Suro dan Asyuro
"Suro bulan keramat." Itulah keyakinan sebagaian besar saudara-saudara kita yang
notabenenya muslim. Sepintas, perkara ini tampak sepele namun kenyataannya
tidak, lantaran perkara sudah masuk dalam wilayah syirik sedangkan syirik adalah
dosa yang terbesar.
Bulan Muharrom Dalam Pandangan
Islam
Bulan Muharrom
— dalam kalender Jawa disebut Sura—adalah bulan Alloh yang sangat agung. Ia
adalah bulan pertama dalam kalender Islam (Hijriah) dan termasuk bulan haram.
Alloh berfirman:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Alloh adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Alloh pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Alloh beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah [9]: 36)
Dari Abu Bakroh رضي
الله عنه bahwa Nabi صلي الله
عليه وسلم bersabda:
"Satu tahun itu dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram. Tiga bulan berturut-turut: Dzulqo'dah, Dzulhijjah, dan Muharrom. Satunya lagi adalah bulan Rojab yang terletak di antara Jumada Tsani dan Sya'ban." (HR. al-Bukhori: 2958)
Hasan al-Bashri رحمه
الله berkata: "Alloh membuka
tahun dengan bulan haram,
dan menutup tahun dengan
bulan haram pula. Setelah Romadhon, tidak ada bulan yang lebih agung di sisi
Alloh daripada Muharrom."
(Latho'iful-Ma'arif kar.
Ibnu Rojab hlm. 79)
Keagungan dan kemuliaan bulan ini bertambah
dengan penyandaran bulan
ini kepada Alloh. Nabi صلي الله عليه وسلم menyebutkan bulan Muharrom dengan nama Syahrulloh (bulan Alloh). Rosululloh
صلي الله عليه وسلم
bersabda:
"Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1163)
Al-Hafizh Ibnu Rojab رحمه الله berkata: "Nabi menamai Muharom Syahrulloh. Penyandaran bulan ini
kepada Alloh menunjukkan keutamaannya. Alloh tidak akan menyandarkan sesuatu
pada diri-Nya kecuali makhluk-Nya yang khusus." (Latho'iful-Ma'arif' hlm. 81)
Demikianlah keagungan bulan Muharrom. Lantas,
atas dasar apakah sebagian orang meyakini bahwa Muharrom bulan
keramat?
Amalan Sunnah Pada Bulan Muharrom
Mendapati bulan Muharrom merupakan sebuah
kenikmatan. Bulan ini sarat pahala dan merupakan ladang bagi orang yang
bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan hari esoknya. Seorang mukmin
mengawali tahun dengan
ketaatan agar bisa melangkah dengan pasti sepanjang tahun tersebut.
Abu Utsman an-Nahdi1 berkata: "Para
salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: sepuluh hari
terakhir Romadhon, sepuluh hari pertama Dzulhijjah, dan sepuluh hari pertama
Muharrom." (Latho'iful-Ma'arif hlm. 80) Inilah
amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan Muharrom:
- Puasa
Rosululloh صلي الله
عليه وسلم bersabda:
"Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1982)
Yang dimaksud "puasa" di sini adalah puasa
secara mutlak. Dianjurkan memperbanyak puasa sunnah pada bulan ini, utamanya
ketika hari Asyuro'. Akan
tetapi, tidak boleh berpuasa pada seluruh hari bulan Muharrom, karena Rosululloh
صلي الله عليه وسلم tidak
pernah berpuasa sebulan
penuh kecuali pada bulan Romadhon2 saja. (Syarah Shohih Muslim kar. an-Nawawi: 8/303)
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "(Puasa
Asyuro’) ini adalah puasa yang paling afdhol
bagi orang yang hanya berpuasa pada bulan ini saja. Sedangkan bagi yang terbiasa
berpuasa terus pada bulan lainnya, yang afdhol adalah puasa Dawud." (Kitab as-Siyam min Syarhil-'Umdah kar.
Ibnu Taimiyyah: 2/548)
- Memperbanyak amal sholih
Perbuatan dosa pada bulan ini akan dibalas
dengan dosa yang besar, perbuatan baik pun akan diberi ganjaran yang melimpah. Siapa saja yang
beramal sholih pada bulan ini akan menuai pahala yang besar sebagai kasih sayang dan kemurahan
Alloh.3 Ini adalah keutamaan yang besar,
kebaikan yang banyak, tidak bisa dikiaskan. Sesungguhnya Alloh adalah pemberi
nikmat, pemberi keutamaan menurut kehendak-Nya dan kepada siapa saja yang Dia
kehendaki. Tidak ada yang
dapat menentang hukum-Nya dan tidak ada yang yang dapat menolak keutamaan-Nya.
(at-Tamhid kar. Ibnu Abdil
Barr: 19/26, Fathul-Bari kar. Ibnu Hajar: 6/5)
- Taubat
Taubat adalah kembali kepada Alloh dari
perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepada perkara yang Dia senangi, menyesali
dosa yang telah berlalu dan meninggalkannya seketika itu serta bertekad untuk
tidak mengulanginya kembali. Taubat adalah tugas seumur hidup.4
Maka kewajiban seorang muslim bila terjatuh ke
dalam dosa adalah segera bertaubat, karena dia tidak tahu kapan kematian
menjemput. Juga, perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan
perbuatan jelek yang lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang
penuh keutamaan maka dosanya akan besar pula, sesuai dengan keutamaan waktu dan
tempatnya. Maka segeralah bertaubat kepada Alloh. (Lihat Majmu' Fatawa kar. Syaikhul-Islam Ibnu
Taimiyyah: 34/180)
Sejarah Puasa Asyuro'
Asyuro' adalah hari kesepuluh
Muharrom.1 Ia adalah hari yang mulia. Ia menyimpan sejarah yang mendalam.
Ibnu Abbas berkata: "Nabi صلي الله عليه
وسلم tiba di Madinah dan
mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa Asyuro'. Nabi bertanya:
"Puasa apa ini?" Mereka menjawab: "Hari ini adalah hari yang baik, hari yang Alloh telah menyelamatkan Bani Israil dari kejaran musuhnya, maka Musa berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Alloh. Dan kami pun ikut berpuasa." Nabi صلي الله عليه وسلم berkata: "Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Akhirnya Nabi صلي الله عليه وسلم berpuasa dan memerintahkan kepada manusia berpuasa. (HR. al-Bukhori: 2004 Muslim: 1130)
Fase pertama: Beliau
صلي الله عليه وسلم
berpuasa di Makkah dan tidak memerintahkan kepada manusia
berpuasa. Aisyah رضي الله عنها menuturkan: "Dahulu orang Quraisy
berpuasa Asyuro' pada masa
jahiliah. Dan Nabi صلي الله عليه وسلم pun berpuasa Asyuro' pada masa jahiliah.
Tatkala hijrah ke Madinah beliau صلي الله عليه
وسلم tetap berpuasa Asyuro' dan memerintah manusia
agar berpuasa pula. Ketika puasa Romadhon telah diwajibkan, beliau berkata: "Bagi yang hendak
berpuasa, silakan berpuasa. Bagi yang tidak puasa, juga tidak mengapa." (HR.
al-Bukhori: 2002 dan Muslim: 1125)
Fase kedua: Tatkala
tiba di Madinah dan mengetahui bahwa orang Yahudi berpuasa Asyuro' beliau juga
berpuasa dan memerintah manusia agar berpuasa, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas
di muka. Bahkan, Rosululloh صلي الله عليه
وسلم menguatkan perintah
beliau dan sangat menganjurkan, sampai-sampai para sahabat melatih anak-anak mereka berpuasa
Asyuro'.
Fase ketiga: Setelah
diturunkannya kewajiban puasa Romadhon, beliau tidak lagi memerintah para
sahabatnya berpuasa
Asyuro', tidak pula melarang, dan membiarkan perkaranya menjadi
sunnah3 sebagaimana
hadits Aisyah رضي الله عنها
yang telah lalu.
Fase keempat: Pada
akhir hayatnya Nabi صلي الله عليه وسلم bertekad untuk tidak hanya berpuasa pada hari Asyuro'
melainkan juga menyertakan
9 Asyuro' agar berbeda dengan puasanya orang Yahudi. Ibnu Abbas رضي الله عنهما, berkata: "Ketika Nabi صلي الله عليه
وسلم berpuasa Asyuro' dan juga memerintah para sahabatnya berpuasa, para
sahabat berkata: 'Wahai Rosululloh, hari Asyuro' adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani!' Maka
Rosululloh صلي الله عليه وسلم berkata: 'Kalau begitu, tahun depan insya Alloh kita puasa bersama
tanggal sembilan pula.'" Kata Ibnu Abbas: "Sebelum sampai tahun depan, beliau
wafat." (HR. Muslim: 1134)
2 Latho'iful-Ma'arif hlm. 102-107
3 Bahkan para ulama bersepakat bahwa puasa Asyuro' sekarang hukumnya sunnah bukan wajib. (Ijma'at Ibnu Abdil Barr kar. Abdulloh Mubarok Al Saif: 2/798, Shohih Targhib wa Tarhib kar. al-Albani: 1/438, Tuhfatul-Ahwadzi kar. Mubarokfuri: 3/524, Aunul-Ma'bud kar. Syaroful-Haq Azhim Abadi: 7/121)
Keutamaan Puasa Asyuro'
Hari Asyuro' adalah hari yang mulia.
Kedudukannya sangat agung.
Ia memiliki keutamaan yang sangat besar.
Imam al-Izz bin Abdus Salam berkata:
"Keutamaan waktu dan tempat
ada dua bentuk. Bentuk pertama bersifat duniawi dan bentuk kedua bersifat agama.
Keutamaan yang bersifat agama kembali kepada kemurahan Alloh bagi para hamba-Nya dengan cara melebihkan
pahala bagi yang beramal, seperti keutamaan puasa Romadhon atas seluruh puasa
pada bulan lain, demikian pula hari Asyuro’. Keutamaan ini kembali kepada kemurahan
dan kebaikan Alloh bagi para hamba-Nya di dalam waktu dan tempat tersebut." (Qowa'id al-Ahkam kar. al-Izz bin Abdis
Salam 1/38, Fadhlu Asyuro' wa Syahrulloh al-Muharrom
kar. Muhammad as-Sholih hlm. 3)
- Menghapus dosa satu tahun yang lalu
Rosululloh صلي الله
عليه وسلم bersabda:
Puasa Asyuro' aku mohonkan kepada Alloh agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim: 1162)
Imam an-Nawawi berkata: "Keutamaan (puasa
Asyuro'), ia menghapus semua dosa-dosa kecil. Atau, boleh dikatakan, ia
menghapus seluruh dosa kecuali dosa besar." (Majmu'
Syarah al-Muhadzdzab kar.
an-Nawawi: 6/279)
- Nabi صلي الله عليه وسلم sangat bersemangat untuk berpuasa pada hari itu
Ibnu Abbas رضي الله
عنهما berkata:
"Aku tidak pernah melihat Nabi benar-benar memperhatikan dan menyengaja untuk puasa yang ada keutamaannya kecuali puasa pada hari Asyuro' dan pada bulan Romadhon." (HR. al-Bukhori: 2006 dan Muslim: 1132)
- Hari ketika Alloh menyelamatkan Bani Israil1
- Puasa Asyuro'pernah diwajibkan
Sebelum turunnya kewajiban puasa Romadhon,
puasa Asyuro' diwajibkan. Hal ini menunjukkan keutamaan puasa Asyuro' pada awal
perkaranya. Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata: "Nabi صلي الله عليه
وسلم dahulu berpuasa Asyuro' dan memerintahkan manusia
agar berpuasa pula. Ketika turun kewajiban puasa Romadhon, puasa Asyuro' ditinggalkan." (HR.
al-Bukhori: 1892 dan Muslim: 1126)
- Jatuh pada bulan haram
Nabi صلي الله عليه
وسلم bersabda:
"Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Alloh), Muharrom." (HR. Muslim: 1163)
Bagaimana Cara Berpuasa Asyuro'?
Puasa Asyuro' ada tiga tingkatan:1
Pertama: Berpuasa
pula sebelum dan sesudahnya, yakni pada 9-11 Muharrom. Inilah yang paling
sempurna.
Kedua: Berpuasa pada
9 dan 10. Inilah yang paling banyak ditunjukkan dalam hadits.
Sedangkan berpuasa hanya pada 9 Muharrom tidak
ada asalnya, keliru dan kurang teliti dalam memahami hadits-hadits yang ada. (Zadul-Ma'ad: 2/72)
Berkaitan dengan cara pertama—yaitu berpuasa tiga hari (9-11
Muharrom)—para ulama
melemahkan hadits Ibnu Abbas 3 yang menjadi sandarannya.4 Kendati demikian, pengamalannya tetap dibenarkan oleh para
ulama5 dengan alasan sebagai berikut6:
Pertama: Sebagai
kehati-hatian karena bulan Dzulhij-jah bisa 29 atau 30 hari. Apabila tidak
diketahui penetapan awal
bulan dengan tepat maka berpuasa pada tanggal 11-nya akan dapat memastikan bahwa
seseorang mendapati puasa
Tasu'a (tanggal 9) dan puasa
Asyuro' (tanggal
10)
.
Kedua: Yang
melakukannya akan mendapat pahala puasa tiga hari dalam sebulan, sehingga
baginya pahala puasa
sebulan penuh. (Berdasarkan HR. Muslim: 1162)
Ketiga: Dia berpuasa
tiga hari pada bulan Muharrom yang dikatakan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم: "Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada
Syahrulloh (bulan Alloh),
Muharrom." (HR. Muslim: 1163)
Keempat: Tercapainya
tujuan menyelisihi orang Yahudi, tidak hanya puasa pada hari Asyuro' melainkan juga
menyertakan hari lainnya. (Fathul-Bari: 4/245, Syarah Riyadhush-Sholihin
kar. Ibnu Utsaimin 5/305) Allohu A'lam.
2 Syaikhul-Islam رحمه الله berkata: "Puasa hari Asyuro' menghapus dosa setahun, tidak dibenci apabila berpuasa pada hari ini saja." (al-Akhbar al-llmiyyah minal Ikhtiyarot al-Fiahiyyah kar. Alauddin Ali bin Muhammad al-Ba'li hlm. 164)
3 Yaitu hadits yang berbunyi: "Puasalah pada hari Asyuro' dan berbedalah dengan orang Yahudi. Berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari setelannya."
4 Lihat Nailul-Author kar. asy-Syaukani: 4/273, Dho'if al-Jami' ash-Shoghir no. 3506 dan Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah him. 177 keduanya oleh al-AIbani, Tuhfatul-Ahwadzi: 3/527
5 Zadul-Ma'ad: 2/73, Fathul-Bari: 4/289, al-Mughni kar. Ibnu Qudamah: 4/441, Latho'iful-Ma'arif' hlm. 109.
6 ash-Shiyam Fil-Islam kar. Dr. Sa'id bin Ali al-Qohthoni hlm. 364
Faedah: Bila Asyuro' Jatuh Pada Jum'at atau Sabtu
Ada hadits-hadits yang berisi larangan
menyendirikan puasa Jum'at
dan larangan puasa Sabtu kecuali puasa yang wajib. Apakah larangan ini tetap
berlaku ketika hari Asyuro' jatuh pada Jum'at atau Sabtu? Syaikhul-Islam Ibnu
Taimiyyah menjawabnya: "Adapun orang yang tidak menyengaja berpuasa karena hari
Jum'at atau Sabtu—seperti
orang yang puasa sehari sebelum dan sesudahnya, atau memiliki kebiasaan berpuasa
sehari dan berbuka sehari (puasa Dawud, Red)—boleh berpuasa Jum'at walaupun
sebelum dan sesudahnya
tidak puasa. Atau, bila dia ingin puasa Arofah atau Asyuro' yang jatuh pada
Jum'at maka tidaklah dilarang karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja
ingin mengkhususkan (hari Jum'at dan Sabtu tanpa sebab, Pen)." (Kitabush-Shiyam min Syarhil-Umdah kar.
Ibnu Taimiyyah: 2/652. Lihat pula Zadul-Ma'ad:
2/79 dan Tahdzibus-Sunan:
3/297 keduanya oleh Ibnul-Qoyyim, Kasyful-Qona' kar. al-Buhuti Juz 2 Bab
Puasa Tathowwu', al-Muharror kar. Ibnu Taimiyyah: 1/350)
Bid'ah-Bid'ah Pada Bulan Muharrom
- Keyakinan tentang keramatnya Muharrom
Keyakinan semacam ini masih bercokol pada
sebagian masyarakat. Atas
dasar keyakinan ala jahiliah
ini banyak orang merasa enggan menikahkan putrinya pada bulan ini karena akan
membawa sial dan kegagalan
dalam berumah tangga. (Syarah Masa'il al-Jahiliyyah
kar. Dr. Sholih al-Fauzan hlm. 302)
Ini adalah keyakinan jahiliah yang telah
dibatalkan Islam. Kesialan tidak ada sangkut pautnya dengan bulan, baik
Muharrom, Shofar, ataupun lainnya.
- Doa awal dan akhir tahun1
Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid
رحمه الله berkata: "Tidak ada sedikit pun dalam syari'at ini doa' atau dzikir
untuk awal tahun. Manusia zaman sekarang banyak membuat bid'ah berupa do'a,
dzikir, atau tukar-menukar
ucapan selamat, demikian pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam pertama
buIan Muharrom dengan sholat, dzikir, atau do'a, puasa akhir tahun, dan
sebagainya. Semua ini tidak ada dalilnya sama sekali!" (Tashih ad-Du'a kar. Bakar Abu Zaid hlm.
107)
- Peringatan tahun baru Hijriah
Tidak ragu lagi perkara ini termasuk bid'ah.
Tidak ada dalam as-Sunnah anjuran mengadakan peringatan tahun baru Hijriah. Perkara ini
termasuk bid'ah yang jelek. (Bida' wa Akhtho'
hlm. 218. Lihat secara luas masalah ini dalam risalah
al-Ihtifal Bi Ro'si Sanah wa Musybahati Ashabil Jahim
kar. Abdulloh bin Abdul Hamid al-Atsari)
- Puasa awal tahun Hijriah2
Perkara ini termasuk bid'ah yang mungkar.
Demikian pula puasa akhir tahun, termasuk bid'ah yang hanya dibuat-buat tanpa
berpijak pada dalil sama sekali! Barangkali mereka berdalil dengan
sebuah hadits yang
berbunyi:
"Barang siapa yang berpuasa pada akhir
Dzulhijjah dan pada awal Muharrom, maka dia telah menutup akhir tahun dengan
puasa dan membuka awal tahunnya dengan puasa. Semoga Alloh menghapuskan dosanya
selama lima puluh tahun!!"
Hadits di atas adalah hadits yang palsu
menurut timbangan para ahli
hadits. (al-Ala'i al-Mashnu'ah kar. as-Suyuthi: 2/108, Tanzihusy-Syari'ah kar. Ibnu Arroq:
2/148, al-Fawa'id al-Majmu'ah kar. asy-Syaukani no. 280. Kritik
Hadits-Hadits Dho 'if Populer kar. Abu Ubaidah Yusuf
as-Sidawi hlm. 114)
- Malam pertama bulan Muharrom3
Syaikh Abu Syamah رحمه الله berkata: "Tidak ada
keutamaan sama sekali pada
malam pertama bulan Muharrom. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shohih maupun yang lemah dalam masalah ini. Bahkan
dalam hadits-hadits yang palsu juga tidak disebutkan!! Aku khawatir—aku berlindung kepada Alloh—bahwa perkara ini hanya muncul dari
seorang pendusta yang membuat-buat hadits!! (al-Ba'its
'Ala Inkaril-Bida' wal-Hawadits hlm. 239)
- Menghidupkan malam hari Asyuro'
Banyak sekali kemungkaran dan bid'ah yang
dibuat pada hari Asyuro'.4 Kita mulai dari malam harinya.
Banyak manusia yang menghidupkan -malam hari Asyuro', baik dengan sholat, do'a
dan dzikir, atau sekadar berkumpul-kumpul. Perkara ini jelas tidak ada tuntunan
yang menganjurkannya.
Syaikh Bakar Abu Zaid رحمه الله berkata: "Termasuk bentuk bid'ah dzikir adalah menghidupkan malam
hari Asyuro' dengan dzikir dan ibadah. (Orang-orang) mengkhususkan do'a pada
malam hari tersebut dengan
nama do'a hari Asyuro' yang konon kabarnya barang siapa yang membaca do'a ini
maka tidak akan mati tahun tersebut, atau membaca surat al-Qur'an yang
disebutkan nama Musa pada sholat subuh hari Asyuro'.5 Semua ini adalah perkara yang
tidak dikehendaki oleh Alloh, Rosul-Nya, dan kaum mukminin!!" (Tashihad-Du'a hlm. 109)
- Sholat Asyuro'
Sholat Asyuro' adalah sholat yang dikerjakan
antara waktu zhuhur dan
asar, empat roka'at, setiap roka'at membaca al-Fatihah sekali, kemudian
membaca ayat kursi sepuluh
kali, Qui Huwallohu Ahad sepuluh kali,
al-Falaq dan an-Nas lima kali. Apabila selesai salam, istighfar tujuh puluh
kali. Orang-orang yang menganjurkan sholat ini dasarnya hanyalah sebuah hadits
palsu!! (al-Fawa'id al-Majmu'ah no. 60, al-Lala'i al-Mashnu'ah:
2/92)
Asy-Syuqoiri رحمه
الله berkata: "Hadits sholat
Asyuro' adalah hadits palsu. Para perawinya majhul
(tidak dikenal), sebagaimana disebutkan oleh
as-Suyuthi dalam al-Lala'i al-Mashnu'ah. Tidak boleh meriwayatkan hadits ini, lebih-lebih sampai mengamalkannya!!" (as-Sunan wal-Mubtada'at hlm.
154)
- Do'a hari Asyuro'
Di antara contoh do'a Asyuro' adalah: "Barang
siapa yang mengucapkan Hasbiyalloh wa Ni'mal Wakil
an-Nashir sebanyak tujuh puluh kali pada hari Asyuro'
maka Alloh akan menjaganya dari kejelekan pada hari itu."
Do'a ini tidak berasal dari Nabi صلي الله عليه وسلم, para sahabat maupun para tabi'in. Tidak pula do'a ini disebutkan
dalam hadits-hadits yang lemah apalagi hadits yang shohih. Do'a ini hanya
berasal dari ucapan sebagian manusia!! Celakanya, sebagian syaikh sufi ada yang
berlebihan bahwa barang siapa yang membaca do'a ini pada hari Asyuro' tidak akan
mati pada tahun tersebut!!6 Ucapan ini jelas batil dan
mungkar, karena Alloh telah berfirman:
.... Sesungguhnya ketetapan Alloh apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. (QS. Nuh [71]: 4)
- Memperingati hari kematian Husain7
Pada bulan Muharrom, kelompok Syi'ah setiap
tahunnya mengadakan upacara
kesedihan dan ratapan. Mereka berdemontrasi di jalan-jalan dan tanah lapang
dengan berpakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga
memukuli pipi, dada, dan punggung mereka sendiri, menyobek saku, menangis, serta
berteriak histeris dengan menyebut: "Ya Husain. Ya Husain!!!"
Lebih-lebih pada tanggal 10 Muharrom, mereka
lakukan lebih dari itu, mereka memukuli diri sendiri dengan cemeti dan pedang
sehingga berlumuran darah!!! Anehnya, mereka menganggap semua itu merupakan amalan ibadah dan syi'ar Islam!!
Hanya kepada Alloh kita mengadukan semua ini. (Lihat Min Aqo'id Syi'ah (terj. Membongkar
Kesesatan Aqidah Syi'ah) kar. Syaikh Abdulloh bin Muhammad hlm.
57-58)
Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab
"Adapun menjadikan hari Asyuro' sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana
dilakukan oleh kaum Rofidhoh karena terbunuhnya Husain bin Ali termasuk perbuatan orang yang tersesat
usahanya dalam kehidupan
dunia sedangkan dia mengira berbuat baik. Alloh dan Rosul-Nya tidak pernah
memerintahkan agar hari musibah dan kematian para nabi dijadikan ratapan, lantas
bagaimana dengan orang yang selain mereka?!" (Latho'iful Ma'arif'him. 113)
Husain bin Ali bin Abi Tholib adalah cucu
Rosululloh m dari pernikahan Ali bin Abi Tholib
dengan Fathimah putri
beliau صلي الله عليه وسلم.
Husain sangat dicintai Rosululloh Sabda beliau
صلي الله عليه وسلم:
Husain adalah bagianku juga dan Aku adalah bagian Husain. Semoga Alloh mencintai orang yang mencintai Husain. Husain termasuk cucu keturunanku. (HR. at-Tir-midzi: 3775, Ibnu Majah: 144, Ibnu Hibban: 2240, al-Hakim 3/177, Ahmad: 4/172, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 1227)
Husain terbunuh pada peristiwa yang sangat
tragis, yaitu pada tanggal
10 Muharrom tahun 61 H, di sebuah tempat bernama Karbala, karenanya peristiwa
ini kemudian lebih dikenal dengan peristiwa Karbala. (Lihat kisah selengkapnya
dalam al-Bidayah wan Nihayah kar. Ibnu Katsir: 8/172-191)
Namun, apa pun musibah yang terjadi dan
betapapun kita sangat
mencintai keluarga Rosululloh صلي الله عليه
وسلم, tidak ada alasan untuk
bertindak melanggar aturan syari'at dengan memperingati hari kematian Husain!!
Sebab, peristiwa terbunuhnya orang yang dicintai Rosululloh صلي الله عليه وسلم sebelum Husain juga pernah terjadi seperti terbunuhnya Hamzah bin
Abdil Mutholib tetapi tidak menjadikan Rosululloh صلي
الله عليه وسلم dan para sahabatnya mengenang atau memperingatinya,
sebagaimana yang dilakukan
orang-orang Syi'ah untuk mengenang terbunuhnya Husain!! (Syahr
al-Muharrom wa Yaum Asyuro' kar. Abdulloh Haidir hlm.
29)
- Perayaan hari suka cita
Yang dimaksud merayakan hari suka cita adalah menampakkan
kegembiraan, menghidangkan makanan lebih dari biasanya, dan memakai pakaian bagus. Mereka yang
membuat acara ini ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa
terbunuhnya Husain dengan
kegembiraan, kontra dengan apa yang dilakukan orang-orang Syiah. Acara semacam
ini tidak dibenarkan. Bid'ah, tidak boleh dilawan dengan bid'ah yang baru! Tidak ada satu
dalil pun yang membolehkan acara semacam ini. (Lihat Majmu' Fata-wa: 25/309-310, Iqtidho' ash-Shiroth al-Mustaqim: 2/133,
Tamamul-Minnah kar.
al-Albani hlm. 412)
- Berbagai ritual dan adat di tanah Air
Di tanah air, bila tiba hari Asyuro' akan kita
lihat beraneka ragam adat dan ritual untuk menyambut hari istimewa ini. Namun,
kalau kita lihat dengan kacamata syar'i, adat dan ritual ini tidak lepas dari
kesyirikan (!) seperti meminta berkah dari benda-benda yang dianggap sakti dan
keramat, bahkan yang lebih mengenaskan sampai kotoran sapi atau kerbau pun tidak
terluput untuk dijadikan alat pencari berkah!!8
Demikianlah akhir yang dapat kami kumpulkan
tentang amalan di bulan Muharrom. Semoga bermanfaat. Allohu A'lam. []
2 As-Sunan wal-Mubtada'at hlm. 191, Tashih ad-Du'a hlm. 107
3 Tashih ad-Du'a hlm. 107, Bida' wa Akhtho' hal. 221
4 Iqthido' ash-Shiroth al-Mustaqim: 2/129-134, Majmu' Fatawa: 25/307-314 keduanya oleh Ibnu Taimiyyah, al-Ibda' Fi Madhoril-Ibtida' kar. Ali Mahfuzh hlm. 56,269, as-Sunan wal-Mubtada'at hlm. 154-158, 191
5 Bida’ al-Qurro kar. Bakar Abu Zaid hal.9
6 Du'a Khotmil-Qur'an kar. Ahmad Muhammad al-Barrok. Buku ini sarat khurofat dan kedustaan!! (Bida' wa Akhtho hlm. 230)
7 Iqthidho' ash-Siroth al-Mustaqim: 2/131-132
8 Di antara ritual adat yang sering dilakukan di Jawa adalah yang dinamai Kirab 1 Syuro. Acara ini sarat kesyirikan berupa keyakinan mereka terhadap benda pusaka keraton, keyakinan terhadap kerbau yang punya kekuatan ghaib, tirakatan dengan do'a dan kemungkaran-kemungkaran lain yang sangat jelas!! Wallohu-Mustana’an
oleh:
Abu Abdillah Syahrul Fatwa as-Salim
Labels:
Nasihat
Keine Kommentare: