AKHLAK

[Akhlak][grids]

Aqidah

[Aqidah][twocolumns]

FIQIH

[Fiqh][bleft]

Bagaimana caranya agar seluruh amal bisa ikhlas





BismillAhirRahmanirRahim

Setan senantiasa mengganggu manusia agar bisa merusak amal salehnya. Oleh karena itu, setiap mukmin hendaknya terus berjihad melawan musuh-musuhnya, yakni inlis dan bala tentaranya, hingga ia menemui Rabb-nya dalam keadaan beriman dan mengikhlaskan seluruh amal hanya kepada-Nya semata. Sementara itu, diantara faktor-faktor agar bisa ikhlas ialah:

1. Berdoa

Hidayah berada ditangan Allah, sedangkan hati berada diantara dua jari-jari Ar-Rahman, yang Dia akan membolak-balikkan sekehendak-Nya. Karena itu , berlindunglah kepada Zat yang ditangan-Nya seluruh kebutuhan serta kefakiran Anda. Di samping itu, mohonlah selalu kepada-Nya dengan disertai keikhlasan. Dahulu Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu senantiasa memperbanyak mengucapkan doa berikut:
"Ya Allah, jadikanlah semua amalku menjadi amalan yang saleh dan jadikanlah ia ikhlas untuk mencari wajah-Mu, serta jangan Engkau jadikan sedikitpun dari amalanku untuk orang lain."
2. Menyembunyikan amalan

Setiap kali kita menyembunyikan amal yang diperintahkan/ditutupi, maka hal itu lebih bisa diharapkan untuk diterima dan lebih kuat dalam keikhlasan. Seseorang yang keikhlasannya benar, akan senang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya, sebagaimana ia senang jika kejelekan-kejelekannya ditutupi.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ
" Tujuh orang yang dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya: Imam yang adil, seorang pemuda yang tumbuh dalam keaadaan senantiasa beribadah kepada Allah, seorang pemuda yang hatinya terikat dengan masjid, dua orang yang saling mencintai dijalan Allah; keduanya berkumpul dan berpisan karena-Nya, seorang pemuda yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu berkata,'Sesungguhnya aku takut kepada Allah,' seorang pemuda yang bersedekah dengan harta lalu menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kanannya, serta seorang pemuda yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian lalu air matanya bercucuran deras."
Bisyr bin Al-Harits berkata,"Janganlah beramal agar dikenang, tetapi sembunyikanlah kebaikan Anda sebagaimana Anda menyembunyikan kejelekan."
Shalat yang dilakukan pada waktu malam (shalat Tahajud), keberadaannya lebih diutamakan atas shalat sunnah yang lain. Demikian pula dengan istighfar pada waktu sahur, keberadaannya juga lebih diutamakan atas waktu yang lain. Pengutamaan perkara tersebut disebabkan keberadaannya akan lebih menghantarkan kepada perahasiaan amalan serta lebih dekat dengan keikhlasan.

3. Melihat amal-amal orang saleh yang melebihi amal Anda

Dalam beramal saleh dan berlomba-lomba menuju kebaikan, janganlah Anda melihat pada manusia yang lebih sedikit amalnya dari Anda. Akan tetapi, perhatikanlah agar selalu mencontoh para nabi dan orang-orang saleh terdahulu. Allah 'Azza wa Jala berfirman:
"Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah , maka ikutilah petunjuk mereka..." (Al-An'am:90).
Bacalah selalu perjalanan hidup orang-orang saleh dari kalangan ulama, ahli ibadah, orang-orang mulia lagi cerdik, dan ahli zuhud. Dengan hal itu, keimanan yang ada di hati diharapkan akan lebih bisa meningkat.

4. Memandang rendah amalannya

Bencana seorang hamba ialah keridhaannya terhadap dirinya sendiri. Barangsiapa melihat dirinya dengan pandangan keridhaan, berarti ia telah membinasakan dirinya. Barangsiapa yang memandang dirinya dengan mata ujub, berarti keikhlasannya sedikit atau sia-sialah amal saleh yang baru dikerjakannya. Sa'id bin Jubair berkata,"Ada seseorang yang masuk surga karena kemaksiatannya, dan ada pula yang masuk neraka karena kebaikannya." Maka ada seseorang bertanya,"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" Beliau menjawab,"Seseorang telah mengerjakan kemaksiatan, lalu ia senantiasa takut dari azab Allah atas dosanya tersebut. Ia menemui Allah dan Allah pun mengampuni dosanya disebabkan rasa takutnya kepada diri-Nya. Dan seseorang telah mengerjakan kebaikan, lalu ia senantiasa bangga dengannya, hingga ia menemui Allah dengan amalannya itu dan Allah pun memasukkannya kedalam neraka."

5. Takut jika amal tidak diterima

Setiap amal saleh yang Anda kerjakan, anggaplah Anda tidak pernah mengerjakannya. Disamping itu, jika Anda telah mengerjakan suatu amal, takutlah jika amal tersebut tidak diterima. Diantara doa para salaf ialah:
" Ya Allah, kami senantiasa memohonkepada-Mu amalan saleh dan penjagaan terhadapnya."
Diantara bentuk penjagaan ialah tidak bangga dan sombong dengannya, tetapi tetap merasa takut jika amalnya tidak diterima. Allah 'Azza wa Jala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu."(An-Nahl:92).
Diriwayatkan oleh Imam Ahamd dan At-Tirmidzi, bahwasannya Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahu'anha berkata," Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dalam ayat:
'Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut,(karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.'(Al-Mukminuun:60) adalah orang yang mencuri , berzina da minum khamer, serta ia takut kepada Allah 'Azza wa Jalla?'
Rasulullah ﷺ menjawab:
"Bukan wahai putri Abu Bakar Ash-Shiddiq, tetapi mereka adalah orang-orang yang mengerjakan shalat, berpuasa, serta bersedekah, tetapi mereka takut amalan mereka tidak diterima."
Dalam menafsirkan firman Allah 'Azza wa Jalla diatas, Ibnu Katsir berkata,"Maksudnya, mereka memberikan suatu pemberian, tetapi takut jika hal itu tidak diterima karena kekhawatiran mereka jangan-jangan mereka telah mengurangi dalam mengamalkan syarat untuk pemberian tersebut.

Didalam keikhlasan, dibutuhkan sekali kesungguhan sebelum beramal, saat beramal dan setelah beramal.

6. Tidak terpengaruh dengan ucapan orang lain


Orang yang bahagia ialah orang yang tak terpengaruh dengan pujian orang lain. Oleh karena itu, apabila orang lain memujinya karena telah mengerjakan ketaatan, hal itu tak akan menambahkan pada dirinya kecuali sikap tawadhu' dan takut kepada Allah 'Azza wa Jalla. Selain itu, ia juga merasa yakin jika pujian manusia merupakan fitnah baginya, sehingga ia berdoa kepada Allah 'Azza wa Jalla agar menyelamatkannya dari fitnah tersebut.

Dalam masalah ini, tiada satu pun yang bisa memberikan manfaat dan memberikan mudharat, kecuali hanyalah Allah. Dengan demikian, ia menempatkan manusia lainnya laksana penghuni kubur karena ketidakmampuannya dalam memberikan manfaat dan menolak mudharat yang akan menimpa dirinya.

Ibnul Jauzy berkata," Meninggalkan pandangan kepada makhluk dan meghapuskan kedudukan mereka dari dalam hati mereka dengan cara beramal dan mengikhlaskan niat, serta menutupi keadaan merupakan sesuatu yang bisa meninggikan derajat."

7. Selalu menyertakan perasaan bahwa manusia tak berkuasa atas surga dan neraka

Apabila seorang hamba memahami jika yang dijadikan objek riya' di padang Mahsyar akan berdiri bersama pelaku riya' dalam keadaan takut dan telanjang. Ia akan mengetahui bahwa mengarahkan niat kepada mereka adalah tindakan yang tidak pada tempatnya. Mereka tak bisa meringankan diri sedikitpun dari kesulitan di padang Mahsyar, bahkan keadaan mereka juga sama dengan dirinya yang mengalami kesempitan di padang Mahsyar. Oleh karena itu, jika Anda telah mengetahui hal tersebut, Anda pun akan mengetahui bahwa mengikhlaskan amal tidaklah ditujukan, kecuali untuk Zat yang memiliki surga dan neraka.

Seorang mukmin hendaknya meyakini, bahwa manusia tak berkuasa atas surga, mereka juga tak mempunyai kemampuan mengeluarkan Anda dari neraka meskipun Anda memintanya. Bahkan, seandainya seluruh manusia sejak Nabi Adam hingga yang paling akhir bersatu padu dan berdiri dibelakang Anda, mereka tetap tak akan mampu memasukkan Anda ke dalam surga, meskipun hanya selangkah saja. Jadi, mengapa Anda ingin dilihat oleh manusia, sementara mereka tak berkuasa sedikitpun atas diri Anda?

Ibnu Rajab berkata,"Barangsiapa mengerjakan shalat, puasa, dan berdzikir kepada Allah yang diniatkan untuk materi dunia, maka tidak ada kebaikan baginya dengan amalnya tersebut. Amal seperti itu tak akan memberi manfaat bagi pelakunya, tetapi justru mendatangkan dosa dan tak bermanfaat bagi orang lain."

Jika Anda menghiasi amal agar dipuji orang lain, Anda sekali-kali tak akan bisa mendapatkannya. Namun , mereka justru melakukan hal yang kontradiktif, yakni mereka akan mencela dan aib Anda akan terbongkar disisis mereka serta dalam hati mereka muncul kebencian terhadap diri Anda. Nabi ﷺ bersabda:
"Barangsiapa berbuat riya' Allah akan memperlihatkan aibnya."
Akan tetapi, jika Anda ikhlas karena Allah 'Azza wa Jalla, niscaya Allah akan mencintai Anda dan manusia juga akan mencintai Anda. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang."(Maryam:96).
Maksud dari kasih sayang ialah kecintaan.

8. Ingatlah bahwa Anda kelak sendirian di dalam kubur

Jiwa akan menjadi baik kalau mengingat tempat kembalinya. Jika seorang hamba yakin, ia kaan berbantalkan lahad seorang diri tanpa kawan, tak ada yang bermanfaat selain amal saleh, seluruh manusia tak akan mampu mengangkat azab kubur darinya sekalipun hanya sedikit, serta seluruh urusan itu aada di tangan Allah, saat itulah hamba tersebut akan yakin bahwa tak ada yang bisa menyelamatkannya kecuali dengan mengikhlaskan amal kepada Penciptanya semata.

Ibnul Qayyim berkata,"Bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan pertemuan dengan Allah merupakan sesuatu yang paling bermanfaat bagi seirang hamba dalam memperoleh keistiqomahan. Karena siapa saja yang benar-benar siap bertemu Allah, hatinya akan terputus dari dunia beserta apa yang ada di dalamnya dan tuntutan-tuntutannya."

Appendix:

Muttafaq 'alaihi
HR.An-Nasa'i, dan dihasankan Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa'i:2/1404,(4298).
Tafsir Ibnu Katsir III/248
Syahdul Khathir hlm.251.
Jami'ul Ulum wal Hikam: I/67
HR Muslim
Thariqul Hijratain hlm.297.

Al-Qasim,Abdul Muhsin;Kunci-Kunci Surga.Hal. 32-38


Wallahu'alam bissawab (والله أعلمُ بالـصـواب)

sambil mengisi waktu di kota Lübeck, 06042015 / 17 Jumadil Akhir 1436 H


Keine Kommentare: