari yang Alloh telah menyelamat­kan Bani Israil dari kejaran musuhnya, maka Musa berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Alloh. Dan kami pun ikut berpuasa." Nabi صلي الله عليه وسلم berkata: "Kami le­bih berhak terhadap Musa daripada kalian." Akhirnya Nabi صلي الله عليه وسلم berpuasa dan memerintahkan kepada manu­sia berpuasa. (HR. al-Bukhori: 2004 Muslim: 1130)
Nabi صلي الله عليه وسلم, dalam berpuasa Asyuro', mengalami empat fase:2
Fase pertama: Beliau صلي الله عليه وسلم berpuasa di Makkah dan ti­dak memerintahkan kepada manusia berpuasa. Aisyah رضي الله عنها menuturkan: "Dahulu orang Quraisy ber­puasa Asyuro' pada masa jahiliah. Dan Nabi صلي الله عليه وسلم pun berpuasa Asyuro' pada masa jahiliah. Tatkala hijrah ke Madinah beliau صلي الله عليه وسلم tetap berpuasa Asyuro' dan memerintah manusia agar berpuasa pula. Ketika pua­sa Romadhon telah diwajibkan, beliau berkata: "Bagi yang hendak berpuasa, silakan berpuasa. Bagi yang tidak puasa, juga tidak mengapa." (HR. al-Bukhori: 2002 dan Muslim: 1125)

Fase kedua: Tatkala tiba di Madinah dan mengetahui bahwa orang Yahudi berpuasa Asyuro' beliau juga berpuasa dan memerintah manusia agar berpuasa, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas di muka. Bahkan, Rosululloh صلي الله عليه وسلم menguatkan perintah beliau dan sangat menganjurkan, sampai-sampai para saha­bat melatih anak-anak mereka berpuasa Asyuro'.

Fase ketiga: Setelah diturunkannya kewajiban puasa Romadhon, beliau tidak lagi memerintah para saha­batnya berpuasa Asyuro', tidak pula melarang, dan membiarkan perkaranya menjadi sunnah3 sebagai­mana hadits Aisyah رضي الله عنها yang telah lalu.

Fase keempat: Pada akhir hayatnya Nabi صلي الله عليه وسلم bertekad untuk tidak hanya berpuasa pada hari Asyuro' me­lainkan juga menyertakan 9 Asyuro' agar berbeda de­ngan puasanya orang Yahudi. Ibnu Abbas رضي الله عنهما, berkata: "Ketika Nabi صلي الله عليه وسلم berpuasa Asyuro' dan juga memerin­tah para sahabatnya berpuasa, para sahabat berkata: 'Wahai Rosululloh, hari Asyuro' adalah hari yang di­agungkan oleh Yahudi dan Nasrani!' Maka Rosululloh صلي الله عليه وسلم berkata: 'Kalau begitu, tahun depan insya Alloh kita puasa bersama tanggal sembilan pula.'" Kata Ibnu Abbas: "Sebelum sampai tahun depan, beliau wafat." (HR. Muslim: 1134)

1 Syarah Shohih Muslim: 8/12, Fathul-Bari: 4/671, Mukhtashor Shohih Muslim kar. al-Mundziri (tahqiq al-Albani) hlm. 163, al-Mughni: 4/441, Subulus-Salam kar. ash-Shon'ani: 2/671
2 Latho'iful-Ma'arif hlm. 102-107
3 Bahkan para ulama bersepakat bahwa puasa Asyuro' sekarang hukumnya sunnah bukan wajib. (Ijma'at Ibnu Abdil Barr kar. Abdulloh Mubarok Al Saif: 2/798, Shohih Targhib wa Tarhib kar. al-Albani: 1/438, Tuhfatul-Ahwadzi kar. Mubarokfuri: 3/524, Aunul-Ma'bud kar. Syaroful-Haq Azhim Abadi: 7/121)


Keutamaan Puasa Asyuro'


Hari Asyuro' adalah hari yang mulia. Keduduk­annya sangat agung. Ia memiliki keutamaan yang sa­ngat besar.
Imam al-Izz bin Abdus Salam berkata: "Ke­utamaan waktu dan tempat ada dua bentuk. Bentuk pertama bersifat duniawi dan bentuk kedua bersifat agama. Keutamaan yang bersifat agama kembali ke­pada kemurahan Alloh bagi para hamba-Nya dengan cara melebihkan pahala bagi yang beramal, seperti keutamaan puasa Romadhon atas seluruh puasa pada bulan lain, demikian pula hari Asyuro. Keutamaan ini kembali kepada kemurahan dan kebaikan Alloh bagi para hamba-Nya di dalam waktu dan tem­pat tersebut." (Qowa'id al-Ahkam kar. al-Izz bin Abdis Salam 1/38, Fadhlu Asyuro' wa Syahrulloh al-Muharrom kar. Muhammad as-Sholih hlm. 3)
  1. Menghapus dosa satu tahun yang lalu
Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
Puasa Asyuro' aku mohonkan kepada Alloh agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim: 1162)
Imam an-Nawawi berkata: "Keutamaan (puasa Asyuro'), ia menghapus semua dosa-dosa kecil. Atau, boleh dikatakan, ia menghapus seluruh dosa kecuali dosa besar." (Majmu' Syarah al-Muhadzdzab kar. an-Nawawi: 6/279)
  1. Nabi صلي الله عليه وسلم sangat bersemangat untuk berpuasa pada hari itu
Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata:
"Aku tidak pernah melihat Nabi benar-benar memper­hatikan dan menyengaja untuk puasa yang ada keutamaan­nya kecuali puasa pada hari Asyuro' dan pada bulan Ro­madhon." (HR. al-Bukhori: 2006 dan Muslim: 1132)
  1. Hari ketika Alloh menyelamatkan Bani Israil1
  2. Puasa Asyuro'pernah diwajibkan
Sebelum turunnya kewajiban puasa Romadhon, puasa Asyuro' diwajibkan. Hal ini menunjukkan ke­utamaan puasa Asyuro' pada awal perkaranya. Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata: "Nabi صلي الله عليه وسلم dahulu berpuasa Asyuro' dan memerintahkan manusia agar berpuasa pula. Ketika turun kewajiban puasa Romadhon, pua­sa Asyuro' ditinggalkan." (HR. al-Bukhori: 1892 dan Muslim: 1126)
  1. Jatuh pada bulan haram
Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:
"Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1163)

Bagaimana Cara Berpuasa Asyuro'?

Puasa Asyuro' ada tiga tingkatan:1
Pertama: Berpuasa pula sebelum dan sesudahnya, yakni pada 9-11 Muharrom. Inilah yang paling sem­purna.
Kedua: Berpuasa pada 9 dan 10. Inilah yang paling banyak ditunjukkan dalam hadits.
Ketiga: Berpuasa pada tanggal 10 saja.2

Sedangkan berpuasa hanya pada 9 Muharrom tidak ada asalnya, keliru dan kurang teliti dalam memaha­mi hadits-hadits yang ada. (Zadul-Ma'ad: 2/72)
Berkaitan dengan cara pertamayaitu berpuasa tiga hari (9-11 Muharrom)para ulama melemahkan hadits Ibnu Abbas 3 yang menjadi sandarannya.4 Kendati demikian, pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama5 dengan alasan sebagai berikut6:

Pertama: Sebagai kehati-hatian karena bulan Dzulhij-jah bisa 29 atau 30 hari. Apabila tidak diketahui pene­tapan awal bulan dengan tepat maka berpuasa pada tanggal 11-nya akan dapat memastikan bahwa ses­eorang mendapati puasa Tasu'a (tanggal 9) dan puasa Asyuro' (tanggal 10)
.
Kedua: Yang melakukannya akan mendapat pahala puasa tiga hari dalam sebulan, sehingga baginya pa­hala puasa sebulan penuh. (Berdasarkan HR. Muslim: 1162)

Ketiga: Dia berpuasa tiga hari pada bulan Muharrom yang dikatakan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم: "Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bu­lan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1163)

Keempat: Tercapainya tujuan menyelisihi orang Ya­hudi, tidak hanya puasa pada hari Asyuro' melainkan juga menyertakan hari lainnya. (Fathul-Bari: 4/245, Syarah Riyadhush-Sholihin kar. Ibnu Utsaimin 5/305) Allohu A'lam.

1 Zadul-Ma'ad kar. Ibnul Qoyyim: 2/72, Fathul-Bari: 4/289, Tuhfatul-Ahwadzi: 3/526
2 Syaikhul-Islam رحمه الله berkata: "Puasa hari Asyuro' menghapus dosa setahun, tidak dibenci apabila berpuasa pada hari ini saja." (al-Akhbar al-llmiyyah minal Ikhtiyarot al-Fiahiyyah kar. Alauddin Ali bin Muhammad al-Ba'li hlm. 164)
3 Yaitu hadits yang berbunyi: "Puasalah pada hari Asyuro' dan berbedalah dengan orang Yahudi. Berpuasalah kalian sehari sebelum­nya atau sehari setelannya."
4 Lihat Nailul-Author kar. asy-Syaukani: 4/273, Dho'if al-Jami' ash-Shoghir no. 3506 dan Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah him. 177 keduanya oleh al-AIbani, Tuhfatul-Ahwadzi: 3/527
5 Zadul-Ma'ad: 2/73, Fathul-Bari: 4/289, al-Mughni kar. Ibnu Qudamah: 4/441, Latho'iful-Ma'arif' hlm. 109.
6 ash-Shiyam Fil-Islam kar. Dr. Sa'id bin Ali al-Qohthoni hlm. 364


Faedah: Bila Asyuro' Jatuh Pada Jum'at atau Sabtu

Ada hadits-hadits yang berisi larangan menyen­dirikan puasa Jum'at dan larangan puasa Sabtu kecuali puasa yang wajib. Apakah larangan ini tetap berlaku ketika hari Asyuro' jatuh pada Jum'at atau Sabtu? Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah menjawabnya: "Adapun orang yang tidak menyengaja berpuasa karena hari Jum'at atau Sabtuseperti orang yang puasa sehari sebelum dan sesudahnya, atau memiliki kebiasaan berpuasa sehari dan berbuka sehari (puasa Dawud, Red)boleh berpuasa Jum'at walaupun sebe­lum dan sesudahnya tidak puasa. Atau, bila dia ingin puasa Arofah atau Asyuro' yang jatuh pada Jum'at maka tidaklah dilarang karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin mengkhususkan (hari Jum'at dan Sabtu tanpa sebab, Pen)." (Kitabush-Shiyam min Syarhil-Umdah kar. Ibnu Taimiyyah: 2/652. Lihat pula Zadul-Ma'ad: 2/79 dan Tahdzibus-Sunan: 3/297 keduanya oleh Ibnul-Qoyyim, Kasyful-Qona' kar. al-Buhuti Juz 2 Bab Puasa Tathowwu', al-Muharror kar. Ibnu Taimiyyah: 1/350)

Bid'ah-Bid'ah Pada Bulan Muharrom
  1. Keyakinan tentang keramatnya Muharrom
Keyakinan semacam ini masih bercokol pada seba­gian masyarakat. Atas dasar keyakinan ala jahiliah ini banyak orang merasa enggan menikahkan putrinya pada bulan ini karena akan membawa sial dan kega­galan dalam berumah tangga. (Syarah Masa'il al-Jahiliyyah kar. Dr. Sholih al-Fauzan hlm. 302)
Ini adalah keyakinan jahiliah yang telah dibatalkan Islam. Kesialan tidak ada sangkut pautnya dengan bulan, baik Muharrom, Shofar, ataupun lainnya.
  1. Doa awal dan akhir tahun1
Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid رحمه الله berkata: "Tidak ada sedikit pun dalam syari'at ini doa' atau dzikir untuk awal tahun. Manusia zaman sekarang banyak membuat bid'ah berupa do'a, dzikir, atau tu­kar-menukar ucapan selamat, demikian pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam pertama buIan Muharrom dengan sholat, dzikir, atau do'a, puasa akhir tahun, dan sebagainya. Semua ini tidak ada dalilnya sama sekali!" (Tashih ad-Du'a kar. Bakar Abu Zaid hlm. 107)
  1. Peringatan tahun baru Hijriah
Tidak ragu lagi perkara ini termasuk bid'ah. Tidak ada dalam as-Sunnah anjuran mengadakan peringat­an tahun baru Hijriah. Perkara ini termasuk bid'ah yang jelek. (Bida' wa Akhtho' hlm. 218. Lihat secara luas masalah ini dalam risalah al-Ihtifal Bi Ro'si Sanah wa Musybahati Ashabil Jahim kar. Abdulloh bin Abdul Hamid al-Atsari)
  1. Puasa awal tahun Hijriah2
Perkara ini termasuk bid'ah yang mungkar. Demikian pula puasa akhir tahun, termasuk bid'ah yang hanya dibuat-buat tanpa berpijak pada dalil sama sekali! Barangkali mereka berdalil dengan se­buah hadits yang berbunyi:
"Barang siapa yang berpuasa pada akhir Dzulhijjah dan pada awal Muharrom, maka dia telah menutup akhir tahun dengan puasa dan membuka awal tahunnya dengan puasa. Semoga Alloh menghapuskan dosanya selama lima puluh tahun!!"
Hadits di atas adalah hadits yang palsu menurut tim­bangan para ahli hadits. (al-Ala'i al-Mashnu'ah kar. as-Suyuthi: 2/108, Tanzihusy-Syari'ah kar. Ibnu Arroq: 2/148, al-Fawa'id al-Majmu'ah kar. asy-Syaukani no. 280. Kritik Hadits-Hadits Dho 'if Populer kar. Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi hlm. 114)
  1. Malam pertama bulan Muharrom3
Syaikh Abu Syamah رحمه الله berkata: "Tidak ada keuta­maan sama sekali pada malam pertama bulan Muhar­rom. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shohih mau­pun yang lemah dalam masalah ini. Bahkan dalam hadits-hadits yang palsu juga tidak disebutkan!! Aku khawatiraku berlindung kepada Allohbahwa perkara ini hanya muncul dari seorang pendusta yang membuat-buat hadits!! (al-Ba'its 'Ala Inkaril-Bida' wal-Hawadits hlm. 239)
  1. Menghidupkan malam hari Asyuro'
Banyak sekali kemungkaran dan bid'ah yang dibuat pada hari Asyuro'.4 Kita mulai dari malam harinya. Banyak manusia yang menghidupkan -malam hari Asyuro', baik dengan sholat, do'a dan dzikir, atau sekadar berkumpul-kumpul. Perkara ini jelas tidak ada tuntunan yang menganjurkannya.
Syaikh Bakar Abu Zaid رحمه الله berkata: "Termasuk bentuk bid'ah dzikir adalah menghidupkan malam hari Asyuro' dengan dzikir dan ibadah. (Orang-orang) mengkhususkan do'a pada malam hari terse­but dengan nama do'a hari Asyuro' yang konon kabarnya barang siapa yang membaca do'a ini maka tidak akan mati tahun tersebut, atau membaca surat al-Qur'an yang disebutkan nama Musa pada sholat subuh hari Asyuro'.5 Semua ini adalah perkara yang tidak dikehendaki oleh Alloh, Rosul-Nya, dan kaum mukminin!!" (Tashihad-Du'a hlm. 109)
  1. Sholat Asyuro'
Sholat Asyuro' adalah sholat yang dikerjakan an­tara waktu zhuhur dan asar, empat roka'at, setiap roka'at membaca al-Fatihah sekali, kemudian memb­aca ayat kursi sepuluh kali, Qui Huwallohu Ahad sepu­luh kali, al-Falaq dan an-Nas lima kali. Apabila selesai salam, istighfar tujuh puluh kali. Orang-orang yang menganjurkan sholat ini dasarnya hanyalah sebuah hadits palsu!! (al-Fawa'id al-Majmu'ah no. 60, al-Lala'i al-Mashnu'ah: 2/92)
Asy-Syuqoiri رحمه الله berkata: "Hadits sholat Asyuro' adalah hadits palsu. Para perawinya majhul (tidak dikenal), sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuthi dalam al-Lala'i al-Mashnu'ah. Tidak boleh meriwayat­kan hadits ini, lebih-lebih sampai mengamalkannya!!" (as-Sunan wal-Mubtada'at hlm. 154)
  1. Do'a hari Asyuro'
Di antara contoh do'a Asyuro' adalah: "Barang siapa yang mengucapkan Hasbiyalloh wa Ni'mal Wakil an-Nashir sebanyak tujuh puluh kali pada hari Asyuro' maka Alloh akan menjaganya dari kejelekan pada hari itu."
Do'a ini tidak berasal dari Nabi صلي الله عليه وسلم, para sahabat maupun para tabi'in. Tidak pula do'a ini disebutkan dalam hadits-hadits yang lemah apalagi hadits yang shohih. Do'a ini hanya berasal dari ucapan sebagian manusia!! Celakanya, sebagian syaikh sufi ada yang berlebihan bahwa barang siapa yang membaca do'a ini pada hari Asyuro' tidak akan mati pada tahun tersebut!!6 Ucapan ini jelas batil dan mungkar, karena Alloh telah berfirman:
.... Sesungguhnya ketetapan Alloh apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. (QS. Nuh [71]: 4)
  1. Memperingati hari kematian Husain7
Pada bulan Muharrom, kelompok Syi'ah setiap ta­hunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan. Mereka berdemontrasi di jalan-jalan dan tanah lapang dengan berpakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga memukuli pipi, dada, dan punggung mereka sendiri, menyobek saku, menangis, serta berteriak histeris dengan menyebut: "Ya Husain. Ya Husain!!!"
Lebih-lebih pada tanggal 10 Muharrom, mereka lakukan lebih dari itu, mereka memukuli diri sendiri dengan cemeti dan pedang sehingga berlumuran da­rah!!! Anehnya, mereka menganggap semua itu meru­pakan amalan ibadah dan syi'ar Islam!! Hanya kepada Alloh kita mengadukan semua ini. (Lihat Min Aqo'id Syi'ah (terj. Membongkar Kesesatan Aqidah Syi'ah) kar. Syaikh Abdulloh bin Muhammad hlm. 57-58)
Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab "Adapun menjadikan hari Asyuro' sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana dilakukan oleh kaum Rofidhoh karena terbunuhnya Husain bin Ali terma­suk perbuatan orang yang tersesat usahanya dalam ke­hidupan dunia sedangkan dia mengira berbuat baik. Alloh dan Rosul-Nya tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan kematian para nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang selain mereka?!" (Latho'iful Ma'arif'him. 113)
Husain bin Ali bin Abi Tholib adalah cucu Rosu­lulloh m dari pernikahan Ali bin Abi Tholib de­ngan Fathimah putri beliau صلي الله عليه وسلم. Husain sangat di­cintai Rosululloh Sabda beliau صلي الله عليه وسلم:
Husain adalah bagianku juga dan Aku adalah bagian Hu­sain. Semoga Alloh mencintai orang yang mencintai Husain. Husain termasuk cucu keturunanku. (HR. at-Tir-midzi: 3775, Ibnu Majah: 144, Ibnu Hibban: 2240, al-Hakim 3/177, Ahmad: 4/172, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 1227)
Husain terbunuh pada peristiwa yang sangat tra­gis, yaitu pada tanggal 10 Muharrom tahun 61 H, di sebuah tempat bernama Karbala, karenanya peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan peristiwa Karbala. (Lihat kisah selengkapnya dalam al-Bidayah wan Nihayah kar. Ibnu Katsir: 8/172-191)
Namun, apa pun musibah yang terjadi dan beta­papun kita sangat mencintai keluarga Rosululloh صلي الله عليه وسلم, tidak ada alasan untuk bertindak melanggar aturan syari'at dengan memperingati hari kematian Husain!! Sebab, peristiwa terbunuhnya orang yang dicintai Rosululloh صلي الله عليه وسلم sebelum Husain juga pernah terjadi seperti terbunuhnya Hamzah bin Abdil Mutholib tetapi tidak menjadikan Rosululloh صلي الله عليه وسلم dan para saha­batnya mengenang atau memperingatinya, sebagai­mana yang dilakukan orang-orang Syi'ah untuk me­ngenang terbunuhnya Husain!! (Syahr al-Muharrom wa Yaum Asyuro' kar. Abdulloh Haidir hlm. 29)
  1. Perayaan hari suka cita
Yang dimaksud merayakan hari suka cita adalah menampakkan kegembiraan, menghidangkan makan­an lebih dari biasanya, dan memakai pakaian bagus. Mereka yang membuat acara ini ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa terbunuh­nya Husain dengan kegembiraan, kontra dengan apa yang dilakukan orang-orang Syiah. Acara semacam ini tidak dibenarkan. Bid'ah, tidak boleh dilawan de­ngan bid'ah yang baru! Tidak ada satu dalil pun yang membolehkan acara semacam ini. (Lihat Majmu' Fata-wa: 25/309-310, Iqtidho' ash-Shiroth al-Mustaqim: 2/133, Tamamul-Minnah kar. al-Albani hlm. 412)
  1. Berbagai ritual dan adat di tanah Air
Di tanah air, bila tiba hari Asyuro' akan kita lihat beraneka ragam adat dan ritual untuk menyambut hari istimewa ini. Namun, kalau kita lihat dengan kacamata syar'i, adat dan ritual ini tidak lepas dari kesyirikan (!) seperti meminta berkah dari benda-benda yang dianggap sakti dan keramat, bahkan yang lebih mengenaskan sampai kotoran sapi atau kerbau pun tidak terluput untuk dijadikan alat pencari berkah!!8
Demikianlah akhir yang dapat kami kumpulkan tentang amalan di bulan Muharrom. Semoga bermanfaat. Allohu A'lam. []


1 Ishlahul-Masajid kar. al-Qoshimi hlm. 129, as-Sunan wal-Mubtada'at kar. Muhammad Ahmad Abdus Salam hlm. 155
2 As-Sunan wal-Mubtada'at hlm. 191, Tashih ad-Du'a hlm. 107
3 Tashih ad-Du'a hlm. 107, Bida' wa Akhtho' hal. 221
4 Iqthido' ash-Shiroth al-Mustaqim: 2/129-134, Majmu' Fatawa: 25/307-314 keduanya oleh Ibnu Taimiyyah, al-Ibda' Fi Madhoril-Ibtida' kar. Ali Mahfuzh hlm. 56,269, as-Sunan wal-Mubtada'at hlm. 154-158, 191
5 Bida al-Qurro kar. Bakar Abu Zaid hal.9
6 Du'a Khotmil-Qur'an kar. Ahmad Muhammad al-Barrok. Buku ini sarat khurofat dan kedustaan!! (Bida' wa Akhtho hlm. 230)
7 Iqthidho' ash-Siroth al-Mustaqim: 2/131-132
8 Di antara ritual adat yang sering dilakukan di Jawa adalah yang dinamai Kirab 1 Syuro. Acara ini sarat kesyirikan berupa keyakinan mereka terhadap benda pusaka keraton, keyakinan terhadap kerbau yang punya kekuatan ghaib, tirakatan dengan do'a dan kemungkaran-kemungkaran lain yang sangat jelas!! Wallohu-Mustanaan



oleh:
Abu Abdillah Syahrul Fatwa as-Salim

Keine Kommentare: