MILIKILAH SIFAT ZUHUD
DEFENISI ZUHUD
Secara
bahasa, zuhud maknanya adalah sedikit dalam segala sesuatu. Al-Imam Ibnu
Faris
رحمه الله mengatakan, "Asal huruf za, ha, dan
dal
menunjukkan atas sesuatu yang sedikit." (Mu'jam
Maqoyis al-Lughoh:
3/30). Adapun menurut terminologi syari'at zuhud mempunyai makna yang
beragam.
Al-Imam
Ali al-Jurjani رحمه الله mengatakan, "Dikatakan bahwa zuhud adalah
benci terhadap dunia dan berpaling darinya. Ada yang mengatakan, 'Zuhud adalah
meninggalkan kesenangan dunia dalam rangka mencari kebahagiaan
akhirat.'"
HAKIKAT ZUHUD
Syaikh
Ibnu Utsaimin
رحمه اللهmengatakan,
"Zuhud
di dunia adalah benci terhadap dunia. Yaitu seorang manusia tidak mengambil
bagian dunia kecuali apa yang membawa manfaat untuk akhiratnya. Dan zuhud lebih
tinggi tingkatannya daripada sifat waro', karena waro' adalah meninggalkan apa
yang membahayakan dari perkara dunia, sedangkan zuhud adalah meninggalkan apa
yang tidak bermanfaat untuk negeri akhirat." [1]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله mengatakan, "Zuhud yang disyari'atkan
adalah meninggalkan keinginan dalam perkara yang tidak bermanfaat untuk negeri
akhirat. Contohnya adalah berlebihan dalam perkara mubah yang tidak membantu
dalam pelaksanaan ketaatan kepada Alloh. Sebagaimana sifat waro' yang
disyari'atkan adalah meninggalkan perkara yang kadangkala dapat membahayakan
untuk negeri akhirat. Adapun perkara yang bermanfaat maka bersikap zuhud
terhadapnya bukanlah termasuk bagian dari agama, bahkan pelakunya terkena
ancaman firman Alloh عزّوجلّ yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ
اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ
الْمُعْتَدِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Alloh halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Alloh
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-Maidah [5]:
87)
Berlebihan
dalam perkara mubah adalah lawan dari sifat zuhud yang disyari'atkan. Jika
perkara mubah ini menyibukkan dari perkara yang wajib atau malah mengerjakan
perkara yang haram maka dia telah berbuat maksiat." [2]
Al-Imam
Ahmad bin Abdurrahman al-Maqdisi رحمه الله mengatakan, "Zuhud adalah berpaling dari
keinginan terhadap sesuatu menuju kepada sesuatu yang lebih baik. Dan sesuatu
yang ditinggalkan itu benar-benar menarik hati. Barang siapa yang membenci dan
meninggalkan sesuatu karena tidak menarik atau tidak dibutuhkan oleh dirinya
tidaklah dinamakan zuhud. Seperti orang yang tidak tertarik terhadap debu bukan
disebut zuhud. Dan bukan termasuk zuhud meninggalkan harta kemudian
menyalurkannya ke jalan kebaikan, bahkan zuhud itu adalah meninggalkan dunia
berdasarkan ilmunya akan kehinaan perkara dunia dibandingkan dengan perkara
akhirat yang begitu berharga." [3]
Al-Imam
Ibnul Qoyyim رحمه الله mengatakan, "Sesungguhnya zuhud adalah
perjalanan hati dari negeri dunia untuk mengambil negeri akhirat. Makna zuhud
bukanlah meninggalkan kekuasaan. Sungguh Nabi Sulaiman dan Nabi
Daud
'alaihimassalam termasuk manusia paling zuhud pada zamannya. Keduanya
memiliki kekuasaan, harta, dan wanita. Nabi kita Muhammad صلي الله عليه وسلم adalah manusia paling zuhud secara mutlak
sedang beliau punya sembilan istri. Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf,
Zubair, dan Utsman رضي الله عنهم adalah termasuk orang-orang yang zuhud,
bersama dengan itu mereka mempunyai harta. Dan contoh selain mereka banyak." [4]
Syaikh
Ibnu Utsaimin رحمه الله mengatakan, "Dan bukanlah zuhud itu dengan
tidak memakai pakaian yang bagus atau tidak mengendarai mobil mewah, hidup susah
dengan hanya makan sepotong roti tanpa lauk pauk, atau sebagainya. Akan tetapi,
nikmatilah apa yang Alloh berikan karena Alloh itu senang jika melihat tanda
kenikmatan pada hamba-Nya. Apabila seorang hamba bersenang-senang dengan
kenikmatan ini tentu akan membawa manfaat baginya di negeri akhirat." [5]
1.
Syarh
al-Arba'in
an-Nawawiyyah hlm. 318
2.
Majmu'
Fatawa
kar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: 10/21
3.
Mukhtashor
Minhajul Qoshidin
hlm. 410-411
4.
Madarij
as-Salikin:
2/13-14
5.
Syarh
al-Arba'in
an-Nawawiyyah hlm.322
KEUTAMAAN SIFAT
ZUHUD
1.
Meneladani
Rosululloh صلي الله عليه وسلم dan para sahabatnya
Rosululloh
صلي الله عليه وسلم dan para sahabatnya رضي الله عنهم, adalah penghulu dalam masalah kezuhudan.
Mereka hidup di dunia dan beramal di dunia sebagai persiapan menuju kampung
akhirat. Hati mereka selalu tertambat dengan negeri
akhirat.
Dari
Anas bin Malik رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:
اللَّهُمَّ لَا عَيْشَ إِلَّا عَيْشُ الْآخِرَهْ فَاغْفِرْ لِلْأَنْصَارِ
وَالْمُهَاجِرَهْ
"Ya Alloh, tidak ada kehidupan melainkan
kehidupan akhirat. Ampunilah orang-orang Anshor dan Muhajirin." [1]
2.
Menumbuhkan
sifat qona'ah dalam kehidupan dunia
Alloh
عزّوجلّ berfirman:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجاً
مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ
خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Dan
janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada
golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai
mereka dengannya. Dan karunia Robb kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS.
Thoha [20]: 131)
Syaikh Abdurrohman
as-Sa'di رحمه الله mengatakan,
"Yaitu janganlah kamu tujukan pandanganmu dengan rasa kagum atau melihatnya
dengan perasaan senang terhadap keadaan dunia dan orang-orang yang
bersenang-senang di dalamnya. Kesenangan berupa makanan, minuman yang lezat,
pakaian yang mewah, rumah yang indah, istri yang cantik, dan sebagainya, karena
semua itu adalah bunga kehidupan dunia yang menyenangkan jiwa orang-orang yang
tertipu, mereka mengambilnya dengan bangga dan berpaling dari akhirat.
Kenikmatan dunia dinikmati oleh orang-orang yang zalim, yang kenikmatan itu akan
segera hilang dan akan membinasakan orang yang cinta dunia. Pada akhirnya,
mereka akan menyesal pada hari yang tidak berguna lagi penyesalan. Alloh
menjadikan dunia sebagai fitnah dan ujian, agar Alloh mengetahui siapa yang
senang dan tertipu dengannya dan mengetahui siapa yang paling baik amalannya.
Sebagaimana Alloh عزّوجلّ berfirman:
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ
أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
“Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS.
al-Kahfi [18]: 7)
[2]
3.
Alloh
Mencintainya
عَنْ سَهْل بِنْ سَعْد السَّاعِدِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : أَتَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ : ياَ رَسُوْلَ اللهِ دُلَّنِي عَلَى
عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ، فَقَالَ :
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا فِي أَيْدِى النَّاسِ
يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Dari
Sahl
bin Sa'ad as-Sa'idi رضي الله عنه ia mengatakan, "Seseorang datang kepada
Nabi صلي الله عليه وسلم lalu mengatakan, 'Wahai Rosululloh,
tunjukkan kepadaku atas suatu amalan yang jika aku mengamalkannya maka Alloh
mencintaiku dan manusia pun mencintaiku.' Beliau bersabda, 'Berlaku
zuhudlah
di
dunia maka Alloh akan mencintaimu, dan berlaku zuhudlah terhadap apa yang
dimiliki manusia maka manusia akan mencintaimu.'"
[3]
4.
Tercukupi
kehidupannya
Rosululloh
صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ كَانَ هَمُّهُ الْآخِرَةَ جَمَعَ اللَّهُ شَمْلَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ
فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ
الدُّنْيَا فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ
عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ
لَهُ
"Barang siapa keinginannya akhirat, Alloh
akan mengumpulkan perkaranya; Alloh jadikan kekayaan dalam hatinya, dunia akan
datang menghampiri dirinya sedangkan dia tidak senang. Dan barang siapa
keinginannya dunia, Alloh akan merusak kehidupannya; Alloh jadikan kemiskinan di
pelupuk matanya, dia tidak mendapat bagian dunia kecuali yang sudah ditulis." [4]
5.
Tidak
bergantung dengan dunia dan
kenikmatannya
yang fana
Dunia
dengan segala kenikmatan di dalamnya hanyalah bersifat sementara. Semuanya akan
hilang dan punah. Yang kekal hanya kehidupan akhirat dan apa yang ada di sisi
Alloh. Alloh عزّوجلّ berfirman:
وَمَا أُوتِيتُم مِّن شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا
وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلَا تَعْقِلُونَ. أَفَمَن وَعَدْنَاهُ
وَعْداً حَسَناً فَهُوَ لَاقِيهِ كَمَن مَّتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ
الْمُحْضَرِينَ
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu,
maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di
sisi Alloh adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak
memahaminya? Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang
baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan
kepadanya kenikmatan hidup duniawi kemudian dia pada hari kiamat termasuk
orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. al-Qoshosh [28]:
60-61)
[5]
Al-Imam
Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, 'Alloh memberi kabar tentang
hinanya dunia dan apa yang ada di dalamnya berupa perhiasan yang hina dan bunga
kehidupan yang fana dibandingkan dengan apa yang Alloh telah persiapkan bagi
para hamba-Nya yang sholih di negeri akhirat berupa kenikmatan yang besar dan
kekal, sebagaimana Alloh berfirman:
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللّهِ بَاقٍ
“Apa
yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Alloh adalah kekal. (QS.
an-Nahl [16]: 96)
1.
HR.
al-Bukhon 2834, Muslim: 1805
2.
Tafsir
as-Sa'di:
1/516
3.
HR.
Ibnu Majah: 4102, al-Hakim: 4/313; dishohihkan oleh al-Albani dalam
ash-Shohihah no. 944
4.
HR.
Ibnu Majah: 4105, Ahmad: 5/183, Ibnu Hibban: 72; dishohihkan oleh al-Albani
dalam ash-Shohihah no. 404.
5.
Tafsir
Ilmu Katsir.
6/249
MACAM-MACAM ZUHUD DAN HUKUMNYA
Al-Imam
Ibnul Qoyyim رحمه الله mengatakan, "Zuhud itu ada beberapa
macam:
Pertama:
Zuhud dalam perkara yang haram maka hukumnya fardhu
'ain.
Kedua:
Zuhud dalam perkara-perkara syubhat, hal ini tergantung tingkatan syubhatnya,
jika kuat syubhatnya maka wajib, jika lemah maka hanya mustahab
(sunat).
Ketiga:
Zuhud dalam perkara tambahan, yaitu zuhud dalam perkara yang bermanfaat dari
ucapan, pandangan, pertanyaan, perjumpaan, dan selainnya. Zuhud terhadap
manusia, dalam diri sendiri yakni dia merasa dirinya rendah di hadapan
Alloh.
Keempat:
Zuhud yang menyeluruh dari semua ini adalah zuhud terhadap segala sesuatu selain
Alloh, dan segala sesuatu yang menyibukkanmu dari Alloh. Zuhud yang paling
afdhol adalah menyembunyikan zuhud dan yang
paling sulit adalah zuhud terhadap keinginan jiwa."
[1]
1.
Al-Fawaid
hlm. 118
CARA MEREALISASIKAN SIFAT ZUHUD
Yang
dapat membantu seorang hamba dalam mewujudkan sifat zuhud ada tiga perkara:
Pertama:
Ilmu seorang hamba bahwa dunia
adalah
kehidupan sementara yang akan punah, dunia adalah khayalan yang
menghampiri, sebagaimana Alloh berfirman:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ
غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ
يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ
الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Alloh serta
keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu.”
(QS. al-Hadid [57]: 20)
Alloh
menyebut dunia sebagai kesenangan yang menipu. Dan Alloh melarang kita tertipu
dengan dunia. Alloh telah mengabarkan akibat yang diperoleh orang-orang yang
tertipu dengan dunia, mencela orang yang senang dengan dunia dan merasa tenteram
dengannya.
Kedua:
Ilmu seorang hamba bahwa setelah dunia ada kehidupan yang lebih besar
tingkatannya, yakni akhirat. Ia (akhirat) adalah ke hidupan yang kekal, maka
zuhud terhadap dunia adalah bentuk kesempurnaan cinta terhadap kampung akhirat
yang lebih agung dibandingkan dunia.
Ketiga:
Pengetahuan dan keimanannva yang haq bahwa zuhudnya terhadap dunia tidak akan
menghalangi dari mendapatkan apa yang telah ditulis (ditetapkan Alloh) baginva.
Dan cinta serta tamak terhadap dunia tidak akan mendatangkan apa yang tidak
ditentukan baginya. Maka kapan saja seorang hamba
-
meyakini hal tersebut, akan tenteramlah hatinya. Dia akan mengetahui bahwa isi
dan kandungan dunia
akan
mendatanginya.
Tiga
perkara inilah yang akan memudahkan seorang hamba untuk berlaku zuhud di dunia
dan akan mengokohkan langkahnya dalam berjalan.[1]
1.
Nadrhrotun
Na'im:
6/2219
TANDA-TANDA
ORANG YANG ZUHUD
Mungkin
kita mengira bahwa orang yang meninggalkan harta adalah orang yang zuhud,
padahal bukan demikian perkaranya. Karena meninggalkan harta demi menampakkan
kemiskinan adalah perkara mudah bagi orang yang cinta pujian agar dikatakan
zuhud. Betapa banyak ahli ibadah yang selalu berdiam di tempat ibadahnya dan
hanya sedikit makan dia bisa melakukan hal itu karena cinta terhadap pujian.
Oleh karena itu, kita harus kenali tanda-tanda zuhud yang sebenarnya, di
antaranya adalah:[1]
1.
Tidak
terlalu bergembira dengan apa yang di
dapat,
dan tidak bersedih terhadap apa yang
luput.
Alloh
عزّوجلّ berfirman:
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Alloh tidak menyukai setiap orang yang
sombong
lagi membanggakan diri. (QS. al-Hadid [57]: 23)"
2.
Pujian
dan celaan di sisinya sama, ini adalah tanda zuhud dalam perkara pangkat
kedudukan dan kehormatan.
3.
Hatinya
terikat dengan Alloh, yang menguasai dalam relung hatinya adalah kelezatan dalam
melaksanakan ketaatan.
1.
Mukhtashor
Minhajul Qoshidin
hlm. 417-418
ZUHUD DI DUNIA
Barang
siapa mengetahui bahwa dunia ini bagaikan salju yang akan hilang dan akhirat
bagaikan tempat yang kekal, maka dirinya akan kuat untuk menjual dunia dengan
akhirat. Sungguh Alloh banyak memuji dalam al-Qur'an sikap zuhud terhadap dunia
dan celaan bagi orang yang
cinta dunia. Alloh
عزّوجلّ berfirman:
قُلْ مَتَاعُ الدَّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ
تُظْلَمُونَ فَتِيلاً
Katakanlah,
"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun." (QS.
an-Nisa' [4]: 77)
Firman
Alloh juga:
اللّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقَدِرُ وَفَرِحُواْ
بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ
مَتَاعٌ
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya
bagi siapa yang Dia kehendaki, mereka bergembira dengan kehidupan di dunia,
Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah
kesenangan (yang sedikit). (QS. ar-Ro'd [13]: 26)
Demikian
pula hadits-hadits dari Rosululloh صلي الله عليه وسلم yang menjelaskan celaan terhadap dunia dan
kehinaannya dibandingkan negeri akhirat. Di antaranya:
Jabir
bin Abdillah رضي الله عنه berkata, "Rosululloh صلي الله عليه وسلم pernah melewati sebuah pasar dan para
sahabat berada di sekelilingnya. Beliau mendapati bangkai seekor kambing yang
telinganya kecil, lantas beliau angkat daun telinga bangkai kamb-ing tersebut
seraya berkata, 'Siapakah di antara kalian yang mau membeli kambing ini dengan
satu dirham?' Para sahabat رضي الله عنهم menjawab, 'Kami tidak suka sama sekali, apa
yang bisa kami perbuat dari seekor bangkai kambing?' Rosululloh
صلي الله عليه وسلم menjawab, 'Bagaimana jika kambing itu untuk
kalian?' Para sahabat menjawab, 'Demi Alloh, apabila kambing itu masih hidup pun
kami tetap tidak mau karena dia telah cacat, bagaimana lagi jika sudah menjadi
bangkai!' Rosululloh gfe akhirnya bersabda, 'Demi Alloh, dunia itu lebih hina di
sisi Alloh daripada seekor bangkai kambing ini bagi kalian.'" [1]
Rosululloh
صلي الله عليه وسلم juga bersabda:
وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ
أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ
يَرْجِعُ
"Demi Alloh, tidaklah dunia dibandingkan
akhirat melainkan seperti salah seorang yang mencelupkan jari tangannya ke
lautan, maka hendaklah: dia melihat apa yang didapat pada jari tangannya setelah
ditarik kembali."
[2]
Al-Imam
Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata, "Sebagian salaf mengatakan,
'Barang siapa mencintai dunia maka hendaklah dia berpikir untuk menerima
musibahnya. Orang yang cinta dunia tidak lepas dari tiga perkara: kesedihan yang
harus diterima, keletihan yang terus-menerus, dan kerugian yang tidak pernah
selesai."
[3]
1.
HR.
Muslim: 2957
2.
HR.
Muslim: 2858
3.
Ighosatul
Lahfan
kar. Ibnul Qoyyim: 1/37
MUTIARA HIKMAH SALAFUS SHOLIH
1.
Ali
bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata, "Dunia pergi dengan membelakangi
dan akhirat pergi dengan menghadap. Setiap dari keduanya punya pengikut. Jadilah
kalian pengikut akhirat jangan menjadi pengikut dunia. Sesungguhnya hari ini
adalah beramal dan tidak ada hisab, sedangkan besok adalah hisab tidak lagi
beramal."
[1]
2.
Ibnu
Mas'ud رضي الله عنه berkata, "Dunia adalah tempat orang yang
tidak punya tempat tinggal, harta orang yang tidak punya harta, dan yang
mengumpulkannya adalah orang yang tidak punya ilmu."
[2]
3.
Waki'
رحمه الله berkata, "Tidaklah seorang meninggalkan
sesuatu di dunia karena Alloh, kecuali pemberian Alloh (untuknya) di akhirat
akan lebih baik."
[3]
4.
Malik
bin Dinar رحمه الله mengatakan, "Seberapa besar engkau bersedih
terhadap dunia, maka sebesar itu pula keinginan akhirat akan keluar dari dirimu.
Dan seberapa besar engkau bersedih terhadap akhirat, maka sebesar itu pula
keinginan dunia akan keluar dari dirimu."
[4]
5.
Bilal
bin Sa'ad رحمه الله mengatakan,
"Wahai orang yang bertakwa, kalian tidak diciptakan untuk dunia yang fana,
kalian hanya akan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya. Sebagaimana
kalian berpindah dari tulang rusuk ke alam rahim, dari alam rahim ke dunia, dari
dunia ke alam kubur, dari alam kubur ke Padang Mahsyar. Dan dari Padang Mahsyar
menuju tempat abadi, surga atau neraka."
[5]
Allohu
A'lam[].
1.
HR.
al-Bukhori: 5/2358
2.
Al-Minhaj
fi Syu'abil
Imam
3/388
3.
Al-Hilyah:
4/312
4.
Az-Zuhd
kar. al-lmam Ahmad hlm. 387
5.
Siyar
A'lam
an-Nubala':
5/91
Ustadz Abu
Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman خفظه الله
Labels:
Akhlak
Keine Kommentare: