10 Jurus Penangkal Sihir, Dengki & Ain
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Wa Laa Haula Walaa Quuwwata Illa Billah
Al-Alyyil ‘Azhim
Al Imam Al Hafizh Ibnul Qayyim berkata selepas
menjelaskan tentang hasad, sihir, ‘ain dan sihir:
“Kejahatan orang yang hasad terhadap yang
dihasadi dapat ditolak dengan 10 cara, diantaranya:
Cara Pertama
Berlindung Kepada Allah Dari
Kejahatannya
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِن شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا
وَقَبَ. وَمِن شَرِّ
النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang
menguasai waktu subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam
apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang
sihir yang menghembus pada
buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki"
(QS. AlFalaq)
Meminta perlindungan
kepada Allah سبحانه و تعالي
serta naungan dari-Nya
merupakan inti daripada surat ini. Allah Ta'ala Maha Mendengar terhadap bisikan hamba yang berlindung
kepada-Nya, Ia Maha Mengetahui atas apa yang daripadanya si hamba berlindung
kepada-Nya.
Maksud dari kata 'mendengar' di sini ialah
mendengar sekaligus mengabulkan dan bukan sekedar mendengar. Sebagaimana sabda
Nabi:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
"Allah mendengar (memperkenankan) doa orang
yang memuji-Nya."
Demikian juga perkataan Al-Khalil
(Ibrahim):
إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاء
"Sesungguhnya Tuhanku benar-benar mendengar
(memperkenankan) doa" (QS. Ibrahim: 39)
Kadang kala Allah mengaitkan sifat
mendengar dengan sifat
mengetahui dan kadang kala
mengaitkannya dengan sifat melihat. Hal ini sesuai dengan tuntutan keadaan orang
yang berlindung kepada-Nya. Tatkala seorang hamba minta perlindungan atas musuh yang
dia tahu bahwa Allah
melihatnya dan tahu akan kejahatan dan tipu dayanya, maka Allah
mengabarkan kepada hamba
tersebut bahwa Ia mendengar
permintaannya - yakni memperkenankannya — dan Ia
tahu akan tipu daya musuhnya, Ia melihat dan mengawasinya, sehingga besarlah
harapan si hamba akan perlindungan Allah dan hatinya pun tergerak untuk
bermunajat kepada-Nya.
Cobalah anda renungkan kecermatan bahasa
Al-Qur'an ketika menyinggung tentang bagaimana meminta perlindungan dari syaithan
yang kita yakini keberadaannya namun tidak kita lihat wujudnya, dengan
menggunakan lafazh: السََّمِيعُ العَلِيم yang berarti: 'Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui', sebagaimana
yang terdapat dalam surat Al A'raf dan As Sajdah.
Namun ketika menyinggung tentang
bagaimana meminta
perlindungan dari kejahatan manusia yang terlihat dengan mata, ia menggunakan lafazh: السََّمِيعُ البَصِيرُ yang berarti: 'Yang
Maha Mendengar lagi Maha
Melihat', sebagaimana dalam surat Al Mu'min (Ghafir). Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ
اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَّا هُم
بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Sesungguhnya orang-orang yang
memperdebatkan tentang
ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada
mereka melainkan (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan
mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (QS.
Ghafir:56).
Hal ini karena perbuatan manusia adalah
perbuatan yang kasat mata, sedangkan gangguan syaithan merupakan angan-angan dan
bisikan yang dicampakkan ke
dalam hati manusia, dan ini berkaitan dengan sifat 'mengetahui'. Maka dalam hal
ini Allah memerintahkan untuk meminta perlindungan kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui. Adapun untuk
sesuatu yang kasat mata dan dapat dengan penglihatan. Allah perintahkan untuk
meminta perlindungan kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Wallahu a'lam
Bertakwa Kepada Allah
Yaitu dengan menjaga perintah Allah dan
menghindari larangan-Nya. Karena barang-siapa bertakwa kepada Allah, maka Allah
sendirilah yang akan
menjadi penjaga dan pelindungnya, dan Ia tidak akan menyerahkannya kepada
selain-Nya.
Allah berfirman:
وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا
وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئاً
"Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya
tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemu-dharatan bagimu."
(QS. Ali Imran: 120)
Nabi صلي الله عليه
وسلم berkata kepada Abdullah bin Abbas :
"Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.
Jagalah Allah, niscaya
engkau akan mendapatkan-Nya dihadapanmu."
Maka barangsiapa menjaga (perintah dan
larangan) Allah, maka Allah
akan menjaganya dan ia akan mendapati Allah dihadapannya ke mana saja ia
menghadap. Jika Allah telah menjadi pelindung dan penjaganya maka siapa lagi yang ia takuti dan ia
cemaskan...?!
Bersabar Atas Musuhnya
Yaitu dengan berusaha untuk tidak
melawan atau
mengeluhkannya, bahkan tidak terbetik sedikitpun di hatinya untuk berusaha mengusik musuhnya ini. Karena ia tak akan
dapat mengalahkan musuh dan
orang yang hasad kepadanya
dengan senjata yang lebih ampuh dari pada kesabaran dan tawakkal kepada Allah.
Janganlah ia menganggap lama dan besar akan kezhaliman musuhnya, karena setiap
kali si musuh menzaliminya,
kezhaliman tersebut akan menjadi pasukan dan kekuatan bagi orang yang dizalimi
yang dengannya orang yang zalim tersebut memerangi dirinya sendiri tanpa ia sadari. Kezhalimannya ibarat anak panah yang
ia lemparkan menuju dirinya sendiri. Seandainya hal ini dapat dilihat oleh orang
yang dizalimi itu niscaya ia akan senang dengan kezhaliman tersebut. Akan tetapi karena lemahnya
penglihatannya, ia tidak
melihat kecuali eksistensi dari kezhaliman tersebut, tanpa mampu melihat akibat
dan hasil akhirnya.
Padahal Allah berfirman:
وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ
بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنصُرَنَّهُ اللَّهُ
"Dan barangsiapa membalas dengan setimpal
penganiayaan yang pernah ia terima kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan
menolongnya" (QS. Al Hajj: 60)
Bila Allah telah menjamin pertolongan
atasnya padahal ia pernah
membalas sebelumnya, maka bagaimana halnya dengan orang yang dianiaya namun sabar dan tidak membalas
sedikitpun...?? Padahal tidak ada dosa yang lebih disegerakan balasannya dari pada
dosa ke-zhaliman dan memutuskan tali silaturahmi.
Sudah menjadi sunnatullah (ketetapan Allah)
bahwa jikalau ada sebuah gunung yang berlaku zhalim terhadap gunung yang lain maka
Allah akan menjadikannya hancur berkeping-keping.
Cara Keempat
Bertawakkal Kepada Allah
Barangsiapa bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan
mencukupi kebutuhannya. Ta-wakkal merupakan cara paling ampuh bagi
seseorang untuk menolak
apa-apa yang tak mampu
ditolaknya, seperti penganiayaan, kezhaliman dan permusuhan. Tawakkal merupakan
cara terampuh untuk itu karena Allah akan mencukupinya, dan barangsiapa yang Allah
telah mencukupi dan menjadi penjaganya maka tak ada lagi musuh yang berselera
kepadanya.
Orang tersebut tidak akan mendapat
gangguan sedikitpun dari
musuhnya kecuali berupa gangguan yang tidak bisa tidak dia harus merasakannya, seperti kepanasan,
kedinginan, kelaparan dan
dahaga. Adapun gangguan-gangguan yang dapat menghantarkan orang tersebut kepada keadaan yang
diinginkan musuhnya maka hal tersebut tak akan pernah terjadi.
Adalah berbeda antara gangguan yang
secara zhahir merupakan
gangguan namun hakikatnya
merupakan kebaikan atas orang yang diganggu dan penganiayaan atas diri sendiri,
dengan gangguan yang betul-betul dapat melegakan hati si pengganggu
tersebut.
Sebagian salaf mengatakan: "Allah telah
menjadikan bagi setiap perbuatan balasan yang setimpal dari jenisnya, dan Ia
menjadikan balasannya
tawakkal berupa kecukupan dari-Nya atas orang yang bertawakkal
tersebut."
Allah berfirman:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS.
Ath Thalaq: 3)
Allah tidak mengatakan: "...niscaya Kami akan
memberinya pahala ini dan itu,.." sebagaimana yang Dia sebutkan untuk amal shalih lainnya, namun Ia menjadikan diri-Nya
sendiri yang akan mencukupi hamba-Nya yang bertawakkal tersebut... Ia sendiri yang akan
menjaga dan melindunginya.
Seandainya seorang hamba bertawakkal
kepada Allah dengan
tawakkal yang sebenar-benarnya lalu langit dan bumi beserta penghuninya bersatu untuk membuat makar
atasnya niscaya Allah akan menjadikan jalan keluar baginya, mencukupi dan
menolongnya.
Mengenai hakikat tawakkal, faedah dan
manfaatnya yang besar,
serta betapa besarnya hajat seorang hamba akan tawakkal telah kami
jelaskan dalam kitab
Al Fathul Qudsy. Di sana
kami jelaskan tentang rusaknya pendapat orang yang menjadikan tawakkal termasuk
dalam 'maqaamat’1 yang tidak berdasar itu, dan bahwasanya ia merupakan maqam (tingkatan)nya orang awam. Pendapat
tersebut telah kami bantah dari berbagai segi dan telah kami jelaskan
bahwa tawakkal merupakan
maqam paling mulia yang
dicapai oleh orang-orang arif. Makin tinggi maqam seorang hamba semakin besar pula hajatnya kepada tawakkal, dan
tawakkal seseorang
sebanding dengan kadar keimanannya.
Adapun di sini kami hanya bermaksud
menjelaskan cara-cara untuk
menolak kejahatan orang yang hasad (dengki), bahaya sihir dan sihir
'ain.
Cara Kelima
Mengosongkan Hati Dengan Tidak
Memikirkannya
Hendaknya seseorang berusaha
melupakannya setiap kali
fikiran tersebut muncul di benaknya. Jangan sampai ia menggubris dan mencemaskannya, apalagi sampai menyibukkan
hati dengan memikirkan hal
itu - yakni kejahatan orang yang hasad, bahaya sihir dan sihir 'ain.
Ini merupakan obat
paling mujarab dan cara
paling ampuh yang dapat menolong seseorang untuk menolak bahaya-bahaya
tersebut. Ibarat orang yang dikejar-kejar musuh untuk ditangkap dan
disiksa, namun tiba-tiba musuh tersebut diam tidak mengapa-apakannya, keduanya
pun tak saling bersentuhan, bahkan musuh itu pun menyingkir dan tak kuasa
mengganggunya.
Namun jika keduanya bersentuhan dan satu sama
lain saling bersinggungan barulah bahaya tersebut terjadi.
Demikianlah, keadaan ruh (alam fikiran) pun
juga seperti itu. Jikalau ruhnya masih terikat dengan fikiran-fikiran tersebut
kemudian alam fikiran musuhnya pun bertautan dengan alam fikirannya baik ketika
sadar maupun terlelap tanpa berpisah darinya, - padahal inilah sesungguhnya yang
dikehendaki oleh yang hasad
tersebut - maka saat itulah hatinya menjadi gelisah dan merasa bahwa bahaya
tersebut selalu
mengintainya hingga salah satu dari keduanya binasa.
Namun jika ia segera menarik ruh (alam
fikirannya dari musuhnya kemudian menjaganya dengan tidak memikirkan atau mengingatnya, bahkan tatkala fikiran tersebut
terlintas di benaknya segera ia lupakan lalu ia menyibukkan fikirannya dengan hal-hal yang lebih
penting dan bermanfaat,
niscaya musuh itupun akan tinggal sendirian tanpa lawan sehingga lambat laun ia
'menerkam' dirinya sendiri. Karena kedengkian (hasad) itu ibarat api, tatkala api tersebut tidak lagi mendapati apa yang bisa
dibakarnya maka ia akan
membakar dirinya sendiri.
Ini merupakan pintu keluar besar yang
tidak diberikan kecuali
kepada jiwa-jiwa yang mulia dan tinggi. Adapun jiwa pendendam yang hanya ingin
melampiaskan dendamnya dan merasa lega dari musuhnya, maka jiwa semacam ini jauh dari pintu
tersebut.
Alangkah jauhnya perbedaan antara orang yang
arif dan bijak dengan orang semacam ini. Seseorang tidak mungkin dapat
mengetahui kapasitas
dirinya sebelum mencicipi 'manis' dan 'nikmat'nya ujian ini. Seakan ia melihat
bahwa siksaan batin yang terbesar ialah dengan sibuk memikirkan musuhnya serta
merasa terikat dengannya. Tak ada yang lebih menyiksa hatinya dari pada
itu...
Yang dapat membenarkan hal ini hanyalah
jiwa-jiwa yang tenang dan lembut yang telah ridha Allah menjadi wakilnya, dan
tahu bahwa pembelaan Allah atasnya adalah lebih baik dari pada pembelaan dirinya
sendiri atau orang lain. Ia beriman kepada Allah dan merasa tenang berada
bersama-Nya... ia yakin bahwa jaminan Allah itu haq
dan janji-Nya adalah benar... tak ada yang lebih
menepati janji dari Allah dan tak ada yang lebih benar perkataannya selain
Dia.
Ia sadar bahwa pertolongan Allah atasnya
lebih kuat, mantap,
langgeng dan bermanfaat dari pada pertolongannya sendiri atau orang lain. Namun tak akan ada
orang yang mampu merealisasikan hal ini kecuali dengan:
Cara Keenam
Bertaqarrub Dan Mengikhlaskan Diri Untuk
Allah
Yaitu dengan menjadikan rasa mahabbatullah (cinta kepada Allah),
berharap akan ridha-Nya dan inabah (kembali kepada-Nya) senantiasa mengisi hatinya dan menjadi
cita-cita yang berjalan
bersama hatinya sedikit demi sedikit sehingga dapat mengalahkan pengaruh buruk orang yang hasad kepadanya
dan mengikisnya perlahan-lahan hingga hilang sama sekali.
Dengan demikian yang tinggal di hatinya
hanyalah cita-citanya mendapatkan kecintaan Allah, bertaqarrub kepada-Nya, mencari
ridha-Nya, mendapat belas kasih-Nya dan selalu ingat kepada-Nya seperti seseorang yang selalu
ingat akan kekasihnya yang senantiasa berbuat baik kepadanya. Hatinya dipenuhi
kerinduan kepadanya
sehingga tak sekejap pun ia dapat melupakannya dan tak akan kosong hatinya dari kecintaannya
tersebut
Jikalau hati telah seperti itu keadaannya,
maka bagaimana mungkin ia akan rela mengisi kembali hati dan alam fikirannya
dengan memikirkan kejahatan
orang yang hasad kepadanya?? Hal itu tak akan pernah terfikirkan kecuali oleh hati yang rusak yang tak
pernah menerima sentuhan
mahabbatullah dan
Kemuliaan-Nya serta mengharapkan keridhaannya!
Bahkan ketika sebersit dari fikiran jelek
tersebut melewati 'gerbang'
hatinya, seketika itu pula para 'penjaga gerbang' tersebut meneriakinya: "Hati-hati kamu, jangan coba-coba
mendekati wilayah kekuasaan
'raja' kami! Enyahlah kamu ke 'tempat-tempat penginapan' yang mau menerima siapa
saja yang singgah kepadanya... kamu tidak ada urusan dengan 'benteng kerajaan' yang telah
terjaga ketat ini...!"
Allah berfirman ketika mengisahkan tentang
Iblis musuh-Nya yang berkata:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ
أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
"Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan
mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka"
(QS. Shaad: 82 - 83)
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ
سُلْطَانٌ
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada
kekuasaan bagimu terhadap
mereka, (QS. Hijr: 42)
Dia pun menjawab:
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ
آمَنُواْ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ
يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُم بِهِ مُشْرِكُونَ
"Sesungguhnya syaithan itu tidak ada
kekuasaan baginya atas orang-orang yang beriman dan ber-tawakkal kepada
Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaan syaithan itu hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi
pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah" (QS. An Nahl: 99-100).
Allah berfirman tentang Yusuf Ash
Shiddieq
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ
وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
"Demikianlah agar Kami memalingkan dari
padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba Kami yang terpilih."
(QS. Yusuf: 24).
Alangkah bahagianya orang yang masuk ke dalam
'benteng' tersebut, ia telah bertahan dalam benteng yang kokoh, siapa saja yang bertahan di dalamnya maka ia tidak akan takut
dan terlantar, dan musuh pun tak berselera mendekatinya.
ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
"Demikianlah karunia Allah, diberikannya
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar" (QS. Al Jumu'ah :
4). "
Cara Ketujuh
Memurnikan Taubat Untuk Allah
Yaitu dengan mengkhususkan taubat
kepada Allah atas dosa-dosa
yang menyebabkan musuh
mampu menguasainya. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri" (QS. Asy Syura: 30).
Allah berfirman kepada generasi terbaik, yaitu
para sahabat Rasulullah bukan yang lainnya:
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ
أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَـذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ
أَنْفُسِكُمْ
"Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada
peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada
musuh-musuhmu (pada
peperangan Badar) kamu mengatakan: "Dari manakah datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah: "Itu dari
(kesalahan) dirimu sendiri" (QS. Ali
Imran:165).
Tidaklah seorang hamba dapat dikuasai oleh
musuhnya kecuali karena dosa yang diperbuatnya, baik yang dia ketahui maupun yang tidak diketahuinya.
Sedangkan dosa-dosa yang tak diketahuinya jauh lebih banyak-dari pada yang ia
ketahui. Dosa-dosa yang telah dilupakannya pun jauh lebih banyak dari pada dosa-dosa yang masih dia
ingat.
Dalam sebuah doa yang masyhur disebutkan:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ
أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ
"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari
berbuat syirik kepada-Mu sedangkan aku mengetahuinya, dan aku minta ampun
kepada-Mu atas apa-apa yang tidak aku ketahui."1
Jadi seorang hamba harus lebih banyak
ber-istighfar atas dosa-dosa yang tidak diketahuinya, dibandingkan dosa-dosa
yang dia ketahui.
Salah seorang salaf suatu ketika bertemu
dengan seorang lelaki
kemudian tiba-tiba lelaki itu berkata kasar dan mencaci-makinya. Maka dia pun
berkata kepada lelaki tersebut: "Tunggulah sebentar hingga aku masuk ke rumah
kemudian keluar lagi untuk
menemuimu", maka ia pun masuk ke rumahnya lalu sujud bersimpuh kepada Allah
bertaubat dan kembali kepada-Nya. Kemudian ia keluar menemui lelaki tersebut,
lelaki itu bertanya: "Apa yang barusan kamu lakukan?", maka jawabnya: "Aku bertaubat
kepada Allah dari dosa yang
menjadikanmu dapat
merendahkanku."
Insya Allah akan kami jelaskan bahwa di dunia
ini sebenarnya tidak ada kejahatan melainkan dosa-dosa yang kita perbuat dan sebagai akibatnya. Maka jika seorang hamba
telah selamat dari dosa-dosa ia pun akan selamat dari akibat-akibatnya. Oleh karena itu tak
ada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba tatkala ia dianiaya dan dikuasai musuhnya kecuali
taubat nasuha.
Tanda orang yang bahagia ialah ketika ia mulai
melihat dirinya sendiri dan mengoreksi semua dosa dan kekurangannya lalu ia
sibuk dengannya membenahi kekurangan tersebut dan memperbanyak taubat, sehingga
tak ada lagi peluang baginya untuk memikirkan hal lain. Hatinya tergerak dengan
sendirinya untuk bertaubat dan mengoreksi kesalahannya, kemudian Allah lah yang kelak akan menolong
dan menjaganya serta menolak darinya dan ini adalah suatu keharusan.
Alangkah bahagianya hamba semacam ini,
alangkah besar keberkahan yang diterimanya dan alangkah baik pengaruh keberkahan
itu pada dirinya. Akan
tetapi hidayah dan taufik itu hanyalah di tangan Allah, tak ada seorang pun yang
dapat menolak pemberian-Nya dan tidak ada yang dapat memberi sesuatu yang
ditolak-Nya.
Tidak setiap orang beruntung mendapatkan
taufik untuk bertaubat, dan tidak setiap orang mengenal taubat itu kemudian
tergerak hatinya untuk melaksanakannya. Tidak ada pengetahuan, kehendak dan kemampuan hamba dan
tiadalah daya dan upaya melainkan dari Allah.
Cara Kedelapan
Bersedekah Dan Berbuat Kebajikan
Semampunya
Sedekah dan kebajikan memiliki
kemampuan yang luar biasa
untuk menolak bala, mencegah sihir 'ain dan melenyapkan sifat hasad. Cukuplah apa yang
dialami oleh umat-umat baik yang terdahulu maupun sekarang menjadi bukti akan
hal ini.
Hampir tidak pernah kita dapati ada orang baik
dan dermawan yang dimusuhi, sihir 'ain, atau didengki orang. Seandainya pun ia
mengalaminya maka ia akan
hadapi orang tersebut dengan lemah lembut dan uluran tangan sehingga kebaikan itu pun kembali
kepadanya. Orang yang baik dan gemar bersedekah akan berada dalam penjagaan
kebaikan dan sedekahnya, ia
akan mendapat 'perisai' dari Allah yang akan melindunginya.
Secara umum, mensyukuri nikmat Allah
merupakan cara terbaik
untuk menjaganya dari sebab-sebab yang dapat menghilangkannya.
Di antara sebab yang paling dominan dalam hal
ini ialah hasad dan sihir 'ain. Hal itu disebabkan karena orang yang hasad hatinya
tidak akan puas dan lega hingga ia melihat kenikmatan itu lenyap dari orang yang
didengkinya. Ketika itulah 'rintihan'nya terhenti dan api ke-dengkiannya padam -
semoga Allah tidak memadamkannya! .
Jadi seorang hamba tidak bisa menjaga
nikmat Allah dengan cara
yang lebih baik dari pada
mensyukurinya. Dan tak ada cara yang lebih cepat untuk melenyapkan kenikmatan
tersebut selain dengan mempergunakannya untuk bermaksiat kepada Allah. Itulah kufur
nikmat yang dapat menghantarkan pelakunya kepada kekafiran.
Orang yang baik dan dermawan ibarat
seseorang yang memiliki
tentara dan pasukan yang siap berperang membelanya sedangkan ia tidur nyenyak di
atas kasurnya. Siapa yang memiliki musuh namun tidak punya pasukan maka ia
seperti orang yang hampir
saja dikalahkan musuhnya,
meski kekalahan tersebut terjadi belakangan, Wallahul musta'aan.
Cara Kesembilan
Memadamkan Kedengkian Permusuhan Dan Gangguan
Orang Dengan Berbuat Baik Kepadanya
Ini merupakan cara yang paling berat bagi hawa
nafsu, tak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali orang yang mendapat keberuntungan yang besar dari Allah; yaitu
memadamkan kedengkian
permusuhan dan gangguan orang lain dengan berbuat baik kepadanya. Setiap kali
gangguan keburukan permusuhan dan kedengkian itu bertambah, bertambah pula
kebaikannya kepada musuhnya. Ia justru semakin iba dan kasihan kepada
musuhnya... hatinya pun tergerak untuk menasehatinya.
Saya rasa Anda sulit mempercayainya
apalagi mencobanya, maka
renungkanlah firman Allah berikut:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ
كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ
نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.
"Dan tidaklah, sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahahatan itu) dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah ia
menjadi teman yang setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar,
dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar. Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan
maka mohonlah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. Fushshilat: 34-36).
أُوْلَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُم مَّرَّتَيْنِ
بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ
"Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan
kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kabaikan, dan sebagian
dari apa yang kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan." (QS. Al-Qashash: 54)
Perhatikanlah, bagaimana Nabi bercerita
tentang dirinya tatkala ia dianiaya kaumnya hingga berdarah, lalu sembari beliau
mengusap darah dari
tubuhnya beliau berdoa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ
لاَيَعْلَمُونَ
"Ya Allah ampunilah kaumku karena sesungguhnya
mereka tidak mengetahui!"
Lihatlah bagaimana beliau mengumpulkan dalam
dua kalimat ini empat kebaikan yang dengannya beliau menghadapi kejahatan yang besar dari kaumnya;
Pertama: memaafkan
mereka,
Kedua: memintakan
ampunan untuk mereka,
Ketiga: memberikan
udzur atas mereka bahwa mereka tidak mengetahui, dan
Keempat: simpati
beliau kepada kaumnya dengan menisbatkan mereka kepada dirinya ketika
mengatakan: "...ampunilah kaumku". Seperti layaknya ketika seseorang hendak
memintakan syafaat untuk
orang lain maka ia akan mengatakan kepada orang yang dimintainya: "Ini puteraku
atau anak buahku atau sahabatku, maka tolonglah dia demiku.."
Guna melunakkan dan melembutkan hati anda,
perhatikanlah sekarang uraian berikut;
"Ketahuilah bahwa anda memiliki banyak dosa
antara anda dengan Allah, anda takut akan siksa-Nya dan berharap akan ampunan
magh-firah dan
pemberian-Nya. Padahal Allah tidak akan sekedar mengampuni dan memaafkan
saja, Dia bahkan akan
mencurahkan nikmat-Nya kepada anda, memuliakan anda, dan mendatangkan kepada anda banyak manfaat dan
kebaikan di luar yang anda
bayangkan.
Jika anda menghendaki cara yang demikian dari
Allah ketika Ia 'membalas' dosa dan kejelekan yang anda perbuat, maka alangkah afdhal-nya jika anda melakukan hal yang
sama terhadap hamba-Nya.
Kejahatan mereka anda balas dengan kebaikan agar Allah membalas dosa anda dengan
cara yang sama, karena sesungguhnya balasan itu sesuai dengan jenis
perbuatan.
Sebagaimana anda membalas kejahatan orang lain
kepada anda, seperti itulah Allah akan 'membalas' dosa-dosa anda sebagai balasan
yang setimpal.
Jadi, anda boleh pilih; balas dendam atau
maafkan... santuni atau biarkan! Karena barang siapa menyemai benih ia akan
menuai hasil, dan sebagaimana anda memperlakukan hamba-hamba Allah demikian
pulalah Allah akan memperlakukan anda.
Barangsiapa mampu menghayati makna di atas dan
merenungkan dengan akal fikirannya, niscaya akan ringan baginya untuk berbuat
baik terhadap orang yang jahat kepadanya. Apalagi jika di samping itu ia akan
mendapatkan pertolongan
Allah dan kebersamaan khusus dari-Nya (ma'iyyatullah),
sebagaimana yang dikatakan Nabi kepada orang yang mengeluhkan
tentang kerabatnya yang
senantiasa dia santuni namun mereka berlaku jahat kepadanya, kata
beliau:
وَلاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيْرٌ
مَادُمْتَ عَلَي ذَلِكَ
"Allah akan senantiasa menolong dan bersamamu
selama kamu tetap seperti itu."
Apalagi di samping itu ia juga akan
mendapat pujian manusia dan
mereka akan bersatu memihaknya melawan musuhnya. Karena siapa saja yang mendengar tentang orang
baik yang menyantuni orang yang jahat kepadanya pasti akan bersimpati kepadanya,
membelanya dan mendoakannya... dan ini merupakan fitrah manusia yang diberikan
Allah kepada para hamba-Nya.
Dengan kebaikannya ia seakan-akan memiliki
bala tentara yang dia tidak mengenal mereka, dan mereka pun tak mengenalnya. Mereka siap membelanya tanpa
imbalan sedikitpun darinya. Apalagi jika ia tahu bahwa keadaannya dengan orang yang hasad dan
memusuhinya tak lepas dari
satu diantara dua hal;
Pertama:
Ia dapat menguasai, 'memperbu-dak' dan menaklukkan
musuhnya dengan kebaikan.
Bahkan musuh itu akan luluh di hadapannya dan menjadi teman setianya, atau
Kedua: Ia dapat
menjatuhkan mental musuhnya
bahkan membinasakannya, jika si musuh terus-menerus dalam permusuhannya. Karena dengan kebaikan tersebut pada
hakikatnya ia telah menimpakan kekalahan yang berlipat ganda kepada musuhnya
dari pada kalau ia membalas dendam.
Siapa yang berani mencoba niscaya akan
benar-benar merasakannya...
Allah lah yang memberi taufik dan
pertolongan... di
tangan-Nya lah segala kebaikan... tiada Ilah melainkan Dia... kepada-Nya lah
kita berharap agar Dia menggerakkan hati kita dan seluruh kaum muslimin untuk
mewujudkannya dengan
karunia dan kemuliaannya.
Singkatnya, amalan ini memiliki lebih dari
seratus manfaat baik duniawi maupun ukhrawi, insya Allah kami akan menjelaskannya di lain
kesempatan.
Cara Kesepuluh
Memurnikan Tauhid Untuk Allah
Ini merupakan penghulu dari apa-apa yang kita
bahas sebelumnya dan padanya terletak keberhasilan setiap cara, yaitu memurnikan
tauhid untuk Allah.
Kita akan beralih dari berfikir tentang
sebab kepada Yang Menyebabkan, yaitu Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Perlu diketahui bahwa sebab-sebab tadi ibarat
hembusan angin yang bergantung kepada Dzat yang menghembuskannya, Dialah
pencipta angin tersebut. Angin tersebut tak akan bermanfaat atau mencelakakan kecuali atas
seizin-Nya.
Dialah satu-satunya yang menghembuskan angin
tersebut kepada siapa saja yang Ia kehendaki dari hamba-Nya, dan memalingkannya dari siapa saja yang Ia
kehendaki dari mereka. Tiada dzat lain selain-Nya.
Allah berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ
لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ
"Jika Allah
menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tiada
yang dapat menghilangkannya
kecuali Dia, dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tiada yang dapat
menolak karunia-Nya" (QS. Yunus : 107).
Nabi berkata kepada Abdullah bin
Abbas:
وَاعْلَمُ أَنَّ الأَمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ
عَلَي أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَئٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَئٍ قَدْكَتَبَهُ اللهُ
لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُواعَلَيْ أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَئٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ
بِشَئٍ قَدْكَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ
"Ketahuilah, seandainya seluruh umat ini
bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu niscaya mereka tak akan
mampu memberimu manfaat
sedikit pun kecuali berupa apa yang telah Allah tentukan bagimu. Dan seandainya
mereka bersatu padu untuk mencelakaimu niscaya mereka tak akan mampu
mencelakaimu sedikit pun kecuali berupa apa yang telah Allah tentukan atasmu"
(H.R. Tirmidzi).
Tatkala seorang hamba berhasil
memurnikan tauhid untuk
Allah maka hatinya akan terbebas dari rasa takut kepada selain-Nya.
Musuhnya pun menjadi tak
seberapa menakutkan baginya dibanding rasa takutnya kepada Allah, bahkan hanya
Allah lah yang ditakutinya. Maka Allah pun mengamankannya dari musuhnya hingga
lenyaplah segala uneg-uneg dan fikiran yang menghantuinya.
Rasa takutnya, cintanya, tawakkalnya,
inabah-nya dan perbuatannya
hanya ia peruntukkan bagi Allah saja.
Ia sadar bahwa sibuk memikirkan keadaan musuh
dan takut kepadanya merupakan sesuatu yang dapat menodai kemurnian tauhidnya, karena seandainya ia
benar-benar memurnikan tauhidnya maka cukuplah hal itu menyibukkan dirinya dari
hal lain. Kelak Allah lah yang akan bertugas menjaga dan membelanya karena Allah
akan senantiasa menjadi pembela orang-orang yang beriman.
Jika ia termasuk orang yang beriman maka Allah
pasti akan membelanya, dan pembelaan tersebut sesuai dengan kadar keimanannya.
Jika imanya sempurna maka ia akan mendapat pembelaan maksimal dari Allah, dan jika
imannya terkontaminasi maka
pembelaan Allah pun akan mengendur. Begitu pula jika imannya mengalami 'pasang-surut' maka pembelaan Allah
pun akan seperti itu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian
salaf: "Barangsiapa menghadap Allah sepenuhnya maka Allah pun akan menyambut
sepenuhnya, dan barangsiapa
berpaling dari Allah sepenuhnya maka Allah pun akan berpaling sepenuhnya darinya. Dan barangsiapa
sesekali menghadap dan sesekali berpaling maka Allah pun akan seperti itu
terhadapnya."
Singkatnya, tauhid merupakan benteng Allah
yang paling kokoh, siapa saja yang memasukinya akan merasa aman.
Sebagian salaf mengatakan: "Barangsiapa takut
kepada Allah maka segala sesuatu akan takut kepadanya, dan barangsiapa tidak
takut kepada Allah maka segala sesuatu akan menakutkan baginya."
Inilah sepuluh cara untuk menolak
kejahatan orang yang hasad,
bahaya sihir dan sihir 'ain. Tak ada cara yang lebih bermanfaat untuk ini
melainkan dengan menghadap kepada Allah, tawakkal dan yakin kepada-Nya, serta
tidak menyekutukan-Nya dalam rasa takut dengan selain-Nya, akan tetapi rasa takutnya
hanya kepada Allah semata.
Demikian juga dengan tidak
berharap kepada selain Allah namun hanya berharap kepada-Nya.
Hendaknya ia tidak menggantungkan
hatinya kepada selain-Nya,
tidak beristighasah kepada selain-Nya dan tidak berharap kecuali hanya
kepada-Nya.
Ketika hati seseorang mulai bergantung
kepada selain Allah,
berharap dan takut kepada selain-Nya, seketika itulah ia akan dikuasakan' kepada
yang ditakutinya dan menjadi hina di hadapannya. Karena barangsiapa takut kepada
selain Allah maka ia akan dikuasakan kepadanya dan barangsiapa yang berharap
sesuatu kepada selain Allah
ia akan hina dihadapannya dan terhalang dari karunia Allah.
"Demikianlah sunnatullah (ketetapan) Allah atas
hamba-Nya dan kamu tidak akan mendapati perubahan dalam sunnatullah
itu."
Wallahu'alam
Wallahu'alam
Labels:
Fiqh
Keine Kommentare: