Syarah Qawa'idul Arba' (Bagian 3)
“Kaidah yang
ketiga: Bahwasanya
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam muncul pada manusia yang ibadahnya
berbeda-beda. Diantara mereka ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah
para Nabi dan orang-orang shalih, ada yang menyembah batu-batu dan pohon-pohon,
dan ada yang menyembah matahari dan bulan dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam memerangi mereka tanpa membeda-bedakannya. Dalilnya firman Allah
subhanahu wa ta’ala:
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada
fitnah dan supaya agama itu semata-mata hanya untuk Allah.” (Al Anfal:
39)
SYARAH:
Kaidah yang
ketiga: Bahwasanya
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam diutus kepada kaum musyrikin, diantara mereka
ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah matahari dan bulan, ada yang
menyembah patung, batu-batu, pohon-pohon, dan ada yang menyembah para wali dan
orang-orang shalih.
Inilah kejelekan syirik dimana pelakunya tidak berkumpul pada sesuatu
yang satu. Berbeda dengan muwahhidin (orang yang bertauhid), sesungguhnya
sesembahan mereka itu satu yaitu Allah subhanahu wa
ta’ala:
“Tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu
tidak menyembah selein Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan
nenek moyangmu membuat-buatnya.” (Yusuf:
39-40)
Dan diantara kejelekan syirik serta kebathilannya adalah bahwa pelakunya
berbeda-beda dalam ibadahnya. Mereka tidak bersepakat dalam satu ketentuan/
patokan, karena tdak berjelan di atas suatu pokok, melaikan berjalan di atas
hawa nafsu dan pengakuan-pengakuan yang sesat, sehingga bertambah banyaklah
perpecahan mereka.
“Allah
membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh
beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang
menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama
halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (Az Zumar:
29)
Orang yang beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla saja seperti seorang
budak yang menghamba kepada satu orang dan bersenang-senang dengannya. Dia
mengetahui maksudnya dan mengetahu permintaannya sehingga dapat bersenang-senang
dengannya. Akan tetapi orang musyrik seperti orang yang mempunyai beberapa tuan,
dia tidak tau siapa yang ridha di antara mereka. Setiap tuan mempunyai kesukaan,
permintaan, keinginan, dan masing-masing menginginkan dia datang disisinya. Oleh
karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
maknanya yaitu dimiliki oleh beberapa orang. Dia tidak tau mana yang ridho di antara mereka.
maknanya dikuasai (dimiliki) oleh satu orang saja, dan ia bersenang-senang bersamanya.
maknanya yaitu dimiliki oleh beberapa orang. Dia tidak tau mana yang ridho di antara mereka.
maknanya dikuasai (dimiliki) oleh satu orang saja, dan ia bersenang-senang bersamanya.
Demikianlah permisalan yang dibuat Allah subhanahu wa ta’ala untuk orang
musyrik dan muwahhidin.
Orang-orang musyrik itu berbeda-beda dalam ibadahnya, dan Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam memerangi mereka tanpa membeda-bedakannya. Beliau
memerangi penyembah berhala, orang-orang Yahudi, Nashara, Majusi serta seluruh
kaum musyrikin. Beliau juga memerangi orang-orang yang menyembah malaikat,
menyembah para wali dan orang-orang shalih, tanpa membedakan
mereka.
Ini adalah bantahan bagi orang yang mengatakan: “Orang yang menyembah
patung tidak sama dengan mereka yang menyembah orang shalih atau seorang
malaikat dari para malaikat, karena mereka menyembah batu-batu, pohon dan benda
mati. Maka mereka yang menyembah orang shalih dan wali dari kalangan wali-wali
Allah ‘azza wa jalla tidaklah sama dengan orang yang menyembah
berhala.”
Dengan ucapan tersebut, mereka menginginkan bahwa orang yang menyembah
kuburan saat ini, hukumnya adalah berbeda dengan orang yang menyembah berhala.
Mereka tidak dikafirkan, dan perbuatan mereka tidak dianggap sebagai kesyirikan,
sehingga tidak boleh diperangi.
Kami katakan: “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak membedakan
mereka, bahkan menganggap mereka seluruhnya musyrik, sehingga halal darah serta
harta mereka. Tidak berbeda antara mereka dan orang yang menyembah Al Masih (Isa
‘alaihis salam)-dan Al Masih adalah seorang Rasul Allah ‘azza wa jalla- Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam memerangi mereka. Demikian pula orang-orang Yahudi,
mereka menyembah Uzair –salah seorang nabi atau orang shalih di kalangan mereka-
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerangi tanpa membeda-bedakan mereka.
Maka, syirik itu tidak berbeda antara penyembah orang shalih, dan penyembah
berhala, batu-batu atau pohon-pohom, karena syirik adalah ibadah kepada selain
Allah ‘azza wa jalla apapun bentuknya. Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (An Nisaa:
36)
Kata “sesuatupun” dalam konteks larangan mencakup segala sesuatu, yakni seluruh yang
disekutukan bersama Allah ‘azza wa jalla, dari kalangan malaikat, rasul,
orang-orang shalih, para wali, batu-batu maupun pepohonan.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan
perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata
untuk Allah.” (Al Anfal:
39)
SYARAH:
Merupakan dalil atas diperanginya kaum musyrikin tanpa membedakan
sembahan mereka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan
perangilah mereka” ini adalah
umum untuk setiap orang musyrik, tanpa kecuali!
Kemudian Allah menyatakan: “Supaya jangan ada fitnah”, fitnah
disini adalah syirik, yaitu: (agar) tidak ada kesyirikan. Maka ini umum untuk
seluruh kesyirikan apapun bentuknya, sama saja kesyirikan dengan wali-wali dan
orang shalih, dengan batu-batu, pohon, matahari atau
bulan.
“dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah” yakni menjadilah agama itu seluruhnya untuk Allah ‘azza wa jalla, tidak ada sekutu bagi-Nya seorangpun siapa saja dia. Maka tidak ada perbedaan antara syirik dengan para wali dan orang-orang shalih, atau syirik dengan batu-batu, pohon, setan-setan dan selain mereka.
“dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah” yakni menjadilah agama itu seluruhnya untuk Allah ‘azza wa jalla, tidak ada sekutu bagi-Nya seorangpun siapa saja dia. Maka tidak ada perbedaan antara syirik dengan para wali dan orang-orang shalih, atau syirik dengan batu-batu, pohon, setan-setan dan selain mereka.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Adapun dalilnya matahari dan bulan adalah firman Allah subhanahu wa
ta’ala:
“Dan sebagian
dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan.” (Fushilat:
37)
SYARAH:
(Ini) menunjukkan bahwa (di antara mereka) ada yang sujud kepada
matahari dan bulan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
melarang shalat ketika matahari terbit dan terbenamnya dalam rangka menutup
jalan (kesyirikan, ed) ke arah
tersebut. Karena ada orang yang sujud kepada matahari ketika terbit dan
terbenamnya, maka kita dilarang shalat pada dua waktu itu. Meskipun shalat
tersebut untuk Allah subhanahu wa ta’ala, namun karena shalat pada waktu itu
menyerupai perbuatan orang-orang musyrik, (maka kita) dilarang darinya dalam
rangka menutup jalan yang dapat menghantarkan kepada kesyirikan. Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam datang dengan larangan terhadap kesyirikan serta
menutup jalan yang menghantarkan kesana.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Dan dalilnya malaikat adalah firman Allah subhanahu wa
ta’ala:
“Dan (tidak
wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai
tuhan.” (Ali Imran:
80)
SYARAH:
Menunjukkan bahwa ada yang menyembah malaikat dan para Nabi, dan
sesungguhnya hal itu adalah termasuk syirik.
Para penyembah kubur pada hari ini menyatakan: Bahwa orang yang
menyembah malaikat, para nabi serta orang-orang yang shalih tidaklah
kafir.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Dan dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa
ta’ala:
Dan ingatlah
ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada
manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?” ‘Isa menjawab:
“Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku
(mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara yang ghaib-ghaib.” (Al Maidah:
116)
SYARAH:
Ini merupakan dalil bahwa ibadah kepada para nabi adalah syirik
sebagaimana ibadah kepada berhala.
Di dalamnya terdapat bantahan atas orang yang membedakan hal itu, dari
kalangan penyembah kuburan.
Juga bantahan bagi mereka yang menyatakan: Bahwa syirik itu adalah
menyembah berhala (saja). Menurut mereka tidaklah sama antara orang yang
menyembah berhala dengan orang yang menyembah wali atau orang shalih. Mereka
mengingkari persamaan diantara mereka, dan menyengka bahwa syirik itu terbatas
pada penyembahan kepada berhala saja. Maka ini termasuk kesalahan yang nyata
dari dua sisi:
Sisi pertama:
Bahwa Allah ‘azza wa jalla mengingkari semuanya dalam Al Qur’an, dan
memerintahkan untuk memerangi mereka seluruhnya.
Sisi kedua:
Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak membedakan antara
penyembah berhala dengan penyembah malaikat atau orang
shalih.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Dan dalilnya orang-orang shalih adalah firman Allah subhanahu wa
ta’ala:
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Tuhanmu adalah suatu yang (harus)
ditakuti.” (Al Isra’:
57)
SYARAH:
Merupakan dalil bahwa ada orang yang beribadah kepada orang shalih dari
kalangan manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah).”
Dikatakan:
ayat ini turun kepada orang yang menyembah Al Masih ‘alaihissalam dan
ibunya, serta Uzair. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa Al Masih
‘alaihissalam dan ibunya yaitu Maryam, serta Uzair –mereka semua- adalah
hamba-hamba Allah ‘azza wa jalla. Mereka mendekatkan diri kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan mengharap rahmat-Nya serta takut terhadap adzab-Nya. Mereka adalah
hamba yang butuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan memerlukan-Nya, berdo’a
kepada-Nya serta mencari wasilah kepada-Nya dengan
ketaatan.
“mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan
mereka”, yaitu kedekatan terhadap Allah ‘azza wa jalla dengan taat dan beribadah
kepada-Nya. Kemudian (Allah ‘azza wa jalla) menunjukkan bahwa –mereka itu-
tidaklah pantas untuk diibadahi karena mereka adalah manusia yang sangat butuh
dan kekurangan, mereka berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala mengharapkan
rahmat-Nya, serta takut akan adzab-Nya. Barangsiapa demikian keadaannya, maka
tidaklah pantas untuk diibadahi bersama Allah ‘azza wa
jalla.
Pendapat yang
kedua: ayat ini
turun terhadap orang-orang musyrik yang menyembah sekelompok jin. Lalu
(sekelompok) jin tersebut masuk Islam sementara orang-orang yang menyembahnya
tidak mengetahui keislaman mereka. Mereka (sekelompok jin tadi, ed) mendekatkan diri kepada Allah
subhanahu wa ta’ala dengan ketaatan dan ketundukan, berharap akan rahmat-Nya
serta takut akan adzab-Nya. Mereka adalah hamba yang membutuhkan dan fuqara’,
sehingga tidak pantas untuk diibadahi.
Dan apapun yang dimaksukan dari ayat yang mulia ini, sesungguhnya ayat
itu menunjukkan bahwa tidak boleh beribadah kepada orang-orang shalih, sama saja
apakah mereka para Nabi dan shidiqin, atau para wali dan orang-orang shalih.
Tidak boleh beribadah kepada mereka, karena semuanya adalah hamba Allah yang
butuh kepada-Nya, maka bagaimana mereka itu diibadahi bersama
Allah?
Wasilah
artinya taat dan dekat. Menurut bahasa, wasilah adalah sesuatu yang
menyampaikan kepada yang dimaksud (dituju). Maka sesuatu yang menyampaikan
(kita) kepada keridhaan Allah dan surga-Nya, adalah wasilah kepada Allah, dan
ini adalah wasilah yang disyariatkan, sebagaimana dalam firman Allah subhanahu
wa ta’ala:
“Dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (Al Maidah:
35)
Adapun muharrifun
(orang-orang yang menyelewengkan makna) menyatakan: Wasilah adalah engkau menjadikan
(sesuatu sebagai) perantara antara kamu dan Allah dari kalangan wali-wali, orang
shalih dan orang-orang yang sudah meninggal. Engkau menjadikan mereka sebagai
perantara antara kamu dengan Allah subhanahu wa ta’ala untuk mendekatkan dirimu
kepada-Nya:
“Kami tidak
meyembah mereka melaikan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya.” (Az Zumar:
3)
Maka pengertian wasilah menurut muharrifun: Engkau menjadikan sesuatu
sebagai perantara antara kamu dengan Allah (untuk) mengenalkanmu kepada Allah
menyampaikan keperluanmu kepada-Nya, seakan-akan Allah itu tidak tahu, atau
seakan-akan Allah itu bakhil, tidak akan memberi kecuali setelah didesak oleh
seorang perantara. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan. Mereka
menyamakan Allah dengan manusia. Kemudian mereka berkata, Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan
mereka.” (Al Isra’:
57)
(Ini) menunjukkan bahwa, menjadikan makhluk sebagai perantara kepada
Allah subhanahu wa ta’ala adalah perkara yang disyariatkan, karena Allah
subhanahu wa ta’ala memuji pelakunya. Dalam ayat yang lain Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Al Maidah:
35)
Mereka berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk mengambil
wasilah kepada-Nya, dan pengertian
wasilah adalah perantara.” Demikianlah, mereka menyelewengkan kalimat dari
tempatnya.
Sedangkan wasilah yang
disyariatkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah yaitu dengan ketaatan yang
mnedekatkan kepada Allah, yakni bertawassul (mengambil Wasilah) kepada_nya
dengan nama-nama-Nya dan Sfat-sifat-Nya. Inilah wasilah yang disyariatkan.
Adapun tawassul dengan mahluk kepada Allah, maka hal ini adalah wasilah yang
dilarang dan syirik, dan itulah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik
dahulu.
“Dan mereka
menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan
kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu
adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (Yunus:
18)
“Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain dari pada Allah (berkata): “Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.” (Az Zumar:
3)
Dari sini, maka kesyirikan orang-orang terdahulu dan yang terakhir –sama
saja- meskipun mereka menamakannya wasilah, tetap saja dia syirik yang
sebenarnya, dan itu bukan wasilah yang disyariatkan oleh Allah, karena Allah
tidak menjadikan kesyirikan sebagai wasilah kepada-Nya –selamanya-. Dan bahwa
syirik itu justru akan menjauhkan (diri kita) dari Allah.
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka Allah pasti akan
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (Al Maidah:
72)
Maka bagaimana syirik itu dijadikan sebagai wasilah kepada Allah, Maha Tinggi Allah
dari apa yang mereka ucapkan.
Syahid
(Penguat) dari ayat ini adalah, ayat ini menunjukkan bahwa di sana ada
orang musyrik yang beribadah kepada orang shalih, karena Allah menerangkan hal
itu, dan menerangkan bahwa yang mereka sembah adalah hamba yang
faqir.
yaitu mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan ketaatan.
yaitu mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan ketaatan.
yaitu berlomba-lomba dengan
ibadah kepada Allah karena butuhnya mereka kepada Allah dan keperluan
mereka.
“Dan
menharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya.” Maka
barangsiapa keadaannya demikian, tidak pantas untuk menjadi sesembahan yang
diseru dan diibadahi bersama Allah ‘azza wa jalla.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Dan dalil tentang batu-batu dan pohon-pohon adalah firman Allah
subhanahu wa ta’ala:
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang
musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan manah yang ketiga, yang paling
terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An Najm:
19-20)
SYARAH:
Ayat ini merupakan dalil bahwa ada orang-orang musyrik yang beribadah
kepada batu-batu dan pohon-pohon.
Firman Allah: “Maka apakah
patut” ini adalah
pertanyaan pengingkaran, yaitu: kabarkan kepada-Ku; merupakan pertanyaan
pengingkaran dan celaan.
dengan mentahfif ta’: adalah nama berhala di
daerah Thaif, yaitu sebuah batu besar yang diukir, di atasnya dibangun rumah dan
padanya ada sitar menyerupai ka’bah. Di sekelilingnya terdapat lapangan, dan di
sisinya ada penjaga (juru kunci). Mereka beribadah kepadanya selain Allah.
Berhala ini milik kaum Tsaqif dan qabilah-qabilah yang loyal kepada mereka, dan
bangga dengannya.
Dan dibaca dengan mentasdid ta’, adalah ismul fa’il dari dia adalah seorang laki-laki shalih yag
dulunya mengadoni tepung dan memberi makan orang-orang yang haji. Tatkala dia
meninggal, mereka membangun rumah diatas kuburnya, kemudian menutupnya dengan
sitar (kelambu). Lalu mereka beribadah kepadanya, dialah
Laata.
Al Uzza
adalah pohon dari As Salam di lembah Nahlah antara Makkah dan Thaif. Di
sekitarnya terdapat bangunan dan kelambu, dan di sisinya ada juru kunci. Di situ
ada setan yang berbicara dengan manusia, sehingga orang-orang yang bodoh
menyangka bahwa yang mengajak bicara mereka adalah pohon tersebut atau rumah
yang mereka bangun di sana. Padahal yang berbicara dengan mereka adalah
setan-setan yang menyesatkan mereka dari jalan Allah ‘azza wa jalla. Berhala ini
milik kaum Quraisy dan penduduk Makkah serta orang-orang di
sekitarnya.
Mannah
adalah sebuah batu besar yang terletak di dekat gunung Qudid antara Makkah dan
Madinah. Berhala ini milik suku Khuza’ah, Aus dan Khazraj. Mereka berihram di
sisinya ketika haji, dan mengibadahinya.
Tiga berhala ini merupakan berhala terbesar bangsa
Arab.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Apakah berhala tersebut mencukupi kalian? Apakah memberi manfaat kepada
kalian? Apakah menolong kalian? Apakah berhala itu mencipta, memberi rezeki,
menghidupkan dan mematikan? Apa yang kalian peroleh darinya? Ini termasuk bab
pengingkaran dan peringatan bagi akal untuk kembali kepada petunjuk-Nya. Dia
hanyalah batu besar dan pohon yang tidak dapat memberikan manfaat dan
bahaya.
Maka tatkala Allah subhanahu wa ta’ala mendatangkan Islam dan Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam berhasil menguasai Makkah yang dimuliakan, Beliau
shallallahu’alaihi wa sallam mengutus Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu
dan Abu Sufyan bin Harb radhiyallahu’anhu menuju Al Laata di Thaif, kemudian
mereka menghancurkannya atas perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga mengutus Khalid bin Walid
radhiyallahu’anhu ke Al Uzza, lalu dia menghancurkannya, menebang pohon-pohon
serta membunuh jin perempuan yang ada disitu yang berbicara dengan manusia dan
menyesatkan mereka. Khalid bin Walid radhiyallahu’anhu menghilangkannya hingga
tak tersisa –Alhamdulillah-. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengutus
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu ke Manat, lalu dia menghancurkan dan
menghilangkannya. Berhala itu tidak dapat menyelamatkan dirinya, maka bagaimana
dia dapat menyelamatkan keluarga dan penyembahnya???
“Maka apakah
patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan Manah
yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan
Allah)? (An Najm:
19-20)
Kemana dia pergi? Apakah dia memberi manfaat kepada kalian? Apakah
dirinya bisa menghalangi tentara Allah ‘azza wa jalla dan pasukan muwahhidin
(ahli tauhid)?
Maka ayat ini menunjukkan bahwa di sana ada yang menyembah pohon-pohon
dan batu-batu, bahkan ketiga berhala tersebut adalah berhala terbesar mereka.
Bersamaan dengan ini Allah subhanahu wa ta’ala menghilangkan wujudnya, sementara
dia tidak dapat menghindar darinya dan tidak pula memberi manfaat kepada
keluarga (pengikutnya). Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyerang dan
memerangi mereka, namun berhala-berhala itu tidak dapat
menghalanginya.
Maka Syaikh rahimahullah berdalil dengan ayat ini bahwa di sana ada yang
menyembah batu-batu dan pohon-pohon. Subhanallah! Manusia yang berakal menyembah
pohon-pohon dan batu-batu yang tidak bernyawa, tidak memiliki akal, gerakan
serta kehidupan, lalu dimana akalnya manusia? Maha Tinggi Allah dari apa yang
mereka ucapkan –uluwwan kabira-.
Berkata
Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
Dan haditsnya Abi Waqid Al Laitsi radhiyallahu’anhu dia
berkata:
“Kami keluar
bersama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ke Hunain dan saat itu kami baru saja
lepas dari kekafiran (baru masuk Islam-pent). Orang-orang musyrik mempunyai
pohon yang mereka beri’tikaf di sana serta menggantungkan senjata-senjata mereka
padanya yang dinamakan Dzatu Anwaath, lalu kami melewati sebuah pohon, kemudian
kami berkata: Wahai Rasulullah buatkan bagi kami Dzatu Anwaath sebagaimana
mereka mempunyai Dzatu Anwaath ...al
hadits.
SYARAH:
Dari Abi Waqid Al Laitsi radhiyallahu’anhu dan yang masyhur beliau
termasuk sahabat yang masuk Islam pada waktu fathul Makkah tahun ke delapan
Hijrah.
“Demi Dzat
yang jiwaku ada di tangan-Nya kalian telah menyatakan sebagaimana Bani Israil
berkata kepada Musa “buatkan bagi kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai
sesembahan, Musa menjawab: “Sungguh kalian adalah kaum yang tidak
mengerti.”
Tatkala Musa ‘alaihissalam melewati lautan bersama Bani Israil dan Allah
menenggelamkan musuh mereka ke dalam lautan sementara mereka menyaksikannya,
mereka melewati orang-orang musyrik yang sedang beri’tikaf pada berhalanya. Lalu
mereka berkata kepada Musa ‘alaihissalam, “Buatkan bagi kami sesembahan sebagaimana
mereka mempunyai sesembahan”, maka Musa ‘alaihissalam menjawab: “Sungguh
kalian adalah kaum yang tidak mengerti.” Musa ‘alaihissalam mengingkari mereka
seraya berkata: “Sesungguhnya mereka akan dihancurkan oleh
kepercayaan yang dianutnya”, yaitu bathil.
“Dan akan batal apa yang selalu mereka
kerjakan”, karena syirik.
“Musa
menjawab: “Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah,
padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.” Musa
‘alaihissalam mengingkari mereka sebagaimana nabi kita Muhammad
shallallahu’alaihi wa sallam mengingkari mereka (para shahabat beliau –pent). Tetapi mereka (Bani Israil) dan
para sahabat belum mengerjakannya. Seandainya ketika itu (benar-benar) membuat
Dzatu Anwaath, sungguh mereka telah berbuat syirik, namun Allah menjaga mereka,
sehingga tatkala nabi mereka melarangnya mereka berhenti, dan mengatakan bahwa
perkataan ini (bersumber) dari kebodohan dan bukanlah mereka mengucapkannya
karena kesengajaan. Ketika mereka tahu bahwa hal itu adalah syirik, maka mereka
berhenti dan tidak melakukannya. Seandainya mereka laksanakan, niscaya mereka
telah berbuat syirik kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka syahid (penguat) dari
ayat ini adalah, bahwa di sana ada yang beribadah kepada pohon-pohon, karena
orang-orang musyrik mengambil Dzata Anwaath. Para sahabat yang ilmu belum mantap
dihati-hati mereka mencoba untuk meniru kaum musyrikin andai saja Allah tidak
menjaga mereka dengan Rasul-Nya.
As
Syahid: Bahwa disana
ada yang mencari berkah kepada pohon-pohon dan beri’tikaf pada-nya. Dan i’tikaf artinya tinggal di sisinya
beberapa waktu dalam rangka mendekatkan diri kepadanya, maka i’tikaf adalah tinggal pada suatu
tempat.
Ini menunjukkan beberapa permasalahan yang besar:
Masalah
pertama: Bahayanya
jahil (tidak mengetahui) tauhid. Barangsiapa tidak mengetahui tauhid, pantas
baginya jatuh pada kesyirikan, sementara dia tidak mengetahuinya. Maka wajib
mempelajari tauhid dan apa yang bertentangan dengannya dari
(perbuatan-perbuatan) syirik, sampai manusia itu berada di atas bashirah (ilmu)
sehingga tidak datang dari kebodohannya. Apalagi jika dia tidak melihat
seseorang mengerjakan kesyirikan tersebut kemudian dia menyangkanya benar dengan
sebab kebodohannya. Maka terkandung di dalamnya; bahaya kebodohan, lebih-lebih
dalam masalah aqidah.
Masalah
kedua: Hadits ini
(menunjukkan) bahayanya meniru orang-orang musyrik, karena kadang hal itu dapat
mengantarkan kepada kesyirikan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda:
“Barangsiapa
yang meniru suatu kaum maka dia termasuk golongan
mereka.”
Maka tidak boleh meniru-niru kaum musyrikin.
Masalah
ketiga: Bahwa
bertabarruk (meminta berkah) kepada batu-batu dan pohon-pohon serta bangunan
adalah syirik, meskipun dinamakan dengan selain namanya. Karena hal itu berarti
mencari berkah kepada selain Allah dari batu-batu, pohon-pohon, dan kuburan. Ini
adalah syirik meskipun dinamakan dengan nama selain
syirik.
Keine Kommentare: